Pentingnya Evakuasi Mandiri Tsunami

Dr. Daryono, S.Si., M.Si
Kabid Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Peneliti Bidang Geofisika | VP Himpunan Ahli Geofisika Indonesia Divisi Mitigasi Bencana Kebumian
Konten dari Pengguna
12 Oktober 2018 18:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dr. Daryono, S.Si., M.Si tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Seorang wanita memegang boneka kelinci yang ditemukan di rumahnya yang hancur akibat gempa bumi. Dia mangaku telah kehilangan ketiga anaknya dalam kejadian tersebut. (Foto: REUTERS / Jorge Silva)
zoom-in-whitePerbesar
Seorang wanita memegang boneka kelinci yang ditemukan di rumahnya yang hancur akibat gempa bumi. Dia mangaku telah kehilangan ketiga anaknya dalam kejadian tersebut. (Foto: REUTERS / Jorge Silva)
ADVERTISEMENT
Belum usai penanganan bencana gempa di Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB), menyusul gempa berkekuatan 7,4 magnitudo menguncang wilayah Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah. Gempa bumi yang terjadi pada 28 September 2018 petang pukul 18.02 WITA tersebut tidak saja menimbulkan kerusakan yang parah, tetapi juga menimbulkan dampak bencana lain, yaitu tsunami dan likuefaksi.
ADVERTISEMENT
Tsunami dilaporkan menerjang seluruh kawasan Teluk Palu dan merusak permukiman pantai. Meskipun peringatan dini tsunami sudah disebarluaskan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), tetapi tsunami tetap menelan korban jiwa, karena peringatan dini tsunami tidak sampai ke masyarakat akibat terganggunya infrastruktur diseminasi akibat guncangan gempa kuat.
Perlu kita ketahui bahwa kawasan pesisir pantai yang dekat dengan sumber gempa dapat berpotensi membuat sistem peringatan dini tsunami kurang dapat bekerja efektif. Dalam hal ini peringatan dini sebenarnya masih berfungsi sebagai pemberi informasi gempa bumi berpotensi tsunami dan pengakhiran peringatan dini tsunami.
Suasana jalan di Palu Utara pasca gempa berkekuatan 7,4 Magnitudo dan tsunami yang menghancurkan bangunan di wilayah tersebut. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana jalan di Palu Utara pasca gempa berkekuatan 7,4 Magnitudo dan tsunami yang menghancurkan bangunan di wilayah tersebut. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Dalam kasus tsunami Palu, waktu tiba tsunami di pantai Teluk Palu sangat singkat, hanya sekitar 8 menit setelah gempa. Jika waktu yang dibutuhkan oleh analisis di BMKG untuk menyiapkan peringatan dini membutuhkan waktu 5 menit, maka hanya tersisa waktu 3 menit saja untuk evakuasi.
ADVERTISEMENT
Dengan asumsi infrastruktur diseminasi pada subsistem peringatan dini berfungsi dengan baik dan warning sampai kepada masyarakat, tetapi apa yang dapat dilakukan oleh masyarakat pantai dengan ketersediaan waktu hanya 3 menit?
Untuk itu perlu dipahami bersama bahwa bagi masyarakat yang bermukim di kawasan pesisir dekat sumber gempa maka sangat berisiko jika hanya mengandalkan sistem peringatan dini tsunami.
Sistem peringatan dini pada dasarnya hanyalah melengkapi warning yang diberikan oleh alam. Gempa bumi adalah peringatan dini alami yang sudah disiapkan oleh Sang Pencipta alam semesta.
Wilayah Indonesia timur banyak pantai dan pulau-pulau kecil yang berhadapan dengan sumber gempa kuat. Konsep evakuasi mandiri tampaknya menjadi pilihan tepat dan efektif untuk menyelamatkan masyarakat dari ancaman tsunami. Evakuasi mandiri dengan menjadikan guncangan gempa kuat sebagai peringatan dini tsunami alami dapat menjamin keselamatan masyarakat jika diterapkan.
ADVERTISEMENT
Sehingga jika merasakan gempa kuat di pantai, maka segeralah pergi menjauh dari pantai. Apakah gempa akan memicu tsunami atau tidak, tidak menjadi masalah, yang penting jiwa sudah selamat. Ini perlu edukasi, latihan berkelanjutan, dan selanjutnya dibudayakan.
Sebenarnya sebagian masyarakat kita sudah memiliki kearifan lokal terkait praktik evakuasi mandiri dan sistem peringatan dini tsunami alami. Kisah smong di Pulau Simeulue Provinsi Aceh merupakan bukti nyata bahwa smong telah terbukti efektif menyelamatkan masyarakat dari ancaman tsunami Aceh 2004 dan peristiwa tsunami sebelumnya di masa lalu.
ADVERTISEMENT
Pulau Simeulue sejak dulu sering diguncang gempa dan diterjang tsunami. Dari sinilah kemudian cerita smong lahir. Istilah smong dalam bahasa Simeulue artinya imbauan untuk segera berlari menjauh dari pantai atau lari ke arah bukit setelah terjadi gempa karena sebentar lagi terjangan tsunami akan datang.
Kisah smong ini sudah terbukti nyata telah menyelamatkan masyarakat pantai dan pesisir Simeulue sejak zaman dulu.
Belajar dari suksesnya kearifan lokal smong dan fakta terbatasnya “waktu emas” untuk evakuasi, maka edukasi pentingnya evakuasi mandiri bagi masyarakat pesisir menjadi hal yang mendesak untuk direalisasikan. Ini semua demi menyelamatkan masyarakat pesisir kita supaya tidak jatuh korban lagi saat terjadi tsunami.