Mengapa PSI Kalah di Indonesia tapi Unggul Telak di Eropa?

Daniel Chrisendo
European Contributor at Kumparan. Content Writer for Lampu Edison.
Konten dari Pengguna
25 April 2019 2:02 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Daniel Chrisendo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Partai PSI Foto: Fitra Andrianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Partai PSI Foto: Fitra Andrianto/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemilihan umum telah berakhir dan saat ini KPU tengah melakukan penghitungan suara. Berdasarkan hasil quick count lembaga survei, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) harus puas hanya dengan 2 persen dari total suara yang artinya mereka harus gagal melaju ke Senayan.
ADVERTISEMENT
Meskipun begitu ketua umum PSI, Grace Natalie, tidak mementahkan 3 juta orang yang sudah mendukung partai yang dipimpinnya.
“Terima kasih kepada 3 juta rakyat Indonesia yang telah mempercayakan suaranya kepada kami PSI. Suara kalian tidak akan kami sia-siakan. Kami akan bekerja keras dari DPRD provinsi dan kabupaten dan kotamadya,” tulis Grace Natalie pada akun Instagram-nya.
Rekapitulasi suara pemilu wilayah PPLN Den Haag, Belanda. Sumber gambar: pplndenhaag.org
Sebenarnya tidak heran jika partai baru belum mendapatkan banyak pendukung pada kali pertama pemilu. Namun ada fenomena yang menarik dari partai ini. Meskipun PSI hanya mendapatkan 2 persen suara secara keseluruhan, partai tersebut menang telak di banyak negara di luar negeri terutama di Eropa.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh beberapa Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di Eropa melalui website masing-masing, PSI hampir selalu menjadi partai dengan suara tertinggi, bahkan melebihi partai besar PDIP yang unggul secara nasional.
ADVERTISEMENT
Misalnya di Hamburg, Jerman, PSI mendapatkan 33,4 persen suara, disusul dengan PDIP dengan 25,9 persen suara. Sementara di kota tetangga Frankfurt, PSI tetap memimpin di posisi pertama dengan 33,7 persen suara dan di tempat kedua ada PDIP dengan 27,7 persen.
Rekapitulasi suara pemilu wilayah PPLN Hamburg, Jerman. Sumber gambar: ppln.kjrihamburg.de
Melipir ke Den Haag, Belanda, PSI mengungguli semua partai dengan 35,8 persen suara. Beda tipis dengan PDIP yang mendapatkan 32 persen suara.
Sementara di kota Eropa lainnya yaitu London, Inggris, PSI mendapatkan suara terbanyak dengan perolehan 30,6 persen. PDIP masih ada di posisi kedua dengan 25,3 persen suara.
Rekapitulasi suara pemilu wilayah PPLN London, Inggris. Sumber gambar: pplnlondon.org
Agak sedikit berbeda di Paris, Madrid, dan Praha di mana PDIP unggul dan PSI ada di posisi kedua. Namun suara PSI masih cukup banyak. Di Paris, Prancis, PDIP mendapatkan 36 persen dan PSI 30 persen. Di Madrid, Spanyol, PDIP mendapatkan 37,7 persen dan PSI mendapatkan 24,7 persen . Yang terakhir, di Praha, Ceko, PDIP mendapatkan 42,2 persen dan PSI mendapatkan 24,1 persen.
Rekapitulasi suara pemilu wilayah PPLN Madrid, Spanyol. Sumber gambar: pplnmadrid.org
Pertanyaannya adalah mengapa kekalahan PSI secara nasional tidak terefleksi pada perolehan suara di luar negeri? Bahkan PSI unggul dengan margin yang cukup lebar. Apakah penyebabnya?
ADVERTISEMENT
Ada dua alasan utama yang mungkin dapat menjelaskan mengapa hal tersebut dapat terjadi. Yang pertama adalah relevansi isu yang PSI angkat dan yang kedua adalah penggunaan media sosial.
Masyarakat Indonesia di Eropa harus membiasakan diri untuk hidup jauh dari rumah dengan segala perbedaan. Mulai dari makanan, kebiasaan, budaya, sampai keyakinan. Untuk dapat hidup di negeri orang, WNI bergantung pada rasa toleransi dari masyarakat setempat.
Akan susah untuk warga muslim Indonesia untuk bisa menjalankan ibadah jika warga Jerman banyak yang Islamophobia. Atau akan sulit bagi orang Jawa yang kebanyakan berkulit sawo matang untuk bisa bergaul dengan masyarakat Belanda jika mereka rasis dan diskriminatif.
Ada tren di kalangan anak muda Eropa untuk memiliki pemikiran yang lebih terbuka. Sementara pemikiran yang konservatif lebih diasosiasikan dengan kalangan orang tua. Diterima dengan segala perbedaan yang dibawa, membuat masyarakat Indonesia yang hidup di luar negeri menjadi terbuka akan perbedaan itu sendiri.
ADVERTISEMENT
PSI yang selalu menggemakan isu toleransi menjadi menarik bagi masyarakat Indonesia di Eropa karena relevansi isu tersebut dengan kehidupan mereka. Merasa karena toleransilah yang membuat hidup mereka menjadi mudah ketika menjadi imigran di negeri orang mendorong mereka untuk menciptakan toleransi di negara sendiri dengan mendukung partai politik yang menjunjung nilai tersebut.
Salah satu cita-cita PSI yang tertulis dalam website mereka adalah memperjuangkan hak sipil bagi masyarakat yang terpinggirkan seperti perempuan, anak-anak, difabel, dan kaum Tionghoa. Selain itu PSI juga mendukung adanya kebebasan sipil yang dilindungi tanpa membedakan agama dan keyakinannya.
ADVERTISEMENT
Hal-hal tersebut di atas sudah dijamin di Eropa, meskipun tentu masih ada kekurangan di sana-sini. Perempuan memiliki posisi yang sama di dalam masyarakat. Mereka memiliki kesempatan yang sama untuk bekerja, mendapatkan pendidikan, berpolitik, bahkan sistem patriarki berusaha untuk dipatahkan di 'Benua Biru' tersebut.
Sementara kebutuhan kaum difabel juga banyak diperjuangkan di Eropa. Mereka menjadi sangat mandiri dan dapat bepergian sendirian karena fasilitas umum yang ramah difabel.
Yang terakhir, meskipun kadang kita mendengar ada isu tentang penyerangan kaum imigran, kejadian tersebut masih sangat kecil jumlahnya jika dibandingkan dengan tempat lain. Eropa masih menjadi benua yang paling aman untuk ditinggali serta jauh lebih maju dari benua manapun.
Alasan yang kedua adalah media sosial yang digunakan oleh PSI cocok dengan pengguna di Eropa. Kebanyakan masyarakat Indonesia di Eropa adalah anak muda yang sedang menempuh pendidikan atau bekerja. Informasi yang mereka dapatkan dari Tanah Air tidak diperoleh dari siaran televisi, media cetak, atau radio, melainkan dari media sosial seperti Instagram.
ADVERTISEMENT
PSI yang banyak berkampanye melalui media sosial tertangkap oleh warga Indonesia di Eropa. Sosok-sosok yang dimunculkan PSI seperti Tsamara Amany atau Grace Natalie juga dianggap mewakili anak muda yang memiliki pemikiran terbuka dan berani beradu argumen. Di Eropa, seseorang tidak dinilai kapasitasnya hanya karena ia lebih tua atau lebih muda, melainkan dari hal-hal lain yang relevan.
Mungkin alasan-alasan tersebutlah yang membuat PSI unggul telak di Eropa.