Manifesto Kebudayaan Ekologis

David Efendi
Pegiat Kader Hijau Muhammadiyah, Pendiri Rumah Baca Komunitas dan staf pengajar di UMY
Konten dari Pengguna
4 Desember 2021 11:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari David Efendi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar: David Efendi/IPUMY
zoom-in-whitePerbesar
Gambar: David Efendi/IPUMY
ADVERTISEMENT
Richard J Bernstein (Hermeneutics and Its Anxieties dalam Dahlstrom (ed), Hermeneutics and the Tradition, Washington DC, 1988, hlm58), menegaskan bahwa waktu kita ini ialah abad intrepretasi, sebab pertanyaan mendasar tiap kebudayaan adalah mengenai hakikat, strategi, dan konsekuensi-konsekuensi interpretasi.
ADVERTISEMENT
Fiksi besar tantangan semesta, yang selalu dicipta sebagai kebutuhan menjalani hidup di bumi, ciri khas watak dasar ‘sapiens’ untuk dipercayai ternyata krisis dengan rusaknya alam, dan distrupsi teknologi. Lalu bagaimana manusia sebagai the signifying actor atau homo significans melanjutkan hidup setelah menjadi Tuhan: Homo Deus? Yuwal Noah Harari memberi panduan jawab dalam krisis narasi ini, dalam bentuk pelajaran dan pertanyaan-pertanyaan mendasar berjumlah 21, untuk abad ke-21 dalam buku berjudul 21 Lessons for the 21st Century (2018). Intinya setelah narasi fiksi global dunia dalam ideologi fasisme, komunisme dan liberalisme, yakni Perang Dunia II meruntuhkan fasisme, maka hanya tinggal komunisme dan liberalisme sebagai narasi fiksional global. Itulah fase sejarah perang dingin 1940-an sampai 1980 akhir, antara komunisme dan liberalisme.
ADVERTISEMENT
Bahwa manusia harus berkuasa “atas seluruh bumi, dan atas segala binatang melata yang merayap di atas bumi” adalah sebuah nubuat yang telah menjadi kenyataan. Begitu meresapnya dampak manusia di planet ini sehingga dikatakan bahwa kita hidup di zaman geologis baru: Antroposen.
Muhammadiyah dan NU: Visi Peradaban ekologis
Menarik wawancara yang di lakukan indoprogress kepada Mbak Siti Maimunah yang saya catat ya yang pertama Siti Maimunah sebagai aktivis kelas garda depan lingkungan
Coba mengatakan bahwa debat Kusir dengan kelompok-kelompok dana yo climate, change dan global warming seperti tindakan musprov tidak perlu diladeni, karena hanya menguras tenaga tetapi tidak menyelesaikan persoalan Bahkan mereka selalu mencari dalil pembenaran terhadap kerangka pikir yang bahasanya clause dan pendukungnya. Berapa buku yang diterbitkan oleh Freedom house misalnya lebih membela kebebasan dan tidak ada narasi satupun terkait dengan alam atau kedaulatan alam atau keterbatasan sumber daya alam sepatu
ADVERTISEMENT
Konservatif kelas berat. Kira-kira bisa dikatakan cara berpikirnya mereka itu. mazhab Abu Jahal ekonomi Abu Jahal sangat-sangat tidak bisa di cegah kita bisa di atau ekonomi bandel ya kedua ekspresi yang disampaikan oleh Siti Maemunah adalah tentang bagaimana rezim Jokowi dengan model-model pesilat menteri-menteri yang suka bersilat lidah dan Berselancar Di sosial media dengan pernyataan-pernyataan yang tidak edukatif dan memicu bantuan terus menerus mungkin ini adalah kutukan bagi Jokowi di periode kedua semakin jauh dari sisi kesejahteraan merupakan isi pemberantasan korupsi aja