Memahami Karakteristik Gempa Pendahuluan di Jalur Megathrust

Dr. Daryono, S.Si., M.Si
Kabid Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Peneliti Bidang Geofisika | VP Himpunan Ahli Geofisika Indonesia Divisi Mitigasi Bencana Kebumian
Konten dari Pengguna
12 Agustus 2019 19:13 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dr. Daryono, S.Si., M.Si tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Peta Seismisitas Indonesia. Foto: Daryono/BMKG
zoom-in-whitePerbesar
Peta Seismisitas Indonesia. Foto: Daryono/BMKG
ADVERTISEMENT
Hasil monitoring BMKG menunjukkan bahwa sejak awal Agustus 2019 telah terjadi rentetan aktivitas gempa bumi di Busur Subduksi Sunda. Aktivitas gempa signifikan ini tersebar dari Segmen Megathrust Mentawai-Siberut hingga Segmen Megathrust Sumba.
ADVERTISEMENT
Diawali dengan peristiwa gempa 6,9 magnitudo yang kuat dan merusak di Banten pada 2 Agustus 2019, hingga hari ini rentetan gempa masih terus mengguncang. Hari ini saja, sudah 2 kali wilayah selatan Bali dan Banyuwangi diguncang gempa berkekuatan 4,9 magnitudo.
Sejak awal Agustus 2019, tercatat sudah lebih dari delapan kali terjadi gempa signifikan di Busur Subduksi Sunda:
2 Agustus 2019 Gempa Selatan Banten 6,9 magnitudo.
3 Agustus 2019 Gempa Sukabumi 4,4 magnitudo.
9 Agustus 2019 Gempa Sumba 4,3 magnitudo.
10 Agustus 2019 Gempa Tasikmalaya dan Pangandaran 4,0 magnitudo.
10 Agustus 2019 Gempa Tasikmalaya dan Pangandaran 5,1 magnitudo.
11 Agustus 2019 Gempa Pariaman 5,2 magnitudo.
11 Agustus 2019 Gempa Selatan Selat Sunda 5,1 magnitudo.
ADVERTISEMENT
12 Agustus 2019 Gempa Selatan Bali dan Banyuwangi 4,9 magnitudo.
Ilustrasi gempa bumi. Foto: Getty Images
Rentetan gempa ini sangat menarik dicermati. Seluruh gempa berpusat di Zona Subduksi. Memang ada variasi kedalaman hiposenternya, dalam hal ini ada pusat gempa yang sangat dangkal bersumber di zona subduksi muka (front subductioan) tetapi ada juga yang berada di kedalaman menengah di zona transisi antara zona Megathrust dan Benioff.
Fenomena rentetan gempa yang terus terjadi ini memancing perhatian masyarakat dan awak media yang terus menanyakan ke BMKG, fenomena apakah ini? Mengapa aktivitas gempa di zona subduksi akhir-akhir ini sangat aktif? Sebagian dari mereka malah lebih kritis dengan menanyakan apakah rentetan gempa ini merupakan aktivitas gempa pendahuluan (foreshocks)?
Tentu saja sangat sulit untuk menjawab pertanyaan semacam ini. Namun demikian, hasil monitoring BMKG memang menunjukkan adanya klaster yang mencolok terkait adanya peningkatan aktivitas seismik: (1) zona selatan Bali dan Banyuwangi, (2) Zona Cilacap dan Pangandaran, dan (3) Selat Sunda. BMKG akan terus memonitor aktivitas seismik yang terjadi khususnya di tiga zona duga aktif tersebut dan hasilnya akan segera diinformasikan kepada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Jika kita mencermati peristiwa gempa besar di seluruh dunia memang dapat diamati gempa pendahuluannya. Fakta ini dapat kita lihat sebelum peristiwa Gempa Aceh 2004, Gempa Tohuku 2011, dan Gempa Chili 2014. Semua gempa besar ini didahului oleh serangkaian gempa pendahuluan.
Penjelasan terkait gempa pendahuluan tampaknya diperlukan agar tidak terus menjadi tanda tanya yang menggelayuti masyarakat. Dari beberapa hasil kajian, kita juga dapat mengidentifikasi beberapa karakteristik aktivitas gempa pendahuluan.
Pertama, gempa pendahuluan biasanya terjadi di zona dengan nilai “B-value” rendah. Nilai “B-value” rendah artinya di zona itu masih menyimpan tegangan yang tinggi, yang berpotensi terjadi gempa besar.
Kedua, di zona tersebut ada fenomena migrasi percepatan titik hiposenter yang semakin cepat menuju titik inisiasi lokasi estimasi gempa utama. Selain itu juga teridentifikasi adanya “repeating earthquakes”. Cirinya gempa ini berulang-ulang dan terjadi di segmen tersebut.
ADVERTISEMENT
Secara sederhananya, ini menunjukkan ada sebuah proses yang semakin lama semakin intensif sebelum muncul gempa utamanya (mainshock). Aktivitas ini mirip kalau kita mau mematahkan kayu, perlahan-lahan ada retakan-retakan kecil sebelum benar-benar terpatahkan.
Namun, apakah fenomena rentetan gempa akhir-akhir ini sudah mengarah tanda-tanda seismisitas mengarah ke arah sana?
Hal ini juga masih sulit dijawab karena data aktivitas gempa yang terjadi belum cukup untuk disimpulkan. BMKG akan terus melakukan monitoring dengan memfokuskan di zona-zona duga aktif tersebut di atas.
Kita akan terus amati polanya secara spasial dan temporal. Satu hal yang penting diingat bahwa tidak semua klaster aktif akan berujung kepada terjadinya gempa besar, meskipun setiap gempa besar selalu didahului oleh serangkaian aktivitas gempa pendahuluan.
ADVERTISEMENT
Jakarta, 12 Agustus 2019
Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG
Dr. DARYONO