Menciptakan Kawasan Bebas IUU Fishing di ASEAN

Konten dari Pengguna
14 April 2017 11:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dara Yusilawati Amrullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kapal Sino 26. (Foto: Ridho Robby/kumparan)
Sebagai negara kepulauan dengan wilayah laut yang luas, Indonesia telah lama mengalami kerugian akibat tindak kejahatan pencurian ikan atau yang juga dikenal sebagai IUU Fishing (illegal, unreported and unregulated fishing).
ADVERTISEMENT
Dalam dekade terakhir, kerugian ekonomi yang dialami Indonesia akibat pencurian ikan ini diperkirakan mencapai 20 Miliar USD per tahun.
Kerugian ini belum termasuk multiplier impact dari kegiatan IUU Fishing, seperti: berkurangnya perolehan devisa negara, rusaknya sumber daya kelautan, rusaknya ekosistem perairan, berkurangnya mata pencaharian tenaga kerja perikanan, pelanggaran kedaulatan perikanan negara-negara, dan kerugian lainnya.
Tidak mengherankan jika IUU Fishing yang merugikan ini menjadi perhatian khusus Pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Pemberantasan IUU Fishing merupakan salah satu prioritas nasional yang dituangkan dalam Nawa Cita, yaitu untuk mewujudkan Negara Kepulauan yang berdaulat dan mandiri melalui pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan.
Berbagai kebijakan serta upaya peningkatan pemberantasan IUU Fishing terus dilakukan.
ADVERTISEMENT
Sebut saja, perbaikan dan penerbitan sejumlah peraturan baru, pembentukan Satgas 115, publikasi data kapal pencuri ikan, pengetatan pemantauan kapal penangkap ikan, dan peningkatan penegakan hukum, termasuk penenggelaman kapal-kapal asing yang tertangkap tangan dan terbukti melakukan kegiatan IUU Fishing di perairan Indonesia yang banyak mendapat sorotan dari masyarakat nasional dan internasional.
Dalam upaya mendukung kebijakan nasional memberantas IUU Fishing, Indonesia telah dan akan terus memanfaatkan forum-forum kerja sama regional dan internasional, termasuk ASEAN, yang merupakan soko guru kebijakan politik luar negeri Indonesia.
Di ASEAN, Indonesia senantiasa mengambil peran aktif, di antaranya dengan terus mendorong peningkatan kerja sama maritim, manajemen perikanan, serta menjadi penggerak dan pelopor penguatan kerja sama ASEAN dalam pemberantasan IUU Fishing.
ADVERTISEMENT
Mendorong pembahasan isu penanggulangan IUU Fishing dalam berbagai forum kerja sama di ASEAN menjadi agenda utama Indonesia guna mengidentifikasi permasalahan yang ada dan mengeksplorasi potensi kerja sama untuk menangani isu IUU Fishing ini bersama.
Mengingat IUU Fishing bersifat lintas negara, dilakukan oleh kapal-kapal asing dengan ABK dari berbagai kewarganegaraan, termasuk di antaranya dari negara-negara ASEAN, maka tidak mungkin isu ini dapat ditanggulangi sendiri oleh satu negara.
ASEAN dalam hal ini, merupakan pintu pertama bagi perjuangan Indonesia untuk memberantas IUU Fishing baik di perairannya maupun di perairan sekitarnya.
Upaya Indonesia dalam Pencegahan dan Pemberantasan IUU Fishing di ASEAN
Upaya-upaya yang dilakukan Indonesia dalam memajukan kerja sama dan pembahasan isu IUU Fishing di ASEAN utamanya dilakukan melalui dua pilar, yakni pilar Politik dan Keamanan ASEAN dan pilar Ekonomi ASEAN.
ADVERTISEMENT
Pada pilar Politik dan Keamanan, pembahasan isu IUU Fishing difokuskan pada upaya membangun kesepamahaman bahwa isu IUU Fishing merupakan ancaman bersama yang memerlukan upaya dan komitmen politik bersama yang lebih kuat di ASEAN.
Sementara pada pilar Ekonomi, pembahasan isu IUU Fishing difokuskan pada peningkatan kerja sama manajemen perikanan secara berkelanjutan.
Pembahasan isu-isu mengenai IUU Fishing pada pilar Politik dan Keamanan sejauh ini masih diwarnai perbedaan kepentingan dan pemahaman mengenai pentingnya IUU Fishing di antara negara-negara anggota ASEAN.
