Listrik 'Halal', Mengenal Renewable Energy Certificate

David Firnando Silalahi
ASN Kementerian ESDM, sedang menempuh studi di Australian National University. Kalau bukan anak bangsa yang membangun bangsanya, siapa lagi? Jangan saudara mengharapkan orang lain akan datang membangun bangsa kita - - BJ Habibie
Konten dari Pengguna
6 Juni 2022 13:04 WIB
comment
36
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari David Firnando Silalahi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pemanfaatan energi terbarukan telah menjadi suatu keniscayaan. Namun penggunaan energi listrik yang benar-benar terbarukan dan energi yang dilabeli terbarukan adalah hal berbeda. Termasuk apa yang dimaksud dengan Renewable Energy Certificate. Mari kita ulas sama-sama.
Green energy (Sumber: freepik)
Penggunaan energi terbarukan secara murni hanya bisa dilakukan apabila menyediakan listrik secara mandiri. Misalnya sebuah rumah yang hanya dipasok dari panel surya atap. Tidak ada listrik dari PLN.
Rumah dengan pasokan listrik hanya dari PLTS atap (Sumber: intermtnwindandsolar.com)
Atau sebuah desa kecil yang hanya dipasok dari panel surya, pembangkit listrik tenaga air yang dibangun disana. Misalnya Desa Kracak di Bogor, yang telah hampir 100 tahun dilistriki oleh PLTA Kracak.
PLTA Kracak yang sudah hampir 100 tahun melistriki Desa Kracak, Kabupaten Bogor.
Tidak perlu berdebat. Dengan mudah kita sepakat bahwa mereka menggunakan listrik murni hanya dari energi terbarukan.
ADVERTISEMENT
Nah, lalu bagaimana dengan beberapa perusahaan yang mengklaim bahwa dia menggunakan listrik terbarukan sebagian atau bahkan 100%. Padahal dia bergantung pada PLN yang kita sama-sama tahu 88% pembangkitnya berbahan bakar fosil.
Perusahaan tersebut bahkan memasang panel surya pun tidak, kok mengklaim diri sebagai 'green business' berbasis energi listrik terbarukan 100%? Jika ingin membangun pembangkit sendiri, selain mahal, perusahaan tersebut tidak punya lahan. Disinilah peran sertifikat energi terbarukan.

Label energi 'halal'

Dalam hidup sehari-hari, kita pasti tidak asing dengan label halal pada kemasan makanan. Label halal ini menerangkan dan memberi keyakinan pada pembeli, yang mayoritas muslim, bahwa makanan itu diproses dengan cara-cara aman dan bahan yang tidak melanggar ketentuan agama Islam. Label halal boleh dicetak di kemasan setelah divalidasi oleh Majelis Ulama Indonesia atau sekarang oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal.
ADVERTISEMENT
Untuk mempermudah pemahaman kita. Meski tidak ada sangkut paut dengan agama, peran Renewable Energy Certificate (REC) mirip dengan peran sertifikat halal. REC menerangkan bahwa listrik yang digunakan adalah benar berasal dari sumber energi terbarukan.

Apa dan mengapa butuh REC?

Renewable Energy Certificate adalah sertifikat yang membuktikan bahwa produksi Tenaga Listrik per megawatt-hour (MWh) berasal dari Pembangkit Listrik. 1 unit mewakili produksi energi 1 MWh.
Setiap REC yang terbit mendapat pengakuan penggunaan energi terbarukan dan menjadi bukti kepemilikan sertifikat standar internasional.
Mengapa perlu REC? Untuk menjawabnya kita perlu memahami bagaimana listrik dihasilkan hingga siap pakai di sisi konsumen.
Listrik yang dihasilkan dari beberapa jenis pembangkit. Ada pembangkit tenaga air, pembangkit tenaga angin, pembangkit tenaga surya, pembangkit tenaga panas bumi, atau pembangkit bioenergi. Semua listrik ini dikirim ke jaringan transmisi.
ADVERTISEMENT
Semua listrik tersebut saat masuk ke jaringan transmisi bercampur jadi satu. Listrik dari pembangkit tenaga air, tenaga surya, panas bumi, bercampur dengan listrik dari pembangkit gas, pembangkit batubara, atau pembangkit minyak. Singkatnya, listrik energi terbarukan tercampur dengan listrik energi fosil.
Listrik bercampur pada jaringan transmisi dan tidak dapat dikenali ketika sampai di konsumen (Dokpri)
Ketika sampai di instalasi konsumen, kita tidak kenal lagi itu listrik dari pembangkit yang mana. Listrik terbarukan atau listrik fosil.
Listrik kan tidak ada warnanya. Tidak lagi dikenali mana elektron bersih dan elektron kotor, hanya ada elektron.
Karena bergantung pada PLN, jadi sebetulnya kita tidak bisa membeli listrik hijau. Tidak secara harfiah.
Lalu kok bisa ada konsumen mengklaim dia menggunakan listrik dari energi terbarukan?
Disinilah peran REC. Pelanggan yang membeli REC bisa mengklaim penggunaan listriknya 'halal'. Bukan energi kotor.
REC berperan menjamin bahwa listrik yang dibeli konsumen merupakan energi terbarukan (Dokpri)

Mengapa membeli REC?

