Konten dari Pengguna

Narasi Pertanian dan Islam Hijau di Muhammadiyah

David Efendi
Pegiat Kader Hijau Muhammadiyah, Pendiri Rumah Baca Komunitas dan staf pengajar di UMY
28 Februari 2024 9:45 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari David Efendi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi lahan pertanian. Foto: Dok. Kementan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi lahan pertanian. Foto: Dok. Kementan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menurut Prof. Dr. H. Muhjiddin Mawardi, M.Eng, keberpihakan dan kepedulian Muhammadiyah terhadap masalah lingkungan telah dimulai sejak tahun 2002, dengan mendirikan Lembaga Studi dan Pemberdayaan Lingkungan Hidup (LSPLH).
ADVERTISEMENT
Tepatnya pada tahun 2003, Muhammadiyah telah mendirikan Lembaga Studi dan Pemberdayaan Lingkungan Hidup (LSPLH) dan menjadikan program lingkungan sebagai bagian tidak terpisahkan dari program organisasi.
Sejak Muktamar Muhammadiyah ke-45 (2005) di Malang dirubah menjadi Lembaga Lingkungan Hidup (LLH) dan pasca Muktamar 1 abad Muhammadiyah ke-46 (2010) diperkuat menjadi Majelis Lingkungan Hidup (MLH). Majelis ini wajib ada sampai tingkatan ranting Muhammadiyah.
MLH memiliki Visi Majelis untuk terwujudnya kesadaran, kepeduliaan dan perilaku ramah lingkungan warga Muhammadiyah dan masyarakat pada umumnya dalam rangka melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar.
Adapun misinya antara lain, pertama, melakukan kajian lingkungan secara objektif, menyeluruh dan berkeadilan sebagai masukan yang akurat kepada Pimpinan dan warga Muhammadiyah serta masyarakat pada umumnya. Kedua, menyelenggarakan pendidikan dan da’wah lingkungan kepada masyarakat dalam rangka peningkatan kesadaran dan kepedulian masyarakat.
ADVERTISEMENT
Ketiga, melakukan advokasi kepada masyarakat dan mendorong pemerintah pusat dan daerah dalam rangka pembuatan dan implementasi kebijakan lingkungan yang berkeadilan serta berkelanjutan. Terakhir, menjalin kerja sama yang setara dan bersinergi dengan majelis dan/atau lembaga internal Muhammadiyah dan institusi lingkungan di dalam maupun di luar negeri dalam rangka pengembangan dan keberlanjutan lingkungan.
Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah Periode 2015 – 2020 mengembangkan dan mewujudkan program dan kegiatan antara lain dalam sistem Gerakan, MLH bermaksud mengembangkan konsep dan model gerakan lingkungan hidup berpraksis dakwah. Kedua, dalam pengembangan organisasi dan Kepemimpinan MLH terus mengembangkan kapasitas dan fungsi kelembagaan di lingkungan Persyarikatan dalam mengembangkan kesadaran, kepedulian, dan advokasi lingkungan hidup.
MLH juga menjalin kerja sama yang setara, bersinergi dan saling menguntungkan dengan lembaga pemerintah dan swasta di dalam maupun luar negeri dalam rangka pelestarian dan peningkatan kualitas lingkungan. Hal ini dimaksudkan untuk menghasilkan kader dan warga sadar lingkungan yang memiliki concern dan keberpihakan pada usaha-usaha pelestarian dan penyelamatan lingkungan.
ADVERTISEMENT
Aksi Pelayanan MLH menjadi titik krusial eksistensi gerakan dengan menyusun model-model praksis, pendidikan dan pelatihan, buku-buku panduan, dan advokasi yang berkaitan dengan isu-isu dan usaha penyelamatan lingkungan
Keberpihakan dan kepedulian Muhammadiyah dalam isu lingkungan dan pangan yang tak terpisahkan sejatinya ini didasarkan pada upaya pemenuhan kewajiban sebagai khalifatullah fil ardl sekaligus sebagai bagian penghambaan diri kepada-Nya. Manusia dan alam adalah makhluk yang saling bergantung untuk sama-sama sujud kepada Allah SWT, Tuhan Sang Pencipta.
Karenanya, keberadaan dan kelangsungan hidup manusia dan alam lingkungannya saling terkait dan saling membutuhkan. Sebagai makhluk yang berakal, manusia memiliki kewajiban untuk dapat mengelola dan memakmur alam dengan baik, dengan memperhatikan prinsip keseimbangan dan keberlangsungan.
Ajakan Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah itu adalah untuk jaga alam dan mengelola lingkungan sekitar melalui gerakan apa pun dan sekecil apa pun dengan moto sejuk bumiku, nyaman hidup, aman dan tentram masa depan anak cucuku.
ADVERTISEMENT

