Internet sebagai Pembentuk Masyarakat Otonom

Damar Juniarto
Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network, alumnus IVLP 2018 on Cyber Policy and Online Freedom of Expression Network.
Konten dari Pengguna
4 Januari 2017 15:10 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Damar Juniarto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
LGBT (Foto: Pixabay)
Internet telah menjadi instrumen paling kuat dalam abad ke-21 untuk meningkatkan transparansi dalam mengawasi kerja pemerintahan, memberi akses pada informasi, dan juga memfasilitasi warga untuk berpartisipasi dalam membangun masyarakat yang demokratis.
ADVERTISEMENT
Pemanfaatan teknologi internet untuk gerakan masyarakat sipil terutama terlihat mulai tahun 2011 lewat gerakan Arab Spring yang berawal dari Tunisia, Indignadas di Spanyol, hingga gerakan Occupy yang mendunia, sampai-sampai TIME magazine menobatkan tahun 2011 menjadi Tahunnya Para Pemrotes.
Warga garda depan yang ingin melakukan perubahan politik dengan pola pikir teknologi itu kemudian disebut John Postill (2014) sebagai kelompok Teknolog Pembebasan/Freedom Technologist.
Kelompok Teknolog Pembebasan ini memainkan peranan penting dalam menumbangkan rezim otoriter Presiden Zen el-Abedine Ben Ali di Tunisia.
Anonymous (Foto: Pixabay)
Postill menemukan peran pengacara dan blogger Riadh Guerfali yang membuat situs TuniLeaks berisi bocoran kawat diplomatik AS, lalu terhubung dengan mantan aktivis Ali Bouazizi yang mengunggah video pembakaran diri sepupunya Mohamed Bouazizi penjaja makanan di Facebook, kemudian video itu diberitakan ke seluruh Arab oleh Al Jazeera yang dilarang masuk ke Tunisia.
ADVERTISEMENT
Al Jazeera adalah media baru yang memanfaatkan media sosial dan blog untuk memotong birokrasi yang ketat dan memberitakan secara cepat kejadian di masyarakat.
Tatkala pemerintah Tunisia melakukan sensor Facebook, kelompok Anonymous melakukan Operasi Tunisia dengan menyerang situs-situs pemerintah Tunisia dengan bantuan dari netizen Tunisia sehingga pada akhirnya Presiden Ben Ali jatuh dan gerakan sipil ini meluas ke Syria, Irak, hingga Libya.
Di Spanyol, Postill menemukan peran pengacara hak cipta digital Carlos Sanchez Almeida yang membuat gerakan digital #NoLesVotes bersama sejumlah aktivis internet untuk mengajak warga Spanyol agar tidak lagi memberi suara untuk partai mayoritas, sejak partai besar Spanyol mengeluarkan RUU tentang copyright akibat tekanan Amerika Serikat.
No Les Votes (Foto: Hacktivistas.net)
ADVERTISEMENT
Gerakan tersebut dilanjutkan oleh Gala Pin, Simona Levi, Javier Toret dan kawan-kawannya dengan membentuk organisasi payung Democracia Real Ya/'Demokrasi Sekarang Juga'.
Gerakan tersebut melakukan aksi massa ke jalan-jalan Madrid, termasuk melibatkan hacker ternama Isaac Hacksimov yang memutuskan untuk berkemah di lapangan Madrid dan direplikasi di seluruh Spanyol dan menjadi inspirasi gerakan Occupy yang mendunia.
Democracy (Foto: Pixabay)
Mereka inilah, menurut Postill, para aktor demokrasi yang baru. Pendapat lain juga ditulis oleh Manuel Castells, sosiolog terkemuka dari Universitat Oberta de Catalunya Spanyol yang kerap meneliti tentang masyarakat informasi, komunikasi dan globalisasi.
Dalam bukunya Networks of Outrage and Hope, Manuel Castells menunjukkan minatnya pada gerakan-gerakan masyarakat sipil yang terjadi pada 2011 untuk meruntuhkan rezim-rezim diktator di berbagai belahan dunia yang ia anggap sama seperti menyebarnya viral gagasan-gagasan dan imaji-imaji akan masyarakat yang bebas dari penindasan.
ADVERTISEMENT
Castells menulis bagaimana ia sebagai bagian dari mahasiswa yang ikut terlibat dari gerakan mahasiswa ’68 merasa menemukan lagi gerakan sipil yang dulu dikenalnya.
Meskipun untuk gerakan masyarakat sipil yang baru ini ia menandai adanya perubahan yang cukup signifikan, di mana teknologi informasi memiliki peranan menghasilkan komunikasi otonom yang tidak terpenjara oleh kepentingan dari media dan pemilik modal.
Paris 68 (Foto: Henri Cartier-Bresson)
Dengan adanya internet, terjadi apa yang disebut Castells dengan “mass self-communication”, yakni penggunaan internet dan jaringan nirkabel sebagai platform dari komunikasi digital sehingga produksi pesan dilakukan secara otonom oleh warga dan sulit dikontrol oleh pemerintah atau korporasi.
Hal tersebutlah yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari gerakan masyarakat baru ini.
ADVERTISEMENT