Memangnya Kenapa Kalau Menikah dengan Bule?

Daniel Chrisendo
European Contributor at Kumparan. Content Writer for Lampu Edison.
Konten dari Pengguna
26 Juni 2019 1:38 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Daniel Chrisendo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Salah satu ritual dalam pernikahan Arieska dan Tobias di Göttingen. Sumber gambar: Dok. Arieska Sarwosri.
Awww married sama bule ya? Keceeeee
“Enggak ada bule yang mau dikenalin ke aku?”
ADVERTISEMENT
“Ah, dapat bule juga akhirnya”
Komentar di atas dan komentar-komentar lain yang serupa mengisi kotak masuk Arieska Sarwosri (31), perempuan asal Solo, ketika teman-temannya tahu ia akan menikah dengan Tobias Kracht (27), laki-laki berkulit putih berkebangsaan Jerman.
Arieska yang tinggal di Göttingen, Jerman, sejak tahun 2014 bertemu dengan Tobias di sebuah klub bulu tangkis di kota pelajar tersebut. Setelah berpacaran selama beberapa tahun, akhirnya mereka pun menikah pada musim panas 2018.
Namun banyak teman-teman Arieska yang memandang pernikahan antar-ras tersebut sebagai sebuah prestasi besar yang dapat dicapai masyarakat Indonesia dengan mengatakan “akhirnya”.
“Memangnya cita-cita aku ke Jerman cuma buat kawin?” ucap Arieska kepada kumparan, Senin (25/06).
Pertama kali datang ke Jerman, Arieska tidak berpikir akan menikahi orang bule. Ia datang untuk menempuh pendidikan masternya di Universitas Göttingen. Setelah selesai, ia mendapatkan tawaran untuk menempuh pendidikan doktor oleh salah seorang profesor karena performa akademiknya yang cemerlang. Di tahun 2015, ia bertemu dengan Tobias.
ADVERTISEMENT
Saat ini Arieska sedang melakukan penelitian dalam bidang ekonomi pertanian dan pembangunan daerah tertinggal. Sementara Tobias juga sedang menempuh pendidikan doktor dalam bidang farmasi di Unversitas Teknik Braunschweig.
Namun, semua prestasi Arieska dalam bidang akademik tidak terlalu dipandang oleh teman-temannya. Yang paling penting adalah ia sudah menikah dengan bule.
Fenomena tersebut tidak hanya terjadi pada teman-teman Arieska. Nyatanya, banyak masyarakat Indonesia yang juga menganggap bahwa menikah dengan bule dapat membuat hidup seseorang menjadi lebih baik. Salah satu alasannya adalah anggapan bahwa orang bule itu memiliki banyak uang sehingga mau beli apa saja bisa.
Enggak semua bule itu kaya, dan kalaupun kaya, enggak melulu boros,” kata Arieska. “Enggak semua bule yang kita lihat itu kayak di Bali," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Bisa jadi masyarakat Indonesia mengalami apa yang disebut dengan inferiority complex di mana mereka merasa rendah diri dan melihat bule (khususnya yang berkulit putih) sebagai kelompok manusia yang lebih superior, lebih kaya, lebih pintar, dan lebih-lebih yang lainnya. Hal ini mungkin terjadi akibat pengalaman selama masa penjajahan atau karena dominasi produk, pemikiran, maupun budaya barat di dunia ini.
Pernikahan Arieska dan Tobias di Solo. Sumber gambar: Dok. Arieska Sarwosri.
Seseorang lahir dengan warna kulit yang berbeda-beda. Ada yang terang, ada yang gelap. Namun banyak orang Indonesia yang selalu ingin mencerahkan kulitnya dengan krim pemutih. Padahal ketika manusia lahir ke dunia, mereka tidak tahu apakah kulit putih itu lebih baik daripada yang gelap.
Semuanya adalah pandangan masyarakat yang membuat persepsi tersebut sehingga seseorang melihat dirinya sendiri rendah ketika ia berkulit gelap. Hitam dianggap jelek. Dan menikah dengan orang kulit putih dapat memperbaiki keturunan. Apa memang orang Indonesia sejelek itu?
ADVERTISEMENT
Lebih disayangkan lagi adalah ketika seseorang merasa mereka yang berkulit putih dapat membuat kehidupannya jadi lebih baik, hanya karena mereka bule.
“Aku ini ya harus kerja juga. Kalau enggak kerja ya enggak cukup uangnya buat keluargaku,” kata Arieska.
Masyarakat Indonesia harus berhenti memupuk rasa inferior pada diri mereka dengan tidak melebih-lebihkan pernikahan dengan orang bule.
“Dulu pacar-pacarku orang Indonesia. Sama saja. Tidak ada yang spesial hanya karena Tobias berkulit putih. Malah lebih banyak culture clash-nya,” tutup Arieska.
Arieska dan Tobias. Sumber gambar: Dok. Arieska Sarwosri.