MAARIF Institute Sebar Idealisme Buya Syafii Melalui Sekolah Pemikiran

Konten dari Pengguna
28 Maret 2018 19:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari darraz sophy tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
MAARIF Institute Sebar Idealisme Buya Syafii Melalui Sekolah Pemikiran
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada 27 Maret 2018 MAARIF Institute menyelenggarakan seminar dan peluncuran Program Sekolah Pemikiran Maarif dengan tema “Memposisikan Peran dan Pemikiran Buya Ahmad Syafii Maarif Dalam Peta Pembaharuan Pemikiran Islam di Indonesia”.
ADVERTISEMENT
Acara yang berlokasi di Aula KH. Ahmad Dahlan, Gedung Dakwah Muhammadiyah, ini menghadirkan Prof. Dr. M. Amin Abdullah (Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta dan Dewan Pembina MAARIF Institute) sebagai pemberi Pidato Kunci, Dr. Abdul Mu’ti (Sekum PP. Muhammadiyah), Dr. Budhy Munawar-Rachman (The Asia Foundation), dan Dr. Zuly Qodir (Peneliti Senior MAARIF Institute) sebagai pembicara. Acara ini dimoderatori oleh Moh. Shofan (Kordinator Program Sekolah Pemikiran Maarif).
Menurut Muhammad Abdullah Darraz, Direktur Eksekutif MAARIF Institute, Program Sekolah Pemikiran Maarif, ini dimaksudkan untuk melakukan kaderisasi intelektual sekaligus melembagakan gagasan dan cita-cita sosial, Buya, baik di ranah keislaman maupun kenegaraan yang mengusung nilai-nilai keterbukaan, kesetaraan dan kebhinekaan.
“Buya seringkali secara jernih menyampaikan pandangan kritisnya terhadap berbagai permasalahan keagamaan, kebangsaan, dan kemanusiaan yang seringkali menyimpang dari rel yang seharusnya”, ungkap Darraz.
ADVERTISEMENT
Sikap dan pandangan kritis Buya seperti ini yang perlu kita tularkan dan sebarluaskan di kalangan generasi muda, MAARIF Institute sebagai lembaga yang didirikan untuk menerjemahkan berbagai ide-ide besar Buya Syafii, merasa memiliki tanggung jawab besar untuk itu.
Sementara Prof. Amin Abdullah, dalam pidato kunci mengatakan bahwa dua kata kunci untuk memahami horizon pemikiran Islam, Buya Ahmad Syafii Maarif, yaitu bagaimana umat Islam memperlakukan Al-Qur’an sebagai kitab suci yang bermuatan pedoman etika sosial dan pentingnya Ilmu pengetahuan bagi umat Islam.
Ungkapan yang biasa digunakan Buya Syafii adalah “Mari kita berdialog dengan al-Qur’an” dan “Muhammadiyah sebagai Gerakan Ilmu”. Menurut Amin, dua untaian kata yang dicoba diramu ulang dari gurunya Fazlur Rahman, sewaktu mengambil program Ph.D di Chicago, tahun 70-80an, telah mengubah jalan pikiran dan pandangan hidup Buya, dari yang semula agak Maududian ke Rahmanian.
ADVERTISEMENT
Amin juga mengatakan, dalam konteks perkembangan Pemikiran Islam kontemporer pendekatan pembaharuan metode tafsir dan hukum Islam, yang tampak pada sosok dan figur intelektual Buya Ahmad Syafii Maarif adalah—seraya meminjam perspektif teoritik dari kedua intelektual Muslim kontemporer, Abdullah Saeed dan Jasser Auda—bercorak progressif-ijtihadi.
Buya tidak meninggalkan nash Al-Qur’an, tapi sebaliknya,justru nash Al-Qur’an lah yang menjadi partner dialognya dan inspirator utamanya lewat tafsir tematik yang terilhami dari gurunya Fazlur Rahman. Sedang ‘Gerakan Ilmu’ yang Buya impikan, jelas Amin, rasanya masih jauh dari kenyataan, karena syarat-syarat metodologis dan kelembagaan pendidikan agama dan pendidikan Islam di tanah air masih belum mendukung tercapainya impian itu.