Sebagian negara memandang bahwa upaya penguatan pemberantasan IUU Fishing yang diusung Indonesia di ASEAN berpengaruh negatif dan bahkan menjadi ancaman bagi pertumbuhan ekonomi mereka.
Negara-negara ini memiliki kepentingan untuk memperoleh ikan sebanyak-banyaknya, dan untuk itu tidak mengherankan mereka menerapkan soft law bagi penanganan IUU Fishing. Mereka terkesan “membiarkan” kapal-kapal nelayan mereka untuk menangkap ikan secara illegal di perairan negara lain.
ADVERTISEMENT
Sedangkan Indonesia, sebagai negara maritim yang telah terkena dampak panjang dari tindak kejahatan IUU Fishing, berkepentingan untuk melakukan konservasi terhadap sumber daya laut dan sumber daya perikanannya.
Adalah suatu kewajaran jika Indonesia memilih penegakan hukum yang kuat (tough law) untuk pemberantasan IUU Fishing. Mempertimbangkan dinamika seperti ini di ASEAN, upaya Indonesia mengenai pemberantasan IUU Fishing difokuskan pada:
(1) pembentukan wacana dan pemahaman (mainstreaming) bahwa IUU Fishing merupakan isu penting yang memerlukan upaya penanganan bersama di Kawasan Asia Tenggara;
(2) pembentukan wacana dan pemahaman bahwa tindak kejahatan pencurian ikan (illegal fishing) dalam banyak kasus berkaitan dengan kejahatan lintas negara terorganisir (trans-organized crime/TOC);
(3) penguatan kerja sama pemberantasan IUU Fishing, khususnya dengan Mitra Wicara ASEAN;
ADVERTISEMENT
(4) upaya mendorong negara-negara untuk melaksanakan kewajiban dan due diligence-nya dalam mencegah nelayan-nelayannya atau kapal-kapal penangkap ikan berbendera negaranya melakukan IUU Fishing di perairannya maupun Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) negara lain.
Upaya pembentukan wacana dan pemahaman (mainstreaming) mengenai pentingnya isu ini diantaranya dilakukan dengan memasukkan IUU Fishing dalam berbagai dokumen kebijakan dan kerja sama ASEAN.
Salah satu dokumen yang merupakan rujukan penting kerja sama IUU Fishing di ASEAN yang telah berhasil diupayakan Indonesia adalah APSC Blueprint 2025 di bawah rencana aksi B.6.2.vii, yang berbunyi:
“Expand ASEAN maritime cooperation to effectively combat transnational crimes such as maritime terrorism, smuggling of goods, people and weapons, drug trafficking, trafficking in persons, piracy, hijacking, armed robbery against ships, as well as to address transboundary challenges including oil spill incidents and illegal, unreported, and unregulated fishing, through concrete and practical activities, while maintaining the respective reporting lines.”
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2015, Indonesia juga telah memprakarsai disepakatinya EAS Statement on Enhancing Regional Maritime Cooperation yang mencakup 5 pilar kerja sama maritim di Kawasan. Dalam kerja sama tersebut, pemberantasan dan pencegahan IUU Fishing menjadi bagian penting yang berhasil disepakati.
Kerja sama terkait IUU Fishing dibahas dalam konteks penanganan isu-isu lintas batas (transboundary challenges), lingkungan laut (marine environment), serta kerja sama pencegahan produksi hasil-hasil perikanan jika dihasilkan dari aktifitas IUU Fishing.
Pada saat menjadi tuan rumah Pertemuan ASEAN Maritime Forum ke-6 dan Expanded ASEAN Maritime Forum (EAMF) ke-4 di Manado, September 2015, Indonesia secara khusus mengangkat pentingnya penanggulangan isu IUU Fishing.
Pada pertemuan ini, Indonesia kembali mengusulkan dibentuknya pengaturan regional penanggulangan IUUF dan mengajak negara-negara di Kawasan untuk mendukung inisiatif ini.
ADVERTISEMENT
Dalam mekanisme ASEAN Regional Forum (ARF), Indonesia telah berhasil memasukkan kerja sama penanganan IUU Fishing dalam dokumen kerja ARF di bidang keamanan maritim, yaitu ARF Work Plan on Maritime Security 2015-2017.
Sebagai implementasinya, Indonesia, bersama Amerika Serikat, telah menyelenggarakan 2 (dua) workshop terkait IUU Fishing, yakni ARF Workshop on Improving Fisheries Management di Honolulu pada Maret 2016 dan ARF Workshop on IUUF di Bali pada April 2016.