sudah kalang, kabut nggak karuan saya saat saya sangat berterima kasih kepada wawancara indoprogress karena itu adalah awal untuk memulai membongkar retorika hijau yang dikemas secara apik oleh pidato-pidato Jokowi dan Kementrian. Kemasan-kemasan ekonomi hijau itu di singkong sebagai suatu apa ya hal-hal yang sangat progres imajinasikan sebagai sesuatu yang Bisa dicitrakan sebagai negara yang punya komitmen terhadap sumber-sumber apa konservasi tapi yang terjadi kan kita tahu sendiri. Bagaimana setiap tahun ada eskalasi deforestasi yang besar di berbagai sudut tanah air yang itu sendiri sering sekali tidak dihitung sebagai problem deforestasi karena di level nasional kemudian deforestasi itu kecil tetapi kalau sekali itu dibalikkan ke area di daerah tertentu, maka sebetulnya deforestasi itu udah besar juga ya kalau deforestasi dibandingkan dengan luasan hutan seluruh Indonesia ya nanti akan kecil-kecil tapi deforestasi harus dihitung dalam skala yang lebih spesifik biasanya ada di Papua di Polresta sini Kalimantan maka itu menjadi lebih kelihatan dan bagaimana kebijakan yang baik itu reforestasi atau pencegahan terhadap deforestasi betol betol Kenapa bukan hanya retorika karena selama ini kita lihat sendiri ya Bahkan kopi sampai bilang kalau sudah hilang reforestasi berpikir sebaliknya kalau Jokowi bilang silakan demo Ya maksudnya itu ya kalau demo Kamu itu bohong itu ini satu stigma yang buruk Tetapi semakin mendapat pembenaran
ADVERTISEMENT
Julukan Jokowi sebagai Bapak deforestasi dan menteri Lingkungan itu Ibu deforestasi sangat pas. Kegeraman dan kemarahan serta kecewa publik di tengah upaya untuk mendayagunakan COP26 sebagai pemantik apa untuk merumuskan kebijakan-kebijakan yang lebih Pro terhadap kelestarian lingkungan kelestarian kehidupan ini malah bertolak belakang dengan spirit zaman ekologi Saya kira ini satu persoalan yang sangat serius.
beberapa kelompok yang bisa disebut sebagai climate Jack Daniel sebetulnya punya dua alasan yang utama yaitu Mereka menolak sentralisasi pengambilan keputusan yang kedua mereka mempertahankan kebebasan. Dua hal ini adalah inti dari neoliberalisme inti dari kapitalisme. Pentingnya kebebasan dalam menolak sentralisasi yang ditulis dalam beberapa buku terbitan Freedom institute dan Buku Obor.
pilihannya tidak melulu sentralisasi Saya mau lihat neoliberal juga melakukan sentralisasi desentralisasi dalam rangka untuk monopoli kapital Jadi mereka ini kontradiksi interminus ya Misalnya undang-undang Minerba undang-undang omnibus Law Cipta kerja itu adalah a undang-undang yang sangat sentralistis mengambil kewenangan daerah dibawa ke pusat dan bupati-bupati sudah terperangkap dalam jaring-jaring oligarki partai dan tidak mau secara sungguh-sungguh ada beberapa yang membela lingkungan hidup kepentingan kelestarian masyarakatnya tapi itupun beberapa terus digencet bahkan ada yang dibunuh. Bupati Sangihe misalnya ngeri sekali Menurut saya ini demokrasi yang sangat sangat anti pelestarian itu kan di kehidupan nanti dan itu adalah logika kapitalisme yang biasa mah buat melestarikan mengawetkan piramida kerakusan piramida kurban pada intinya ya kemudian membuat struktur ekonomi sangat timpang.
