Utang Indonesia Rp 3.779,98 Triliun, Masih Amankah?

Konten dari Pengguna
21 Agustus 2017 19:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Citra Rosa Gurning tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Utang Indonesia Rp 3.779,98 Triliun, Masih Amankah?
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Akhir-akhir ini, Indonesia dihebohkan dengan meningkatnya utang Pemerintah Indonesia. Total utang pemerintah pusat (utang luar dan dalam negeri) tahun 2016 sebesar Rp 3.515,46 triliun dan tahun 2017 sebesar Rp 3.779,98 triliun (sumber: djppr.kemenkeu.go.id).
ADVERTISEMENT
Jumlah total utang pemerintah pusat setiap tahun semakin meningkat. Pertanyaanya, mengapa bisa seperti ini? Amankah posisi utang Indonesia saat ini?
Indonesia “terpaksa” harus utang karena fiscal space pemerintah Indonesia kecil sedangkan kebutuhan untuk pembangunan sangat banyak.
Fiscal space adalah ruang gerak pemerintah mengalokasikan dana untuk investasi dan pembangunan, ruang gerak akan semakin terbatas apabila proporsi anggaran belanja negara yang bersifat mengikat (wajib) seperti mandatory spending ini lebih besar daripada yang tidak mengikat (Rita Helbra, 2013).
Analogi sederhananya seperti ini, sebuah keluarga memiliki pendapatan sebesar 800. Uang 800 ini harus dialokasikan ke pengeluaran yang wajib dibayar setiap bulan oleh keluarga tersebut. Kewajiban tersebut misalnya 300 untuk bayar cicilan rumah, 200 ditransfer untuk biaya sekolah anak, 200 untuk belanja bahan baku maka sisa uang sebesar 100 (fiscal space).
ADVERTISEMENT
Ternyata keluarga tersebut memerlukan biaya sebesar 400 untuk membeli sebuah motor sebagai alat mobiliasi keluarga bekerja dan beraktivitas.
Motor sangat diperlukan sebagai alat transportasi keluarga tersebut untuk mencari nafkah, kalau tidak ada motor, akan memperlambat kerja dan perkembangan ekonomi keluarga. Uang yang ada sebesar 100 dan harga motor 400 maka terjadi kekurangan dana sebesar 300.
Untuk menutupi kekurangan dana tersebut maka keluarga meminjam uang kepada pihak ketiga.
Begitu juga dengan negara, kewajiban Indonesia setiap tahun sangat banyak mulai dari belanja pegawai (sudah menjadi rahasia umum kalau jumlah pegawai negeri sangat banyak di Indonesia (dulu setiap tahun buka CPNS), tidak terbayangkan kalau 3 tahun terakhir PNS masih dibuka maka berapa bertambah biaya untuk belanja pegawai), belanja bunga (utang sebelum-sebelumnya), mandatory (UUD’45) yaitu dana pendidikan harus 20% dari APBN, transfer ke daerah dan sebagainya yang bersifat wajib.
ADVERTISEMENT
Hal ini mengakibatkan dana yang tersisa untuk biaya lain yang bersifat tidak wajib (misalnya pembangunan infrastruktur) sangat sedikit.
Indonesia membutuhkan pembangunan infrastruktur yang di mana hal tersebut tidak bersifat wajib atau tidak mandatory namun apakah sampai seterusnya Indonesia tidak bisa membangun infrastruktur?
Bagaimana investor akan tertarik untuk berinvestasi di Indonesia kalau infrastrukturnya saja tidak mendukung?
Untuk itu, Indonesia membutuhkan alternatif sumber dana yang salah satunya utang. Sebenarnya utang bukan satu-satunya jalan untuk membangun infrastruktur, pemerintah juga bisa melakukan privatisasi dalam bentuk public private partnership dengan cara kerja sama pihak swasta dan pemerintah.
Misalnya kerja sama pihak swasta dan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur (jalan tol). Pihak swasta dan pemerintah membangun secara bersama-sama proyek tol tersebut yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.
ADVERTISEMENT
Namun public private partnership ini sepertinya sudah banyak dan takutnya pihak swasta memiliki kewenangan lebih dari pemerintah. Pertanyaan selanjutnya amankah posisi utang Indonesia saat ini?
Lahirnya Undang-Undang 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara membawa perubahan dalam pengelolaan keuangan Negara di Indonesia.
Undang-undang ini memberikan kewenangan yang lebih luas dan jelas kepada negara dalam hal pengelolaan keuangan negara. Kewenangan yang dapat diterapkan diantaranya pengelolaan sumber dana, menentukan arah, dan tujuan keuangan negara.
Sesuai dengan Pasal 12 ayat 3 undang-undang tersebut, “Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Undang-undang tentang APBN."
Penjelasan pasal itu menyatakan bahwa jumlah pinjaman dibatasi 60% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pinjaman Indonesia masih sesuai dengan ketentuan undang-undang karena berada pada posisi dibawah 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
ADVERTISEMENT
Utang Indonesia sekitar 30% dari PDB. Negara-negara maju juga melakukan pinjaman untuk pembangunan negaranya. Misalnya (data tahun 2014), Jepang 227,2% dari PDB-nya, Singapura 105,5% dan Amerika 101,5% dari PDB-nya (sumber: finance.detik.com).
Meskipun posisi pinjaman Indonesia masih dikategorikan aman, namun meminjam terus menerus sangatlah tidak disarankan karena dengan meminjam juga menambah kewajiban Negara untuk membayar utang dan bunganya.
Tugas negara saat ini yaitu penggunaan uang pinjaman untuk kegiatan yang berorientasi hasil (berdampak bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia) sehingga kedepannya pendapatan pemerintah meningkat dan tidak harus meminjam lagi.
Tugas kita sebagai rakyat ialah mengawal pemerintah dalam penggunaan dana tersebut, mari #sadarAPBN. (CRAG)
NB: Menerima kritik dan saran.