Tenaga Kesehatan Bukan Robot, Butuh Istirahat

24 Januari 2017 21:05 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Ilustrasi tenaga kesehatan. (Foto: Thinkstock)
Kasus inspeksi mendadak (sidak) oleh Gubernur Jambi Zumi Zola pada Jumat (20/1) banyak menuai kontroversi. Tak sedikit tenaga kesehatan menilai hal tersebut berlebihan. Sebab, pada dasarnya mereka juga manusia yang dapat letih, bukan robot.
ADVERTISEMENT
Menurut dr Dicky A. Hanafy, SpJP(K), FIHA, konsultan jantung intervensi RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, tenaga kesehatan juga harus beristirahat ketika pasiennya tidur. Momen ini layak dimanfaatkan oleh tenaga kesehatan untuk beristirahat sejenak.
"Dokter tidak harus dua jam sekali memeriksa kondisi pasiennya, tergantung dari kondisi pasien. Kalau diperiksa terus malah pasien keganggu. Wajar juga dokter tidur kalau pasiennya tenang. Kalau dokter kecapean malah nanti penanganannya nggak baik," ucapnya ketika dihubungi via telepon oleh kumparan hari ini, Selasa (24/1).
Dicky menjelaskan, istirahat antara tenaga kesehatan dengan masyarakat tentu berbeda. Dokter dan perawat tidak benar-benar beristirahat. Jika terjadi hal darurat, dokter dan perawat harus langsung terbangun dan melaksanakan tugasnya.
ADVERTISEMENT
Terlebih, jumlah dokter jaga di ruang perawatan dengan dokter di Unit Gawat Darurat (UGD) berbeda. Dokter di ruang perawatan rata-rata hanya seorang. Sedangkan di ruang UGD, dokter jaga sebanyak dua orang.
Kejadian tersebut bisa dianulir dengan membuat peraturan jam kerja dokter.
"Seharusnya di Indonesia diatur tentang jam kerja dokter. Di luar negeri, aturan jam kerja dokter itu sebanyak 40 jam per minggu," lanjut Dicky menjelaskan.
Mayoritas tenaga kesehatan di Indonesia bekerja selama 80 jam per minggu. Bahkan mereka bisa bekerja 24 jam penuh dalam sehari.
"Perlu diadakan shift untuk dokter. Namun, jumlah dokter di Indonesia masih sedikit sehingga bekerja melebihi jam kerja," tutupnya.