Sebagai kelanjutan dari kedua workshop tersebut, saat ini tengah diusulkan suatu pernyataan para menteri luar negeri ARF untuk menyoroti isu IUU Fishing.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, Indonesia semakin gencar mengupayakan penguatan kerja sama pemberantasan IUU Fishing dengan negara-negara Mitra Wicara ASEAN. Berbagai statement dan dokumen kerja sama dengan negara Mitra, telah diupayakan mengakui isu IUU Fishing menjadi bagian penting dan termasuk di dalamnya.
Sebagai contoh, Joint Statement of the ASEAN-U.S. Special Leaders’ Summit: Sunnylands Declaration yang disepakati pada Februari 2016 di AS. Selain itu, isu IUU Fishing telah masuk dalam Plan of Action (PoA), rujukan berbagai kegiatan, antara ASEAN dengan Mitra Wicaranya, seperti dalam ASEAN – US PoA, ASEAN – China PoA, ASEAN – Canada PoA, ASEAN – India PoA, ASEAN – New Zealand PoA, ASEAN – RoK PoA, ASEAN- Russia POA.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan upaya pada pilar Politik dan Keamanan ASEAN, pada pilar ekonomi, kerja sama antar negara ASEAN dalam bidang perikanan sudah lebih lama dilakukan dan difokuskan pada peningkatan kerja sama manajemen perikanan secara berkelanjutan.
Kerja sama perikanan di Asia Tenggara dimulai sejak tahun 1967, dengan dibentuknya Southeast Asia Fisheries Development Center (SEAFDEC) untuk mendorong pengembangan sektor perikanan secara berkelanjutan.
Kerja sama ini diperkuat dengan dibentuknya ASEAN Sectoral Working Group on Fisheries (ASWGFi), mekanisme Track I di ASEAN di bawah koordinasi Menteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN (ASEAN Ministers Meeting on Agriculture and Forestry/AMAF).
Kerja sama sektor perikanan secara berkelanjutan semakin berkembang dengan dibentuknya ASEAN Fisheries Consultative Forum (AFCF) dan ASEAN Fisheries Consultative Forum Body (AFCFB) dibawah kerangka ASEAN Working Group on Fisheries (ASWGFi) pada Oktober 2008.
ADVERTISEMENT
Dalam perwujudan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), perikanan merupakan salah satu sektor penting dalam kerangka kerja sama ASEAN mengingat potensi produksinya yang besar dan wilayah laut yang luas.
ASEAN berkontribusi sekitar 21,7 persen dari total produksi dunia. Dengan potensi yang sangat besar tersebut, koordinasi dan kerja sama antar negara ASEAN menjadi suatu keharusan sehingga dapat membudidayakan kekayaan laut secara harmonis.
​Dalam sektor ini, ASEAN telah menghasilkan beberapa kebijakan penting sebagai rujukan utama sektor perikanan ASEAN antara lain:
(1) Pedoman tentang penggunaan bahan kimia dalam pelaksanaan kegiatan perikanan budidaya (Guidelines for the Use of Chemical in Aquaculture and Measures to Eliminate the Use of Harmful Chemical);
(2) Pedoman sistem dokumentasi untuk menelusuri asal ikan tangkapan (ASEAN Catch Documentation Scheme/ACDS);
ADVERTISEMENT
(3) Pedoman pembentukan sistem database kapal-kapal ikan di Kawasan (Regional Record of Fishing Regional Fishing Vessel Record/RFVR);
(4) Pedoman tentang tata cara pelaksanaan budidaya ikan (ASEAN Good Aquaculture Practices/GAqP);
(5) Pedoman untuk upaya-upaya mencegah masuknya produk perikanan hasil IUU Fishing ke dalam supply chain (Regional Guidelines for Preventing the entry of Fish and Fishery Products from IUU Fishing into the Supply Chain).
Aturan-aturan kebijakan yang dituangkan dalam bentuk pedoman ini mengatur dan mendorong cara-cara perikanan yang berkelanjutan termasuk upaya-upaya mencegah masuknya produk perikanan hasil IUU Fishing ke dalam supply chain.
Selain 5 pedoman di atas, pada Pertemuan AMAF ke-37 di Makati Filipina pada September 2015, para Menteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN mengesahkan standard dan guidelines di bidang perikanan, yakni:
ADVERTISEMENT
Standard Operating Procedure (SOP) for the Live Movement of Aquatic Animals in ASEAN, Template on the Arrangement on the Equivalence of Fishery Products Inspection and Certification Systems, dan ASEAN Guidelines for Preventing the Entry of Fish and Fishery Products from IUU Fishing Activities into the Supply Chain.
