Penyelamatan Diri dari Gempa di Gedung Bertingkat

Dr. Daryono, S.Si., M.Si
Kabid Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Peneliti Bidang Geofisika | VP Himpunan Ahli Geofisika Indonesia Divisi Mitigasi Bencana Kebumian
Konten dari Pengguna
13 Oktober 2018 5:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dr. Daryono, S.Si., M.Si tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Gempa Bumi (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gempa Bumi (Foto: Shutterstock)
ADVERTISEMENT
Gempa Lebak, Banten berkekuatan 6,1 Skala Richter (SR) yang mengguncang Jakarta pada 23 Januari 2018 lalu, sebenarnya meninggalkan pesan penting bagi Jakarta. Sebuah pesan dari alam semesta yang mengingatkan kita semua bahwa Jakarta sebenarnya tidak aman dari bahaya gempa.
ADVERTISEMENT
Pesan akan rawannya Jakarta terhadap gempa juga tertulis dalam sejarah. Menurut catatan Arthur Wichman, Jakarta sudah 2 kali dilanda gempa merusak. Gempa Batavia yang terjadi pada 5 Januari 1699 menyebabkan 28 orang meninggal dan merusak 49 rumah bangunan Belanda. Selanjutnya pada 22 Januari 1780, gempa kembali terjadi di Batavia dan merobohkan Observatorium Mohr. Data tersebut kiranya cukup menyimpulkan bahwa Jakarta memang rawan gempa.
Meskipun hingga saat ini belum teridentifikasi adanya sumber gempa di wilayah Jakarta, namun secara tektonik ada 3 sumber gempa yang potensinya dapat berdampak hingga Jakarta. Zona sumber gempa tersebut adalah: (1) zona megathrust di selatan Jawa Barat, (2) zona megathrust di selatan Selat Sunda, dan (3) sesar-sesar aktif di daratan seperti Sesar Baribis, Sesar Lembang, dan Sesar Cimandiri.
ADVERTISEMENT
Gempa Lebak 23 Januari 2018 akhirnya mampu mengubah persepsi warga Jakarta. Sudah sekitar 2 abad lamanya Jakarta tidak lagi terjadi gempa merusak. Hal ini rupanya mampu membangun persepsi masyarakat bahwa Jakarta merupakan kawasan aman gempa. Tetapi, persepsi tersebut ternyata keliru, karena guncangan kuat gempa Lebak lalu, menimbulkan ketakutan dan kepanikan yang luar biasa di Jakarta.
Jika kita menyimak tayangan media, rekaman CCTV, dan video amatir saat terjadi gempa Lebak, tampak warga Jakarta memang belum siap menghadapi gempa. Respons warga Jakarta saat itu begitu panik, gugup, dan gagap. Untuk menyelamatkan diri, mereka belum tahu harus berbuat apa. Upaya penyelamatan yang mereka lakukan belum sesuai standar yang benar. Jadi kesimpulannya, sebagian besar warga Jakarta memang belum memahami langkah tepat dan aman saat terjadi gempa.
ADVERTISEMENT
Sebagai kota metropolitan, Jakarta kian berkembang. Keterbatasan lahan menjadikan perkantoran dan permukiman dibangun vertikal (bertingkat), dalam hal ini termasuk bangunan apartemen yang kini cukup banyak di Jakarta. Sebagai bangunan tinggi tentu ada risiko tersendiri terkait guncangan gempa. Untuk itu, sebagai langkah antisipasi, seluruh warga yang bermukim dan bekerja di gedung bertingkat harus memahami upaya penyelamatan diri saat terjadi gempa.
Perlu diketahui bahwa satu hal penting yang harus dilakukan bagi setiap orang yang merasakan guncangan gempa di gedung bertingkat adalah tidak panik. Panik saat gempa justru dapat membahayakan diri, karena panik akan menghilangkan kendali diri, sehingga seseorang akan melakukan tindakan tanpa perhitungan. Jatuhnya korban dapat terjadi saat berebut keluar ruangan, terinjak-injak, saling bertabrakan, bahkan melompat dari jendela dipicu sikap panik akibat gempa yang sebenarnya belum tentu merusak.