ADVERTISEMENT
Kesenjangan antara kelompok 1% yang kaya raya sundullangit kekayaannya sampai yang kemiskinannya Kau di bawah permukaan bumi saat ini sudah ini ini Sabtu praktek yang tidak benar jadi ketika Galih menolak perubahan iklim upaya upaya membangun kebijakan yang perlu lingkungan hanya mengatasnamakan ancaman terhadap kebebasan ancaman terhadap terhadap sentralisasi Saya melihat apa yang terjadi di Indonesia misalnya ya sentralisasi ya tidak ada kebebasan dari masyarakat untuk menentukan hak-haknya tidak ada kebebasan bagi masyarakat adat untuk mempertahankan ruang hidupnya.
Mencermati beberapa obrolan di WhatsApp temen-temen muda Muhammadiyah itu sangat menarik salah satu yang menarik adalah kita berusaha mencari mencari respon dari temen-temen Muhammadiyah terkait isu lingkungan yang memposting dinamika apa yang ada di NU itu agendanya itu akan bahas perubahan iklim Kemudian beberapa teman dari Univ Muhammadiyah sudah ada obrolan-obrolan tentang persoalan iklim itu jadi ya bener saya menari terus tapi syaratnya itu kerasa ya bahwa ketika memperkuat keterlibatannya di dalam isu lingkungan
ADVERTISEMENT
Kemudian Muhammadiyah juga masuk merespon dinamika isu lingkungan bahkan di beberapa forum Muhammadiyah dan NU itu biasa ya modern ada proses juga yang mempunyai respon respon terhadap persoalan lingkungan hidup pada beberapa organisasi masyarakat yang lain
visi peradaban Muhammadiyah dan NU ini kan sebetulnya sangat menarik Muhammadiyah yang menggunakan energi surya untuk logonya Tentu saja itu adalah sangat ekologis dan NU yang menjaga bumi proteksi bumi agar tidak jatuh ke dalam kerusakan Tentu saja simbol-simbol Ini sangat menarik ya sangat menarik untuk dicermati sebagai satu Spirit moral religius moral agama bagaimana NU dan Muhammadiyah adalah organisasi yang sangat kompatibel terhadap kompatibilitasnya NU dan Muhammadiyah itu kira-kira ada beberapa hal yang pertama adalah Nalar kemanusiaan yang kedua adalah Nalar ekologi, Bagaimana NU dan Muhammadiyah punya kepekaan yang seiring sebangun untuk menjadikan alam semesta sebagai tempat untuk apa namanya menabur berkah menjadi organisasi yang dapat dikatakan menjadi rahmat bagi
ADVERTISEMENT
kira-kira Islam rahmatan lil alamin itu ya Sesuai yang di jadikan fisik di Dua organisasi ini sehingga saya kira tumbuh kembang ketertarikan kader kader Muhammadiyah dan NU dalam isu lingkungan sebagai panggilan zaman sebagai panggilan ideologi-ideologi alamin itu menurut saya sangat sangat mendasar untuk dijadikan pijakan bagi keterlibatan NU Muhammadiyah terhadap lingkungan itu kira itu hal yang sangat
Dalam buku Under a White Sky, Elizabeth Kolbert mengamati dengan seksama dunia baru yang kita ciptakan. Sepanjang jalan, dia bertemu dengan ahli biologi yang mencoba melestarikan ikan paling langka di dunia, yang hidup di satu kolam kecil di tengah Mojave; insinyur yang mengubah emisi karbon menjadi batu di Islandia; Peneliti Australia yang mencoba mengembangkan “karang super” yang dapat bertahan hidup di dunia yang lebih panas; dan fisikawan yang mempertimbangkan untuk menembakkan berlian kecil ke stratosfer untuk mendinginkan bumi.
ADVERTISEMENT
Salah satu cara untuk melihat peradaban manusia, kata Kolbert, adalah sebagai latihan sepuluh ribu tahun dalam menentang alam. Dalam Kepunahan Keenam, dia mengeksplorasi cara-cara di mana kapasitas kita untuk kehancuran telah membentuk kembali dunia alami. Sekarang dia meneliti bagaimana intervensi yang telah membahayakan planet kita semakin dilihat sebagai satu-satunya harapan untuk keselamatannya. Secara bergantian menginspirasi, menakutkan, dan komik yang kelam, Di Bawah Langit Putih adalah ujian yang benar-benar orisinal dari tantangan yang kita hadapi.