Mencari Titik Temu Lingkungan dan Pangan

Komitmen pemberdayaan pangan tidak terlepas dari tuntutan yang dihadapi oleh Muhammadiyah untuk dapat berpihak dan membela masyarakat di akar rumput dan komunitas mustadh’afin dalam berbagai tipologi masalah. Selama satu abad ini Muhammadiyah telah mengembangkan aktivitasnya di bidang kesehatan dan pendidikan dengan prediket cumlaude. Ribuan lembaga pendidikan dan ratusan rumah sakit maupun balai pengobatan nyata memberikan layanan prima bagi siapa saja tanpa membeda-bedakan latarnya.
Melacak jejak narasi pertanian di Muhammadiyah sangatlah representatif untuk melihatnya dari arsip suara Muhammadiyah di dalam penggalan sejarah rezim pembangunan orde baru. Penulis membaca beberapa bendel Suara Muhammadiyah di tahun 1970-an dan 1980-an untuk memperhatikan secara saksama narasi pembangunan dan pangan di kalangan warga Muhammadiyah. Barangkali tulisan ini sedikit membagi temuan sekilas ihwal narasi pertanian dan lingkungan hidup di Muhammadiyah.
ADVERTISEMENT
Ketika Muktamar Muhammadiyah ke-44 dilaksanakan di Jakarta tahun 2000, sudah dirintis sebuah lembaga yaitu Lembaga Pemberdayaan Buruh, Tani dan Nelayan (LPBTN) yang menjadi cikal bakal lahirnya Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM). Lembaga tersebut diprakarsai oleh Dr Moeslim Abdurrahman. Bersama-sama dengan sejumlah aktivis Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM), lembaga ini mengembangkan pilot project pendampingan dan advokasi melalui radio komunitas pada awal milenum baru.
Pada Muktamar Muhammadiyah ke-45 di Malang, Jawa Timur, tahun 2005, muncul pemikiran untuk memperluas jelajah dan kerja-kerja pemberdayaan dan menjadikan PKO sebagai tenda besar pelayanan dan keberpihakan sosial Muhammadiyah secara terpadu dan lebih luas.
Tercetusnya komitmen pemberdayaan sosial dan segenap potensi masyarakat dan umat ini tidak terlepas dari tuntutan yang dihadapi oleh Muhammadiyah untuk dapat berpihak dan membela problem-problem masyarakat di akar rumput dan komunitas mustadh’afin dalam berbagai ruang lingkup dan variasinya.
ADVERTISEMENT
Sebagai majelis baru, MPM dihadapkan pada tantangan internal dan eksternal yang sangat besar. Tantangan internal berhadapan dengan belum terbentuknya majelis ini sampai ke tingkat struktur Muhammadiyah cabang, belum sinerginya semua elemen Persyarikatan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pemberdayaan, dan ketersediaan sumber daya. Adapun tantangan eksternal berkaitan dengan kemiskian struktural, luluh-lantaknya modal sosial masyarakat, dan rendahnya partisipasi warga berkaitan dengan kebijakan publik.
Dalam konteks inilah, peran Majelis Pemberdayaan Masyarakat tidak lagi harus berkutat dengan wacana dan pergulatan intelektualisme semata-mata, melainkan perlu mengejawantahkannya pada tingkat praksis sosial yang lebih nyata dan lebih responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan umat. Majelis Pemberdayaan Masyarakat bekerja dengan semangat al-Maun melintasi sekat ideologi, suku, dan struktur kelembagaan baik Muhammadiyah maupun negara.
ADVERTISEMENT
Dalam menjelaskan cara kerja aktivitas pemberdayaan dalam berbagai konteks, MPM mengacu pada pendekatan ekologi perkembangan manusia (ecology of human development) dan lingkungannya yang menyatakan bahwa intervensi sosial harus dapat menyentuh seluruh level relasi antar-individu dan lingkungannya.
Berdasarkan konsep tersebut, bidang garap yang akan diberdayakan oleh majelis adalah: 1) Penyadaran masyarakat tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara, 2) Pengembangan kebutuhan dasar dan pendapatan masyarakat (yang miskin dan termarjinalisasi), 3) Advokasi kebijakan, terutama yang berhubungan dengan kebijakan publik yang tidak akomodatif dan sensitif terhadap kebutuhan masyarakat luas maupun komunitas-komunitas yang termarjinalisasi, 4) Pengembangan pusat krisis (crisis centre) yang ditekankan pada recovery centre di tingkat regional dan wilayah yang berfungsi sebagai respons cepat dan antisipasi terhadap problem sosial di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Melalui pendekatan-pendekatan tersebut, filosofi pemberdayaan yang dikembangkan oleh MPM adalah “mengembangkan cebong yang hanya mampu hidup di dalam kolam kecil menjadi katak yang dapat meloncat ke mana-mana”.
Karena itu, peran Majelis Pemberdayaan Masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat ialah: 1. Sebagai fasilitator dan koordinator program pemberdayaan yang dilakukan oleh Muhammadiyah (termasuk organisasi otonom dan amal usaha) dalam berbagai skala dan variasi/konsentrasi kegiatan, 2. Sebagai inspirator dan motivator bagi warga Muhammadiyah untuk mengembangkan jiwa prososial dan voluntarisme, 3. Sebagai mediator individu, lingkungan, dan sistem yang lebih luas.