Tantangan Pemberantasan IUU Fishing di ASEAN
Upaya peningkatan kerja sama pemberantasan IUU Fishing di ASEAN bukanlah hal mudah. Perbedaan kepentingan dan perbedaan pemahaman yang mendasar mengenai pentingnya IUU Fishing di ASEAN, sebagaimana dijelaskan di atas, merupakan tantangan utama dan mendasar dalam memajukan upaya ini di ASEAN.
Beberapa negara bahkan secara terbuka menolak usulan dan inisiatif Indonesia untuk membentuk intrumen regional yang mengikat dalam rangka memberantas IUU Fishing. Mereka khawatir inisiatif ini akan memberi dampak negatif bagi perekonomian negara mereka.
ADVERTISEMENT
Indonesia menyambut baik peringatan yang diberikan negara pasar seperti AS dan Uni Eropa kepada negara-negara yang dinilai tidak kooperatif dalam memberantas IUU Fishing, seperti Thailand.
Peringatan tersebut telah berhasil memberikan tekanan bagi negara-negara tersebut untuk memperbaiki sistem dan kebijakan nasional penanganan IUU Fishing mereka yang selama ini sangat lemah.
Meskipun demikian, sangat disayangkan, negara-negara tersebut lebih mempertimbangkan peringatan (warning) yang diberikan AS dan Uni Eropa dibanding meningkatkan komitmennya untuk bersama negara-negara ASEAN menjadikan Kawasan ini kawasan bebas dari aktifitas IUU Fishing.
Mereka tidak mengindahkan kerugian yang diderita Indonesia, negara tetangganya, akibat kapal-kapal ikan dari negara mereka yang melakukan tindak kejahatan pencurian ikan di perairan Indonesia.
Perbedaan kepentingan antar-negara ASEAN ini menjadikan upaya-upaya yang dilakukan Indonesia semakin tidak mudah, terlebih, ASEAN menerapkan mekanisme konsensus dalam pengambilan keputusannya.
ADVERTISEMENT
Selain perbedaan kepentingan, negara-negara ASEAN belum memiliki kesamaan pandangan terkait illegal fishing sebagai kejahatan. Hal ini menjadi tantangan tersendiri pada saat membahas IUU Fishing di ASEAN. IUU Fishing jelas-jelas merupakan kejahatan.
Bahkan, sebagaimana disebutkan dalam kajian UNODC mengenai dampak kejahatan perikanan terhadap industri perikanan dan lingkungan pada tahun 2011, dalam banyak kasus IUU Fishing terbukti terkait dengan kegiatan kelompok kejahatan lintas negara yang terorganisir, seperti pencucian uang, korupsi, perdagangan manusia dan narkoba, serta penyelundupan pekerja.
Tantangan lainnya adalah bentuk kerja sama perikanan di ASEAN, yang saat ini merupakan satu-satunya mekanisme yang dikhususkan untuk membahas isu perikanan di ASEAN, masih bersifat norm setting dengan menghasilkan pedoman dan SOP.
Pedoman dan SOP ini tidak bersifat mengikat (legally binding) melainkan berupa anjuran, sehingga efektifitas implementasi dari kerja sama tersebut masih sangat bergantung kepada kebijakan domestik masing-masing negara anggota ASEAN, tidak terukur, serta tidak dapat mencegah terjadinya IUU Fishing.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kerja sama pemberantasan IUU Fishing dalam ASEAN saat ini belum komprehensif. Kerja sama dalam bidang perikanan, meskipun dilakukan dalam kerangka mendukung upaya pemberantasan IUU Fishing, belum menyentuh isu penegakan hukum sehingga tindak kejahatan pencurian ikan masih terjadi.
Meskipun dengan upaya-upaya Indonesia, kerja sama untuk memasukkan IUU Fishing sebagai kejahatan yang perlu ditangani bersama, sudah mulai tersentuh dalam ASEAN.
Meskipun IUU Fishing telah diatur dalam berbagai instrumen internasional, namun aturan-aturan ini tidak bersifat mengikat, kecuali PSM Agreement yang baru mulai berlaku tanggal 5 Juni 2016 dan hanya mengatur peran port states.