Kerusakan lingkungan bukan sekedar disebabkan kesalahan teknis dalam mengorganisasi alam, tetapi lebih dikarenakan kekeliruan sikap dan cara pandang manusia terhadap sesama maupun terhadap alam. Sesat pikir keyakinan filosofis tersebut dapat memunculkan aksi kekerasan simbolik maupun fisik berupa penindasan terhadap perempuan dan ekploitasi terhadap sumberdaya alam. Penindasan terhadap alam dan perempuan mengalami peningkatan manakala kepentingan ekonomi menjadi orientasi tunggal dalam pengambilan keputusan sehingga melahirkan ideologi kapitalisme patriarkhi.
ADVERTISEMENT
Vandana Shiva menawarkan visi alternatif menghentikan praktek ketidakadilan sosial di bidang kehutanan yang disebabkan idelogi kapitalisme-patriarkhi dengan mengusulkan konsep keadilan sosial berwawasan ekologis. Penelitian ini bertujuan mengeksplisitkan, mengevaluasi secara kritis, merumuskan secara komprehensif serta mengungkap visi baru konsep keadilan sosial berwawasan ekologis yang ditawarkan Shiva memperoleh prinsip-prinsip etika lingkungan yang kokoh untuk mendukung keberadaan konsep keadilan sosial yang berperspektif ekologis. Metode filsafat yang dipergunakan adalah deskripsi, interperetasi, holistika, heuristika, hermeneutika dan refleksi kontekstual.
Keadilan sosial berwawasan ekologis tidak akan dapat terwujud apabila masyarakat masih mengembangkan pola pikir maupun kebijakan yang bercorak kapitalisme-patrirakhi. Cara Shiva mengkonstruksikan konsep keadilan sosial dengan mengekplorasi kearifan lokal masyarakat India untuk mengimbangi dominasi pengetahuan produk masyarakat Barat yang bercorak kapitalisme-patriarkhi. Nilai-nilai feminitas diusulkan menjadi landasan visioner bagi pengembangan kebijakan maupun sikap hidup masyarakat, serta difungsikan sebagai sarana untuk mengkritik terhadap ideologi kapitalisme-patriarkhi. Keadilan supaya dapat terwujud perlu didukung oleh prinsip etis : hormat terhadap alam beserta kehidupan yang ada didalamnya, menghargai keanekaragaman, , bersikap sederhana, demokratis, terbuka bekerjasama, peduli terhadap sesama dan berusaha tidak merugikan pihak manapun. Keadilan sosial berwawasan ekologis berlaku secara lintas gender, lintas generasi dan lintas makhluk.
ADVERTISEMENT
Orientasi pembangunan yang selama ini mengacu pada industrialisasi telah menelan ribuan korban. Bukan saja terdapat jutaan manusia yang terlantar bahkan juga kondisi alam yang makin mengenaskan. Kisah rusaknya bumi dan alam seisinya telah mendorong kalangan untuk memahatkan monumen KTT Bumi di Rio yang tamnapknya makin sulit dipatuhi. Berbagai perundingan yang kini ditempuh dihadapkan pada tantangan globalisasi modal yang memiliki keyakinan berlawanan dengan perlindungan lingkungan.
Manifesto
Manifesto berisi ajakan untuk merenungkan kembali arah tata kelola sumber daya alam di negeri ini. Perenungan kembali visi dan misi, konsep dasar atau landasan pikir yang digunakan dalam upaya penyusunan kebijakan dan program pengelolaan sumber daya baik yang terbarukan maupun yang tidak, baik pada aras nasional maupun lokal, mulai dari aspek penguasaan/pemilikan, produksi maupun mekanisme alokasi. Apakah landasan pikir yang digunakan dalam praktik pengelolaan sumber daya telah dilandasi oleh semangat memperbaharui dan melestarikan, atau sebaliknya, hanya untuk menghabiskan kekayaan material sekarang atau jangka pendek.