Selayang Pandang Majelis Pemberdayaan Masyarakat

Muhammadiyah tidak terlalu kentara dengan pertalian isu pangan hingga pasca reformasi. MPM adalah kekuatan baru atau disebut salah satu trisula baru Muhammadiyah lantaran kebaruan Muhammadiyah membersamai kelompok petani yang rentan oleh kebijakan dan pasar. Ya, barulah titik temu itu termanifestasi dalam agenda pemberdayaan dalam Tanfidz Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-45 di Malang dan ke-46 di Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Dalam rencana kerja tahapan jangka panjang dijelaskan pula bahwa kebijakan program Pimpinan Pusat Muhammadiyah, salah satunya, dititikberatkan pada peningkatan peran Muhammadiyah dalam pemberdayaan umat dan bangsa sebagai manifestasi dari peran Muhammadiyah dalam pengembangan masyarakat madani di Indonesia.
Hasil Rakernas MPM PP Muhammadiyah 2016 dibangun Muhammadiyah di seluruh penjuru tanah air; ada ribuan lembaga pendidikan yang dikelola Muhammadiyah, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Akan tetapi, sebagai sebuah gerakan sosial keagamaan, Muhammadiyah nampaknya terlalu sedikit perhatiannya terhadap upaya pembaharuan/perbaikan sosial (social reform) dan lebih khusus lagi gerakan pemberdayaan masyarakat (community empowerment).
Padahal pendiri Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan, secara operasional maupun organisasional menempatkan sosial reform dan community empowerment sebagai salah satu dari empat bidang garap penting Muhammadiyah. Hal itu tercermin dari pembentukan empat majelis ketika itu, yaitu Majaleis Pengajaran, Majelis Tabligh, Majelis Pustaka, dan Majelis
ADVERTISEMENT
Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO). Menyadari itulah, maka setelah Muktamar Muhammadiyah ke 44 di Jakarta, Muhammadiyah membentuk Lembaga Buruh Tani dan Nelayan, untuk kemudian setelah Muktamar ke 45 dibentuk Majelis Pemberdayaan Masyarakat. Kalau pada Muktamar ke-44 & 45 program pemberdayaan masih diselipkan di berbagai bidang lain, maka Mukatamar ke 46, pemberdayaan masyarakat telah mejadi satu bagin program tersendiri.
Dalam posisi sebagai bagian dari social reform, peran MPM tidak lagi harus berkutat dengan wacana dan pergulatan intelektualisme semata-mata (wilayah idealisme), melainkan perlu diejawantahkan di tingkat praksis sosial yang lebih nyata dan Hasil Rakernas MPM 2016 lebih responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan ummat.
Agar Muhammadiyah tak terus didakwah jauh dari isu pertanian dan pangan maka sejak 2015 ada slogan jihad untuk pertanian digaungkan di lingkungan Muhammadiyah. Kerja jihad kedaulatan pangan MPM memang baru saja dimulai butuh nafas panjang untuk menjaga moral petani yang maju dan unggul di tengah agresifnya pasar dan juga kerusakan lingkungan oleh banyak faktor kebijakan dan manusia.
ADVERTISEMENT
Karena keterlambatan isu ini di Muhammadiyah, dalam rangka mengejar ketertinggalan maka teknologisasi menjadi cara kerja mendampingi petani. Salah satu pendekatan Muhammadiyah adalah menghadirkan teknologi bagi kerja pemberdayaan dan pendampingan masyarakat pertanian. Pendekatan ini bukan tanpa masalah dan kritik jika dihadapkan pada ideologi hijau dan sensitifitas pada isu krisis iklim.