Memahami Gempa Tektonik di Mamasa, Sulawesi Barat

Dr. Daryono, S.Si., M.Si
Kabid Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Peneliti Bidang Geofisika | VP Himpunan Ahli Geofisika Indonesia Divisi Mitigasi Bencana Kebumian
Konten dari Pengguna
9 November 2018 13:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dr. Daryono, S.Si., M.Si tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi gempa (Foto: kumparan/Nunki Pangaribuan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gempa (Foto: kumparan/Nunki Pangaribuan)
ADVERTISEMENT
Dalam sepekan terakhir, wilayah Mamasa, Sulawesi Barat diguncang gempa tektonik yang beruntun. Hingga Jumat (9/11), aktivitas gempa masih terjadi. Berdasarkan data monitoring Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), total aktivitas gempa Mamasa selama 6 hari, sejak 3 November 2018, tercatat ada 217 gempa. Sebanyak 39 gempa di antaranya merupakan gempa yang guncangannya dirasakan oleh masyarakat.
ADVERTISEMENT
Memperhatikan tren frekuensi gempa Mamasa, ada kecenderungan peningkatan aktivitas kegempaan di wilayah ini. Jika jumlah gempa pada 3 hari pertama hanya sebanyak 31 gempa, maka pada 3 berikutnya aktivitas gempa melonjak drastis menjadi 116 gempa.
Artinya, dalam waktu sepekan telah terjadi peningkatan aktivitas gempa sangat signifikan. Aktivitas gempa paling banyak terjadi pada Kamis (8/11) mencapai sebanyak 67 gempa dalam sehari.
Ditinjau dari kekuatannya, aktivitas gempa yang terjadi sebenarnya didominasi oleh gempa dengan magnitudo kurang dari 4,0. Dari seluruh gempa yang terjadi hanya tiga gempa saja memiliki magnitudo 5,0.
Jumlah distribusi gempa bumi Mamasa dan sekitarnya, dari 3 November hingga 9 November 2018.  (Foto: BMKG)
zoom-in-whitePerbesar
Jumlah distribusi gempa bumi Mamasa dan sekitarnya, dari 3 November hingga 9 November 2018. (Foto: BMKG)
Jika mencermati sebaran pusat gempanya, tampak ada kesesuaian dengan keberadaan struktur Sesar Saddang. Klaster sebaran gempa masih terkonsentrasi pada zona jalur sesar. Ini merupakan fakta bahwa aktivitas gempa Mamasa berkaitan erat dengan reaktivasi Sesar Saddang.
ADVERTISEMENT
Dalam Peta Geologi Sulawesi, jalur Sesar Saddang tampak melintas dari pesisir Pantai Mamuju, Sulawesi Barat, memotong diagonal melintasi Sulawesi Selatan bagian Tengah, lalu ke Sulawesi Selatan bagian Selatan, selanjutnya bersambung dengan Sesar Walanae.
Di Mamasa, perlintasan jalur Sesar Saddang ini berarah barat laut-tenggara. Pada segmen inilah gempa beruntun terjadi. Berdasarkan mekanismenya, Sesar Sadang pada segmen ini merupakan sesar mendatar mengiri (sinistral strike-slip).
Hasil analisis mekanisme sumber beberapa gempa signifikan yang terjadi di Mamasa, menunjukkan adanya kesamaan mekanisme yaitu sesar mendatar (strike-slip) dengan pergerakan mengiri. Sehingga beralasan jika peningkatan aktivitas gempa di Mamasa saat ini berkaitan dengan aktivitas Sesar Saddang.
Peta distribusi gempa bumi Mamasa dan sekitarnya, dari 3 November hingga 9 November 2018. (Foto: BMKG)
zoom-in-whitePerbesar
Peta distribusi gempa bumi Mamasa dan sekitarnya, dari 3 November hingga 9 November 2018. (Foto: BMKG)
Ada beberapa sebab yang diduga melatarbelakangi aktivitas gempa beruntun ini. Pertama, struktur Sesar Saddang dikenal sebagai sesar aktif, tetapi sudah lama tidak memicu gempa signifikan. Sehingga wajar jika sesar ini berada dalam fase akumulasi stress dan saatnya melepaskan energi yang dimanifestasikan sebagai aktivitas gempa yang beruntun kejadiannya.
ADVERTISEMENT
Kedua, ada dugaan bahwa meningkatnya aktivitas kegempaan Mamasa terpicu oleh gempa kuat 7,4 magnitudo yang baru saja terjadi di Palu dan Donggala. Sangat mungkin bilamana transfer stress statis yang positif dan besar mereaktivasi Sesar Saddang yang letaknya di sebelah Selatan Sesar Palu Koro. Hasil analisis Static Coulomb Stress Changes gempa Palu-Donggala dapat menjelaskan fenomena picuan gempa ini.
Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan. Pertama, efek direktivitas gempa Palu dan Donggala ke arah selatan sesuai arah propagasi rekahan (rupture) Sesar Palu-Koro. Kedua, pergeseran sesar sangat cepat (super shear) diyakini dapat menimbulkan efek pemicuan di zona sesar lain di luar Sesar Palu-Koro. Ketiga, sistem sesar dengan mekanisme mendatar (strike slip fault) akan menghasilkan stress statis di ujung-ujung sesarnya, kebetulan Sesar Saddang lokasinya tepat di selatan Sesar Palu Koro.
ADVERTISEMENT
Meskipun belum ada laporan terjadinya kerusakan bangunan rumah sebagai akibat dampak gempa, tetapi dengan seringnya terjadi gempa dirasakan telah menjadikan masyarakat Mamasa menjadi resah. Hal ini wajar karena wilayah Mamasa selama ini termasuk kawasan aktivitas kegempaan rendah (low seismicity) dan catatan gempa merusak di daerah ini sangat jarang. Sehingga wajar jika masyarakat setempat menjadi resah akibat adanya aktivitas gempa yang dinilai tidak lazim ini.
Untuk menciptakan ketenangan masyarakat di Mamasa, BMKG sudah memberangkatkan tim survei untuk memberikan penjelasan dan sosialisasi mitigasi gempa di Mamasa. Ini penting agar masyarakat setempat menjadi lebih waspada dan memahami cara-cara selamat dalam menghadapi gempa. Kepada masyarakat Mamasa dan sekitarnya diimbau agar tetap tenang dan waspada, tidak mudah terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Semoga aktivitas gempa yang terus terjadi ini segera berakhir.*
ADVERTISEMENT
Jakarta, 9 November 2018
Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG
DARYONO