news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Menjadi Islam Indonesia

Delly Ferdian
Peneliti di Indonesia Indicator, Jakarta
Konten dari Pengguna
15 Februari 2019 7:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Delly Ferdian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menjadi Islam Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Tak ada yang salah dalam ajaran Islam, itulah sebuah kepastian yang harus diyakini semua penganutnya. Tentu setiap agama juga akan berkata demikian, pasalnya, keniscayaan dari setiap agama adalah tak satupun agama yang mengajarkan keburukan.
ADVERTISEMENT
Semua agama itu baik, hanya saja bagaimana penerapannya secara personal menjadi cermin yang kerap disalah artikan. Pasalnya, tak banyak orang berkomitmen terhadap agamanya sendiri.
Oleh karena itu, sebagai warga Negara Indonesia, kita harus meyakini bahwa Indonesia penuh dengan kebaikan lantaran beragam keyakinan beragama bersemanyam di tanah air tercinta ini.
Dengan keyakinan tersebut, kita juga patut berbangga hati karena Indonesia juga dapat disebut sebagai negara yang paling toleran di dunia. Dengan besarnya jumlah penduduk ditambah dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, lantas tak membuat para pendiri bangsa ini kalap mata. Nyatanya, mereka tak memaksakan kehendak untuk mendirikan negara Islam seutuhnya.
Ketika pendiri bangsa ini mengubah Piagam Jakarta yang cenderung Islami menjadi pancasila seperti saat ini, maka sejarah besar toleransi di Indonesia pun dimulai. Inilah yang patut kita apresiasi bahkan wajib menjadikannya pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
ADVERTISEMENT
Tentu tak tepat jika dewasa ini, ada pihak yang memaksakan kehendak untuk menjadikan Indonesia sebagai negara bersyariat. Dalam sejarahnya pun, tercatat tak ada satu agamapun yang benar-benar asli atau lebih tepatnya lahir dari Indonesia itu sendiri. Faktanya, semua keyakinan di Indonesia adalah produk impor, semua datang dari hasil penjajahan maupun perdagangan yang akhirnya membuat orang-orang di tanah air ini mengenal agama, mulai dari Islam, Nasrani, Hindu, maupun Budha.
Bukan hanya itu, tak ada satu kekuasaanpun yang berhasil mengusai seluruh wilayah Indonesia seperti saat ini. Maka daripada itu, Indonesia juga dapat dilihat jelas dalam konteks the imagined communities (Komunitas Terbayang).
Benedict Anderson, seorang sejarawan dan pakar politik dunia, mencetuskan the imagined communities sebagai landasan untuk memahami nasionalisme. Anderson berpendapat bahwa bangsa bukanlah merupakan sesuatu yang real, karena hanya sesuatu yang terbayang.
ADVERTISEMENT
Cerita panjang perjalanan bangsa inilah yang membuat Indonesia kurang tepat jika dijadikan negara bersyariat. Dalam kasus ini, bukan berarti nilai-nilai Islam tidak dapat diterapkan dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia jika tak menjadi negara yang bersyariat Islam.
Pada faktanya nilai-nilai Islam dapat hidup meskipun sebuah negara bukan negara Islam. Berdasarkan hasil kajian dari lembaga riset Yayasan Islamicity Index (2017), tercatat bahwa 10 negara yang masuk dalam jajaran negara paling Islami dengan skor Islamicity tertinggi adalah negara-negara di Barat seperti halnya Selandia Baru, Netherland, Swedia, Irlandia, Switzerland, Denmark, Kanada, Australia. Sedangkan negara yang mayoritasnya Muslim justru skor Islamicitynya biasa saja dan cenderung rendah. Seperti Malaysia (rangking 43), United Arab Emirat (rangking 47), Indonesia (rangking 74), bahkan Saudi Arabia (rangking 88).
ADVERTISEMENT
Hal ini membuktikan bahwa menjadi negara Islam yang substantif itu tidak mesti dengan menjadi negara Islam seutuhnya, melainkan hidup dengan cara-cara yang diajarkan islam berdasarkan Al-Quran dan Hadist itu yang lebih penting.
Islam Indonesia
Islam yang Rahmatan lil Alamin tentu merupakan Islam yang benar-benar menerapkan nilai-nilai kebajikan dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari prilaku, sikap, cara bertindak, yang tentunya menunjukkan keimanan itu sendiri.
Dengan tidak berprilaku koruptif, sesorang dapat dikatakan telah menerapkan nilai-nilai kebenaran dalam Islam. Banyaknya kasus korupsi di Indonesia membuktikan bahwa selama ini warga negara Indonesia sendiri belum berprilaku secara Islam itu sendiri. Artinya, Islam yang substansial itu belum benar-benar diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Ini hanya dalam kasus korupsi, belum dalam hal-hal mudharat lainnya. Lihat saja, di tahun politik 2019 ini, ujaran kebencian, fitnah maupun berita bohong (hoax) seperti tak terbendung. Jelas hal-hal demikian tak mencerminkan perilaku Islam yang sejuk dan damai.
ADVERTISEMENT
Bagaimana mungkin ada pihak yang memaksa kehendak untuk mendirikan negara bersyariat, namun perilaku Islami yang mendasar saja tak mampu untuk dihadirkan.
Hemat saya, Indonesia tak perlu menerapkan konstitusi negara Islam, namun cukup menjadi Islam Indonesia saja. Islam Indonesia dapat diartikan sebagai Islam yang memegang teguh nilai toleransi, khebinekaan dalam konteks keindonesiaan, serta tidak keluar dari ajaran agama Islam itu sendiri.
Islam yang Rahmatan Lilallamin tentu merupakan Islam yang benar-benar menerapkan nilai-nilai kebajikan dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari prilaku, sikap, cara bertindak, yang tentunya menunjukkan keimanan yang Islami.
Dalam konteks ekonomi pun, pemerintah Indonesia juga dapat mendorong tumbuhnya ekonomi syariah, salah satunya juga bisa diterapkan dengan membangun Bank berbasis syariah. Namun pada kenyataannya pertumbuhan Bank Syariah juga tak menarik, Bank Syariah masih dianggap sebelah mata bahkan kebanyakan Bank Syariah hanya sebagai kaki dari Bank konvensional.
ADVERTISEMENT
Dalam hal penerapan ekonomi syariah di dunia, negara-negara Barat juga kembali sebagai negara yang menerapkan konsep tersebut. Ekonomi syariah dikenal sebagai ekonomi yang tahan banting namun ditolak masyarakat lantaran secara kasat mata ekonomi syariah tak menjanjikan pertumbuhan keuntungan yang cepat dan besar layaknya ekonomi liberal.
Selain infrastruktur yang tak memadai, pengetahuan masyarakat yang minim terhadap ekonomi syariah menjadikannya sulit untuk diterima walaupun mayoritas penduduk Indonesia adalah seorang Muslim.
Lantas, masih pantaskah memaksakan diri membangun NKRI Bersyariah? sedangkan menerapkan hal-hal dasar Islam itu sendiri banyak dari kita yang belum bisa melakukannya. Tak semudah itu Ferguso !