Suka Travelling, Apakah Boleh Tidak Puasa ?

Konten Media Partner
24 April 2021 14:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Travelling menggunakan kereta. (Dok.ciremaitoday)
zoom-in-whitePerbesar
Travelling menggunakan kereta. (Dok.ciremaitoday)
ADVERTISEMENT
Ciremaitoday.com, Bandung, - Bepergian atau travelling di saat puasa memiliki tantangan tersendiri. Berpuasa di bulan ramadhan merupakan salah satu rukun Islam yang ke-3. Setiap umat Islam yang telah memenuhi syarat wajib hukumnya untuk menjalankan ibadah puasa. Berpuasa sambil menjalankan aktifitas seperti bekerja, bersekolah, dan lain lain memiliki tantangan tersendiri bagi setiap orang.
ADVERTISEMENT
Namun apa hukumnya ketika kita sedang dalam keadaan bepergian jauh atau travelling namun dalam kondisi berpuasa? Apakah boleh kita tidak berpuasa ketika dalam keadaan bepergian jauh? Ini penjelasannya.
Ustaz Ahmad Fauzi Qosim, Dompet Dhuafa menjawab, umat Islam diperbolehkan tidak berpuasa apabila sedang dalam keadaan perjalanan jauh yang menyebabkan kita menjadi kelelahan, keletihan, dan kepayahan (menjadi lemah). Jika dianalogikan, hukum membatalkan puasa ketika bepergian jauh sama halnya dengan orang yang menjamak sholatnya. Hal ini dapat dilakukan jika perjalanannya menempuh jarak satu kashah atau setara 83 KM (Kilometer) menurut mayoritas ulama. Namun puasa tersebut wajib di qadha atau diganti di kemudian hari.
Dalam hal ini, Al-Qur’an secara jelas telah menerangkan melalui Q.S Al- Baqarah ayat 185 :
ADVERTISEMENT
شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٍ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِ ۚ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ ٱلشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا۟ ٱلْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا۟ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَىٰكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya:
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.
ADVERTISEMENT

Travelling atau Bepergian di Zaman Nabi

Namun, keadaan pada zaman nabi berbeda dengan keadaan yang ada pada saat ini. Pada zaman nabi, kondisi perjalanan dengan jarak 83 KM harus ditempuh menggunakan kendaraan unta dan cuaca jazirah arab yang sangat terik.
Berbeda dengan kondisi saat ini yang memang sangat mudah dari segi akses maupun kendaraan ketika kita bepergian dengan jarak yang jauh. Jarak dari Jakarta menuju Bandung lebih dari 23 KM namun bisa di tempuh dengan waktu perjalanan hanya 2 jam menggunakan mobil dan akses melalui jalan tol. Dalam hal ini tentunya terdapat perbedaan yang signifikan antara kondisi perjalanan pada zaman nabi dengan zaman sekarang.
Pada saat ini, jika musafir masih sanggup melanjutkan puasanya walaupun menempuh perjalanan yang sangat jauh, maka tidak perlu membatalkan puasanya. Semua ini tergantung dari individu yang menjalankannya.
ADVERTISEMENT
Jadi kesimpulannya adalah diperbolehkan membatalkan puasa apabila sedang dalam perjalanan yang jauh, namun wajib mengganti puasanya di kemudian hari. Apabila kita masih sanggup berpuasa walaupun sedang bepergian jauh, maka lanjutkanlah puasanya sampai waktu berbuka tiba. Wallahua’lam bisshawab. ***