ADVERTISEMENT
“Manifesto ekonomi hijau” menawarkan model tata kelola yang lebih menekankan pada semangat kolektifitas, tentu saja, agar kemanfaatannya secara ekonomi, politik, sosial, dan lingkungan, tidak hanya dirasakan oleh generasi sekarang, tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Landasan pikir ini sebenarnya telah diamanatkan oleh para pendiri bangsa (founding father) dalam rumusan UUD 1945, khususnya pasal 33 (Mubyarto: 2002). Sistem dan model pengelolaan sumber daya alam menurut amanat konstitusi ini, sekalipun menempatkan negara dalam posisi yang sentral, namun ada klausul yang menyatakan bahwa rakyatlah yang memberi mandat kepada negara, dan karenanya tata kelola juga harus “untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat”. Selain itu, manifesto ini juga menggarisbawahi pentingnya upaya untuk mendorong kepemilikan dan pengelolaan atas sumber daya, baik dari sisi kepemilikan, produksi dan distribusi/konsumsi.
ADVERTISEMENT
Last but not least, bagaimana peran ilmu pengetahuan dan teknologi yang selama ini telah dihasilkan antara lain oleh perguruan tinggi dan lembaga-lembaga riset yang ada di negeri ini untuk seharusnya diabdikan.
Kerusakan yang ditimbulkan dengan mengangkut seperangkat nilai diametral dengan nilai-nilai dan kearifan setempat tersebut bahkan semakin menyebar. Bukan saja lingkungan yang semakin rusak, melainkan juga sistem nilai setempat, yang pada akhirnya merusak pula sistem moral, sosial, ekonomi, dan politik pemerintahan yang seakan tidak pernah mampu keluar dari belitan korupsi di berbagai bidang dan lembaga kenegaraan. Maka dengan dalih apapun korporatokrasi tidak akan membawa kebaikan apalagi kesejahteraan. Kekuasaan dalam mengelola sumber daya alam dan energi oleh perusahaan yang demikian besar karena semakin dilemahkannya negara dan pemerintahan telah terbukti berbuah kehancuran, dan sama sekali bukan keterbaruan.
ADVERTISEMENT
Korporatokrasi dan keterbaruan tidak mungkin dapat berjalan beriringan. Kepemilikan bersama, seperti yang disematkan pada sumber daya alam tidak mungkin dibaurkan dengan pengelolaan perorangan. Sudah terlalu banyak contoh bagaimana sumber daya yang dikelola perorangan akan menghasilkan distribusi kesejahteraan yang sangat timpang. Seperti diuraikan di awal, pendelegasian pengelolaan kepada perusahaan perorangan oleh pemerintah merupakan sebuah bentuk korupsi kalau tidak boleh dibilang legitimasi penjarahan. Inilah alasan kenapa korupsi begitu sulit diberantas sampai sekarang. Negara yang mendapat mandat rakyat untuk mengelola kekayaan alam karena pertimbangan skala produksi, biaya, dan teknologi justru melimpahkan mandat itu kepada perusahaan perorangan yang semestinya dijauhkan dari bisnis yang berkaitan dengan hajat hidup orang kebanyakan.
Memanfaatkan sumber daya terbarukan tanpa mengubah sistem pengelolaan sumber daya yang kapitalistik, termasuk di dalamnya sumber daya pertanian, pangan, dan energi, baik yang terbarukan maupun tak terbarukan tidak akan membawa banyak kemanfaatan. Bukan karena komitmen terhadap masyarakat, alam, dan lingkungan perusahaan kapitalis bersedia mengelola sumber daya alam dan energi, melainkan karena keuntungan maksimal yang harus dipersembahkan kepada para pemegang saham. Tidak jadi soal kalau itu harus dilakukan dengan cara merusak, menjarah, menjajah, bahkan menghancurkan kehidupan.