ADVERTISEMENT
Saat guncangan dirasakan, langkah paling tepat adalah segerajauhi jendela dan jangan berada di sisi tembok terluar dari bangunan gedung. Upayakan berlindung di bawah meja atau perabot lain yang kuat dan berpeganglah pada bagian yang kokoh. Upayakan tempat berlindung berada dekat pilar utama atau tembok bagian dalam dari bangunan gedung. Jika tidak menemukan meja atau perabot lain, maka berjongkoklah kemudian lindungi kepala dan tengkuk menggunakan lengan dan merapat ke dinding bagian dalam atau pilar gedung agar lebih aman.
Pada saat guncangan kuat berlangsung, kita tidak dianjurkan keluar ruangan untuk melakukan evakuasi turun gedung, karena konstruksi bagian tangga darurat merupakan bagian bangunan yang rawan runtuh saat terjadi gempa kuat. Perlu diingat bahwa periode destruktif gempa sangat singkat, sehingga yang paling utama adalah segera berlindung di tempat aman dalam ruangan tersebut.
ADVERTISEMENT
Jika masih terjadi guncangan maka tunggu dan bersabarlah hingga guncangan gempa berakhir. Jangan sekali-kali mencoba turun lantai saat masih terjadi guncangan gempa. Hasil kajian dari berbagai kasus gempa kuat yang merusak menunjukkan bahwa berpindah tempat dengan berlari atau berjalan saat terjadi guncangan kuat akan meningkatkan risiko jatuhnya korban.
Ilustrasi gempa di rumah.  (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gempa di rumah. (Foto: Thinkstock)
Jika guncangan benar-benar sudah berakhir maka diperbolehkan turun gedung melalui tangga darurat dengan tertib menuju titik kumpul atau tempat evakuasi sementara. Aktivitas turun gedung pasca guncangan gempa perlu dilakukan karena dikhawatirkan akan terjadi gempa susulan yang cukup kuat. Kita tidak tahu apakah gempa yang baru saja terjadi merupakan gempa utama atau gempa pendahuluan.
Jika terjebak di dalam lift saat terjadi gempa maka segeralah menekan tombol lantai terdekat agar dapat segera kaluar untuk mencari perlindungan. Jika ada masalah dengan lift segera hubungi penanggung jawab lift gedung menggunakan interphone yang terpasang di dalam lift.
ADVERTISEMENT
Agar dapat mengendalikan proses evakuasi dengan efektif pada gedung bertingkat diperlukan seorang penanggung jawab lantai (floor captain) di setiap lantai. Floor captain inilah yang bertugas mengkoordinir penghuni lantai untuk evakuasi pascagempa dan menjadi orang terakhir yang keluar dari lantai dan memastikan sudah tidak ada orang tertinggal. Floor captain dan penghuni lantai perlu mengadakan latihan evakusi secara berkala.
Pastikan semua penghuni gedung divakuasi dan berada di tempat titik kumpul aman yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Tunggulah hingga beberapa saat hingga ada pemberitahuan resmi dari yang berwenang untuk diperbolehkan masuk kembali ke dalam gedung.
Kepada warga masyarakat perkotaan diimbau agar terus meningkatkan kemampuan dalam memahami cara penyelamatan diri saat terjadi gempa. Kita patut mengambil pelajaran dari apa yang telah dilakukan warga Jepang saat terjadi gempa Kobe 1995. Warga Kobe yang selamat dari bencana gempa tersebut banyak yang selamat karena upaya pertolongan sendiri (self assistance) mencapai 34,9%.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data tersebut, tampak bahwa upaya pertolongan sendiri menempati jumlah tertinggi dari mereka yang selamat dari bencana. Ini cerminan bahwa masyarakat yang paham akan mitigasi akan memiliki peluang lebih besar selamat dari bencana.*