Senada dengan yang disampaikan oleh Amin Abdullah, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti berpendapat bahwa sebenarnya sosok Syafii Maarif lebih mengedepankan pembangunan visi masyarakat yang berakhlak dan berilmu.
ADVERTISEMENT
Mu’ti mencatat bahwa tema besar yang dibawa dalam gagasan Syafii Maarif setidaknya terdapat dua hal, yakni pembacaan Al-Qur’an sebagai pedoman etika, dan pembacaan Al-Qur’an secara dialogis sebagai pedoman keilmuan.
“Pak Syafii itu sering mengutip Al-Qur’an. Keberanian beliau memperbincangkan Al-Qur’an sebagai kekuatan moral tidak pernah bergeser,” jelasnya. Mu’ti mencontohkan bahwa seringkali di saat ada isu sensitif dan banyak tokoh yang lebih mencari aman dengan cara diam, Buya Syafii justru berkomentar dengan membawa semangat kontekstualisasi ayat-ayat di dalam Al-Qur’an.
Sementara Budhy Munawar-Rachman, yang notabene adalah murid ideologis Cak Nur, mengatakan Buya dan Cak Nur, sama-sama punya komitmen terhadap isu-isu keislaman, dan keindonesiaan. Hanya saja, lanjutnya, Buya lebih Rahmanian daripada Cak Nur.
ADVERTISEMENT
Budhy berharap Program Sekolah Pemikiran Maarif harus memikirkan secara serius bagaimana dimensi kemanusiaan yang digagas oleh Buya lebih kuat. Pun isu-isu yang dikembangkan dalam kurikulum nantinya harus lebih bercorak beyond Syafii, dengan mengkaji berbagai persoalan yang mungkin belum secara jernih dibicarakan dan di[ikirkan oleh Buya. Hal ini yang akan menjadi pembeda antara Sekolah Pemikiran Maarif dengan sekolah-sekolah lainnya.
Memformulasikan Peta Intelektualisme Buya Syafii
Buya Syafii Maarif (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Buya Syafii Maarif (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
Adapun tujuan diadakannya kegiatan Sekolah Pemikiran Maarif ini adalah untuk mensosialisasikan dan menyemai pemikiran Buya dengan mengacu pada tema-tema pokok pemikirannya, utamanya gagasan dan ide tentang keislaman, keindonesiaan dan kemanusiaan. Juga melakukan kaderisasi intelektual, baik di lingkungan akademis, dan komunitas-komunitas intelektual serta masyarakat secara umum.
Program yang akan digelar sampai bulan Juli 2018 itu ditujukan bagi para mahasiswa S1 akhir, yang sudah lulus S1, sampai yang hendak menyusun tesis S2 dari seluruh pelosok Indonesia. Untuk mengikutinya, para calon siswa yang tertarik harus membuat esai mengenai tema-tema yang telah ditentukan dengan mencantumkan sejumlah sumber bacaan minimal lima buku karya Syafii Maarif.
ADVERTISEMENT
“Sepuluh sampai limabelas siswa yang terpilih akan dikarantina secara khusus selama 10 hari untuk kegiatan short course,” ujar Shofan.“Selain itu, setiap peserta yang terpilih akan didampingi oleh dua sampai tiga fasilitator,” imbuhnya. Kendati Syafii Maarif merasa pemikirannya belum layak untuk dikembagakan, menurut Shofan sikap Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2000-2005 itu tidak lain adalah bentuk kerendah hatian Syafii.
Untuk memperoleh informasi lebih lanjut mengenai Program Sekolah Pemikiran MAARIF ini, public bisa mengaksesnya melalui http://maarifinstitute.org/sekolah-maarif/