ADVERTISEMENT
Pengembangan sumber daya terbarukan tanpa perubahan mendasar ini patut dicurigai sebagai upaya penyamaran dari dominasi dan okupasi sumber daya alam dan energi tak terbarukan yang tidak tergoyahkan hingga sekarang. Setelah negara mengeluarkan begitu banyak investasi, anggaran, teknologi, dan kebijakan untuk mengembangkan energi terbarukan, dan setelah energi tak terbarukan semakin habis mereka perdagangkan pada saatnya, maka mereka menguasai energi terbarukan, bukan rakyat kebanyakan. Tentu saja ini sangat jauh berbeda dengan hakekat dan tujuan pendayagunaan sumber daya terbarukan.
Menuju Masyarakat Ekologis: Sebuah Tawaran Proposal
Oleh: Muhammad Afandi, WALHI Jatim
Sebagian besar orang mempercayai bahwa kapitalisme akan segera runtuh karena adanya kontradiksi internal di dalam dirinya sendiri, yang terwujud dalam bentuk “krisis”. Akan tetapi, dalam berbagai babak sejarah, kapitalisme justru menampakkan dirinya terus selamat dari berbagai krisis yang ia ciptakan sendiri. Sebaliknya, perlawanan terhadapnya juga tak pernah padam.
ADVERTISEMENT
Menguatnya kapitalisme swasta dan negara yang difasil- itasi oleh berbagai bentuk perjanjian dagang (internasional, nasional, lokal, dan lain-lain) dan aturan regulasi pendukungnya saat ini, telah mendorong transformasi peram- pokan, penjarahan dan perampasan ruang hidup rakyat-alam, serta penghisapan nilai lebih menjadi semakin brutal. Dari bentuk lamanya berupa ekstraktivisme lama (buruh murah untuk produktivitas), kini terus berkembang menjadi ekstrak- tivisme terbaru, yakni dalam bentuk bisnis lingkungan (salah satunya; perdagangan karbon). Konsekuensinya, warga planet bumi, baik yang tinggal di pedesaan, perkotaan, pesisir dan pulau-pulau kecil, serta pinggiran hutan, semakin kian terancam.
Namun, jika melihat perkembangan 2 dekade terakhir di berbagai sudut kampung (khususnya pasca 1998), per- lawanan terhadap perampasan ruang hidup terus menemukan momennya kembali, dalam berbagai bentuk dan istilah. Misalnya, gerakan keadilan agraria, gerakan penyelamatan kampung, dan lain-lain. Yang paling menarik, dalam berbagai percakapan antar subjek perlawanan di tengah dinamika per- lawanan yang beragam tersebut, terekam kuat adanya kesamaan untuk memulihkan kembali kampung dalam semangat yang ekologis. Lalu, apakah yang menjadi agenda penting untuk mewujudkan “masyarakat ekologis”, dari sebuah perjuangan agraria yang banyak tersebar di berbagai kampung saat ini? Apakah mungkin perjuangan yang bermula dari sekedar mengusir perampasan tanah dan pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh korporasi perkebunan ataupun pertambangan, dapat membuka ruang refleksi mendalam bagi anggota ko- munitas kampung untuk mengubah berbagai hal penting lainnya, dan menjadi kekuatan prasyarat terwujudnya mas- yarakat ekologis? Setidaknya, menurut saya, terdapat beberapa pekerjaan rumah terbesar pasca berhasil mengusir korporasi (pertambangan, perkebunan, dan lain-lain) dari kampung, yang harus dilakukan secara sungguh-sungguh, yakni:
ADVERTISEMENT
Pertama; melakukan perombakan ketimpangan agraria di komunitas. Dalam praktiknya, bisa saja agenda perombakan ketimpangan agraria tersebut melampaui konsep-konsep umum dan 3 model reforma agraria yang selama ini kerap banyak diulas (sosialis-negara, kapitalis, neo populis), dengan tujuan untuk melenyapkan kapitalisme negara dan swasta. Agenda ini juga menjadi bagian untuk mendorong kelas tak bertanah, mempunyai ikatan dengan tanah dan alam secara cukup kuat. Sejatinya, masyarakat ekologis bukanlah sekedar masyarakat yang menanam dengan sistem pertanian organik ataupun telah menggunakan energi “bersih-terbarukan”, akan tetapi juga masyarakat yang terbebas dari sistem kelas sosial, dan kapitalisme.
