Peluang Middle-Middle Cooperation RI Lewat Kunjungan Asia Timur Jokowi 2022

Darynaufal Mulyaman
Dosen Prodi HI UKI Jakarta dan Research Fellow di INADIS
Konten dari Pengguna
28 Juli 2022 21:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Darynaufal Mulyaman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Kunjungan kerja Presiden Jokowi ke Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan dapat dimanfaatkan sebagai perkembangan agenda Middle-Middle Cooperation RI.

Ilustrasi Asia Timur (Svetlana Gumerova/Unsplash.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Asia Timur (Svetlana Gumerova/Unsplash.com)
ADVERTISEMENT
Berlangsungnya kunjungan kerja Presiden Jokowi ke negara-negara di Asia Timur pada akhir Juli 2022 merupakan rangkaian kunjungan kenegaraan presiden. Presiden Jokowi akan melakukan kunjungan ke Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Jepang, dan Korea Selatan secara berurutan untuk agenda kunjungannya kali ini. Hubungan Indonesia dengan negara-negara Asia Timur secara politik dan ekonomi adalah hubungan yang intensif. Walaupun secara tingkat ekonomi, negara-negara Asia Timur adalah negara dengan ekonomi yang bisa digolongkan lebih maju dibandingkan dengan ekonomi Indonesia, tetapi dengan bonus demografi dan proyeksi ekonomi, Indonesia diharapkan dapat sejajar dalam beberapa dekade ke depan.
ADVERTISEMENT
Kondisi ekonomi global secara umum sedang mengalami kontraksi. Terlebih, benturan antar negara seperti sudah tidak bisa dihindarkan lagi. Konflik Rusia dan Ukraina yang berkecamuk sejak awal tahun ini membuat ekonomi internasional seperti kacau dan hubungan internasional terpecah kembali menjadi beberapa kubu. Kubu pendukung Ukraina, pendukung Rusia, dan netral. Kubu pendukung Ukraina, didominasi oleh negara-negara Pakta Keamanan Atlantik Utara (NATO) dan aliansinya. Negara anggota NATO adalah negara-negara “Barat” dalam spektrum politik internasional. Sementara negara-negara pendukung Rusia didominasi oleh negara-negara anti rezim "Barat", seperti Tiongkok, Suriah, dan Iran. Selain itu, terdapat juga negara-negara netral, seperti India.
Negara-negara “Barat” ini sering diidentifikasi menjadi negara-negara “Utara” karena kondisi geografisnya. Kondisi ini secara geografis terpisahkan oleh garis khatulistiwa. Negara-negara “Utara” tersebut pada umumnya memiliki kondisi ekonomi yang lebih maju daripada negara lain di wilayah “Selatan” bumi. Pada umumnya negara ini memiliki kondisi ekonomi yang masih berkembang, seperti Indonesia, Brazil, dan Argentina. Banyak akademisi yang mencoba menjelaskan dinamika kerja sama antara negara “Utara dan Selatan”, seperti kajian kerja sama “Utara-Utara”, “Utara-Selatan”, dan “Selatan-Selatan”.
ADVERTISEMENT
Konflik Rusia-Ukraina, membuat kerja sama negara “Utara-Utara”, “Utara-Selatan”, dan “Selatan-Selatan” seperti terdikotomi kembali akibat munculnya blok baru hasil perkembangan dinamika politik internasional yang ada. Kerja sama negara “Utara-Utara”, “Utara-Selatan”, dan “Selatan-Selatan”seperti terdisrupsi dan tidak berjalan optimal.