Terdorong oleh permintaan pelanggan dan masyarakat, banyak perusahaan global semakin mengambil aksi nyata keberlanjutan lingkungan. Menggunakan energi terbarukan menjadi langkah penting untuk mengurangi emisi.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2014, lahir gerakan inisiatif RE100. Gerakan dari sekumpulan perusahaan besar dunia yang menargetkan konsumsi 100% listrik terbarukan. Porsi energi listrik terbarukan minimal 30% pada tahun 2020, 60% pada tahun 2030, 90% pada tahun 2040, dan 100% pada tahun 2050. Saat ini gerakan RE100 telah mencapai lebih dari 370 perusahaan yang tersebar di seluruh dunia.
Sebaran perusahaan anggota RE100 di seluruh dunia (Sumber: www.there100.org)
Semua listrik yang dikonsumsi, baik yang berasal dari pembangkitan sendiri (on site) maupun pembelian dari grid dengan label renewable (REC) termasuk dalam target ini. Intinya, gerakan ini mendorong anggotanya untuk beralih ke energi bersih. Khususnya listrik.
Dengan menggunakan listrik energi terbarukan akan menaikkan citra perusahaan yang peduli terhadap lingkungan berkelanjutan. Mereka dapat mengklaim usahanya turut mendukung upaya pengurangan emisi sebagai green business dengan green product.
ADVERTISEMENT

REC di Indonesia

Dengan adanya trend kebutuhan pelanggan untuk labelling usahanya sebagai green business, maka PLN dituntut dapat melayani REC. Implementasi REC di Indonesia masih relatif baru. Pertama kali diluncurkan pada November 2020 oleh PLN.
Inovasi PLN dalam menyediakan layanan legalitas pemanfaatan energi baru terbarukan berupa REC ini patut diapresiasi. Meski baru setahun, antusiasme pengguna listrik nampak tinggi. Ada 28 perusahaan lokal dan global yang telah membeli REC dari PLN.
Kuota REC yang disediakan PLN (Sumber: website PLN)
Perusahaan seperti Nike Trading Company B.V (Nike), PT Fast Retailing Indonesia (Uniqlo), PT Clariant Indonesia, PT South Pacific Viscose, PT Reckitt Benckiser, Kawasan GIIC – Deltamas, menjadi perusahaan yang memanfaatkan REC. Selain itu ada juga 22 perusahaan besar lain yang melakukan penandatanganan perjanjian jual beli REC dengan PLN.
Perusahaan besar yang telah membeli Renewable Energy Certificate dari PLN
Nike Indonesia sebagai pembuat sepatu terbesar kedua di dunia, memerlukan energi yang besar dalam kegiatan produksi. Untuk itu perlu solusi bagaimana mengurangi emisi. Caranya dengan memanfaatkan layanan REC yang disediakan oleh PLN.
ADVERTISEMENT
Pada April 2022 lalu, PLN menandatangani kerja sama pemenuhan tenaga listrik yang berasal dari pembangkit energi terbarukan melalui pembelian sekitar 70.000 unit REC dengan PT Otsuka Indonesia, PT Widatra Bhakti, dan 6 Pabrik PT HM Sampoerna di Jawa Timur.
Tampak antusiasme perusahaan yang menggunakan REC dari PLN. Tak hanya perusahaan, April 2022, Istana Kepresidenan Yogyakarta juga telah menandatangani kesepakatan pembelian dengan PLN.
Yang terkini adalah perhelatan Formula E di Jakarta memanfaatkan layanan REC dari PLN. Ajang balapan mobil listrik internasional ini turut mempromosikan energi terbarukan sekaligus mobil listrik.

Berapa harga REC yang dijual PLN?

Tidak ada formula baku bagaimana penghitungan harga REC. Pihak penyedia REC menjualnya pada harga yang bervariasi. Indian Energy Exchange menjual REC pada harga 1000 Rupee per Unit (setara Rp. 180.000). Harga REC di Australia antara 30-40 Dollar Australia. Sekitar Rp. 300.000 - 400.000.
ADVERTISEMENT
Harga REC yang ditawarkan PLN relatif murah. 1 unit REC yang setara dengan 1000 kWh dijual oleh PLN pada harga Rp 35.000. Nampaknya ini sebagai langkah awal untuk menarik minat para perusahaan dan masyarakat pelanggannya.
Layanan REC yang disediakan PLN (Sumber: PLN)
Jika pembaca ingin membantu mendorong pengembangan energi terbarukan, ayo 'halal'kan energi listrik di rumah kita. Ini salah satu upaya untuk mengurangi emisi karbon. Untuk menjaga bumi kita tetap layak huni untuk anak cucu.
Jika sebelumnya PLN mensyaratkan membeli minimal 10 unit REC, saat ini membeli kurang dari 10 unit sudah dilayani juga. Tidak mahal hanya Rp. 35.000 per MWh atau Rp. 35 per kWh. Jika misal saat ini berlangganan daya 1300 VA, tarif listrik yang dibayarkan (non subsidi) sekitar Rp. 1500 per kWh. Maka dengan layanan REC, hanya perlu membayar tambahan 2% saja di rekening listrik. Lebih rendah dari pajak penerangan jalan umum yang besarnya 10% dari rekening bulanan.
ADVERTISEMENT
Demikian penjelasan tentang sertifikat energi terbarukan (REC). Semoga menambah wawasan. Selamat hari lingkungan sedunia, 5 Mei 2022. Salam lestari (DFS)