Kedua; mendorong pemulihan infrastruktur ekologi. Agen- da gerakan ini bertumpu pada perbaikan dan pemulihan seluruh infrastruktur ekologi kampung, seperti; mata air, sungai, gua, bukit, gunung, hutan, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Ketiga; menghentikan penggunaan bibit rekayasa genetika, dan mendorong kembali pertanian subsisten dan organik ber- basis kebutuhan komunitas. Dan patut ditambahkan, men- jauhkan komunitas dari sistem pertanian monokultur.
Keempat; mendorong penggunaan energi bersih-terbarukan sesuai dengan karakter dan keunikan masing-masing wilayah. Gerakan penggunaan energi bersih yang dimaksud bukanlah sekedar menggunakan energi terbarukan (misalnya tenaga surya, angin, dan lain-lain), akan tetapi juga harus bersih (bebas) dari hubungan yang kapitalistik. Artinya, pengelolaan dan hak milik atas sumber energi bersih tersebut bukanlah berada di tangan korporasi (swasta ataupun negara), me- lainkan di tangan komunitas.
Kelima; demokrasi langsung dan desentralisasi. Gerakan ini bertujuan untuk mendorong terbangunnya praktik demokrasi tatap muka dalam komunitas-komunitas yang otonom, dan tidak lagi mendelegasikannya ke dalam sebuah institusi yang kita sebut sebagai lembaga perwakilan, yang dikelola oleh negara.
ADVERTISEMENT
Keenam; koperasi kolektif. Selain memutus mata rantai ter- hadap institusi perbankan dan lembaga rente lainnya, penting kiranya juga mendorong terbentuknya lembaga ekonomi (bu- kan uang) berbasis komunitas, untuk menjamin kelangsungan tiap-tiap anggota komunitas. Pembangunan koperasi ini juga sekaligus membuka ruang dukungan solidaritas bagi komuni- tas lain, yang dalam hal ini membutuhkan dukungan secara langsung.
Ketujuh; unit pertahanan komunitas. Sebagaimana diketa- hui, militerisasi dan fasisme produk negara-bangsa telah men- gancam dan meluluhlantakkan seluruh ruang hidup warga dalam berbagai bentuk wajahnya yang paling bengis. Terhadap ini, untuk mempertahankan komunitas masyarakat dari an- caman (luar), maka sistem pertahanan dan pembelaan diri harus dibangun, dan setiap anggota komunitas harus menjadi bagiannya.
Akhir kata, izinkanlah saya mengutip pernyataan Bookchin (1991: 87)
ADVERTISEMENT
“Kita tidak boleh melupakan bahwa proyek pembebasan manusia kini telah menjadi proyek ekologi, dan sebaliknya, proyek mempertahankan bumi juga menjadi proyek sosial. Ekologi sosial sebagai bentuk eko-anarkisme menjalin kedua proyek ini secara bersama-sama, pertama melalui naturalisme dialektis; kedua, melalui etika saling melengkapi; ketiga, melalui eko-teknologi; dan terakhir, melalui bentuk-bentuk baru pergaulan manusia yang saya sebut eko-komunitas.”
Sumber: Buku Menjarah Ujung Timur Pulau Jawa karya Muhammad Afandi (2021)