Walaupun demikian, selayaknya level, ekonomi negara-negara di dunia juga dapat digolongkan. Golongan ini dapat membagi ekonomi negara menjadi ekonomi yang maju, berkembang, dan tertinggal. Ekonomi negara-negara berkembang, dapat dipisahkan lagi menjadi negara industri baru (Newly Industrialized Countries, negara yang cukup maju tetapi bila dibandingkan dengan negara ekonomi maju, ekonominya masih sedikit tertinggal) seperti Tiongkok dan Korea Selatan, dan negara ekonomi berkembang yang sedang menanjak (Emerging Economies). Indonesia termasuk dalam negara ekonomi berkembang yang sedang menanjak. Umumnya negara-negara dengan ekonomi yang sedang berkembang adalah negara-negara dengan tingkat ekonomi menengah atau Middle Income Countries. Kerja sama antar level ekonomi negara jauh lebih banyak terjadi daripada kerja sama antar kawasan yang biasanya lebih didominasi oleh negara tetangga dari sebuah negara saja.
ADVERTISEMENT
Indonesia mengalami hambatan ekonomi akibat konflik Rusia-Ukraina. Hal ini ditandai dengan persaingan pengaruh antara Rusia dan Amerika Serikat kepada ekonomi Indonesia, seperti peluang kerja sama, kesepakatan ekonomi, dan lain sebagainya. Terdikotominya ruang gerak diplomasi kerja sama “Utara-Selatan” Indonesia semenjak konflik Rusia-Ukraina berlangsung, dapat dimaknai dengan perubahan haluan kerja sama ekonomi dengan pihak alternatif yang tetap menguntungkan Indonesia.
Tiongkok dan Korea Selatan sebagai negara industri maju yang akhir-akhir ini sangat intensif mendalami hubungan bilateral dengan Indonesia, dapat dimaksimalkan peluang kerja samanya secara lebih intesif. Diplomasi netral Indonesia seperti rangkaian kunjungan Presiden Jokowi mengunjungi Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan pada akhir Juli 2022, membuat kerja sama negara-negara menengah seharusnya dapat diaplikasikan dengan lebih baik. Tidak lagi terbatas pada “Utara-Selatan” dan fragmen mendukung-menolak pada konteks konflik Rusia-Ukraina.
ADVERTISEMENT
Kerja sama antar negara menengah atau Middle-Middle Cooperation, sudah seharusnya dapat menjadi alternatif bagi Indonesia yang mempunyai modal yang cukup di tengah pertumbuhan ekonomi yang membaik pasca pandemi Covid-19. Negara-negara menengah yang terletak di berbagai wilayah geografis bumi, dapat menjadi agregator baru dalam pertumbuhan ekonomi global. Misal, negara menengah yang terletak di “Utara” seperti Korea Selatan, Turki, Polandia, Meksiko, dan Romania dan negara-negara “Selatan” seperti Indonesia dan Brazil, secara politik dapat menyajikan hubungan ekonomi yang lebih stabil serta tidak memiliki ruang gerak yang sempit.
Kerja sama “Menengah-Menengah” dapat dimaknai seperti kerja sama “Utara-Selatan” tetapi dengan padanan ekonomi yang lebih setara sehingga diharapkan peluang-peluang ekonomi lebih banyak tercipta akibat kondisi ekonomi yang tidak terlalu jauh keberadaannya. Lalu, dengan tidak adanya konflik politik di antara negara-negara ini, kestabilan menjadi sebuah pilihan absolut untuk perkembangan ekonomi pasca Covid-19.
ADVERTISEMENT
Kunjungan Presiden Jokowi pada akhir Juli 2022 ke Asia Timur, seharusnya dapat dimaknai sebagai inisiasi kerja sama “Menengah-Menengah” yang lebih intensif dan netral. Middle-Middle Cooperation sudah seharusnya dapat menjadi arus utama pilihan ekonomi bagi negara-negara berkembang di dunia. Seperti pada konteks Indonesia yang melakukan pendekatan kembali pada Tiongkok dan Korea Selatan. Tiongkok adalah sekutu dekat Rusia yang merupakan oposisi utama pada konflik Rusia-Ukraina.
Sementara, Korea Selatan, merupakan sekutu dekat Amerika Serikat yang merupakan pendukung utama Ukraina dalam konflik Rusia-Ukraina. Melalui Middle-Middle Cooperation, Indonesia seperti mengunci negara-negara pada kepentingan yang lebih umum, seperti pertumbuhan dan perkembangan ekonomi global pasca Covid-19.