Hal ini memberikan ruang bagi negara-negara untuk tidak memenuhi due diligence-nya untuk mencegah terjadinya aktifitas IUU Fishing. Selain itu, hingga saat ini masih banyak batas-batas maritim antar negara yang belum terselesaikan dan menjadi grey area yang sering dimanfaatkan untuk kegiatan IUUF.
ADVERTISEMENT
Peluang Indonesia dalam memajukan Pemberantasan IUU Fishing di ASEAN
Meskipun mendapatkan perlawanan dari beberapa negara di Kawasan, namun upaya terus menerus yang dilakukan Indonesia dalam memajukan kerja sama pemberantasan IUU Fishing di Kawasan terus mendapatkan perhatian dan dukungan, khususnya dari organisasi internasional seperti FAO, UNODC, INTERPOL, dan negara-negara maju seperti AS dan Uni Eropa.
Dapat dikatakan, saat ini Indonesia dipandang sebagai champion pemberantasan IUU Fishing di ASEAN dan di Kawasan.
Dari segi waktu, saat ini merupakan momentum yang tepat untuk terus memajukan kerja sama pemberantasan IUU Fishing di ASEAN dan di Kawasan.
Pada saat beberapa negara mendapatkan ‘kartu kuning’ dan peringatan oleh AS dan Uni Eropa akibat pelanggaran IUU Fishing yang mereka lakukan, Indonesia hadir dengan upaya untuk menawarkan jalan keluar bersama.
ADVERTISEMENT
Momentum ini juga menjadi tepat bagi Indonesia untuk mengambil kesempatan meningkatkan ekspor ikan/produk perikanan ke negara-negara pasar seperti AS dan Uni Eropa, mengingat negara-negara ASEAN lainnya tengah melakukan berbagai perbaikan dan sementara tidak dapat mengakses pasar AS, dan Uni Eropa.
Kesempatan ini tentunya harus disertai dengan upaya Indonesia meningkatkan kemampuannya dalam menjajakan produk perikanannya yang bebas IUU Fishing, sehingga dapat memenuhi standar dan skema yang ditetapkan AS dan Uni Eropa.
Hal ini memerlukan upaya lanjutan misalnya penguatan kapasitas nelayan-nelayan Indonesia, yang mayoritas adalah nelayan skala kecil dan tradisional. Penguatan kapasitas bagi nelayan dapat memanfaatkan secara optimal berbagai skema bantuan yang ditawarkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO), AS, dan Uni Eropa.
ADVERTISEMENT
Sebagai champion isu IUU Fishing di Kawasan, Indonesia menjadi salah satu negara rujukan penanganan isu IUU Fishing. Untuk itu, Indonesia perlu memperbaiki kebijakannya terkait IUU Fishing termasuk perbaikan sistem hukum dan legislasi nasional.
Perbaikan kebijakan dan sistem hukum ini diharapkan dapat menjembatani overlapping peran dan fungsi dari kementerian/lembaga yang menangani IUU Fishing di Indonesia.
Indonesia juga dipandang perlu segera menjadi bagian dari aturan internasional terkait-- seperti PSM Agreement. Percepatan proses Indonesia menjadi bagian PSM Agreement, secara otomatis akan membatu upaya Indonesia memberantas IUU Fishing.
Selain itu, sepatutnya kebijakan IUU Fishing menjadi bagian dari strategi nasional keamanan maritim yang komprehensif, koheren, dan terintegrasi. Mekanisme regional tidak akan efektif jika tidak diikuti dengan perbaikan-perbaikan di tingkat nasional.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana upaya Indonesia dalam memajukan isu HAM dan demokrasi di ASEAN, upaya Indonesia dalam memajukan kerja sama pemberantasan IUU Fishing di ASEAN merupakan diplomasi yang memerlukan waktu dan proses.
Pembentukan wacana dan pemahaman (mainstreaming) bahwa isu IUU Fishing merupakan isu penting yang memerlukan upaya bersama di kawasan dan upaya untuk mendorong negara-negara untuk melaksanakan kewajiban dan due diligence-nya, perlu dilakukan secara terus menerus.
Selain melalui ASEAN, upaya ini juga perlu dilakukan secara bilateral dan multilateral sehingga menjadi sinergi yang baik dalam rangka mewujudkan Negara Kepulauan yang berdaulat dan mandiri melalui pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang berkelanjutan.
* * *
Ditulis oleh Dara Yusilawati dan Risha Jilian Chaniago (Juni 2016)
ADVERTISEMENT