Politik Identitas Pada Etnis Rohingya di Myanmar

Delvira Harahap
International Relations Student at UPN Veteran Jakarta
Konten dari Pengguna
28 Mei 2022 14:19 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Delvira Harahap tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pengungsi Rohingya beristirahat sementara di bawah tenda lapangan Ukhiya, Bangladesh, 3 September 2017. Sumber : (https://www.bbc.com/indonesia/dunia-41149698)
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsi Rohingya beristirahat sementara di bawah tenda lapangan Ukhiya, Bangladesh, 3 September 2017. Sumber : (https://www.bbc.com/indonesia/dunia-41149698)
ADVERTISEMENT
Eskalasi konflik yang terjadi pada etnis Rohingya di Myanmar sudah lama menjadi perhatian aktor hubungan internasional. Berbagai kekerasan yang menimpa masyarakat Etnis Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar sangat menyorot perhatian warga dunia. Konflik terjadi antara militer atau aparat keamanan Pemerintah Myanmar dengan masyarakat etnis Rohingya di Rakhine. Etnis dan agama adalah dua hal yang melatarbelakangi terjadinya eskalasi konflik di negara yang dijuluki The Land of the Golden Pagoda ini.
ADVERTISEMENT
Julukan The Land of the Golden Pagoda sangat jelas mengidentifikasikan bahwa mayoritas warga Myanmar, yaitu etnis Burma beragama Buddha. Etnis Burma menganggap identitasnya sebagai penguasa atau dominasi dari etnis Muslim Rohingya yang menjadi minoritas. Disinilah muncul penolakan yang kemudian memicu konflik kekerasan terhadap minoritas.
Serangan dan bentrokan yang terjadi diantara keduanya mengakibatkan tidak sedikit korban tewas dan kerugian material. Pada tahun 2017, kelompok militan Rohingya bersenjatakan bom rakitan, pisau, dan alat pukul lainnya menyerang pos polisi dan sebuah asrama tentara. Kemudian, serangan balasan dilancarkan militer Myanmar yang mencakup tembakan mortir, pembakaran, dan pembunuhan semena-mena yang mengakibatkan lebih dari 400 orang tewas dan hangusnya rumah-rumah warga. Selain itu, pasukan militer Myanmar juga melakukan pembantaian, pengusiran, pemerkosaan, dan penyiksaan terhadap etnis Muslim Rohingya sampai akhirnya mereka melarikan diri ke negara tetangga.
ADVERTISEMENT
Bila dilihat status kewarganegaraannya, etnis Rohingya tidak diakui oleh Pemerintah Myanmar. Etnis Rohingya tidak termasuk dalam 135 etnis yang tergabung dalam Uni Myanmar. Pemerintah Myanmar menganggap etnis Rohingya sebagai bangsa pendatang dari Bengali-Bangladesh yang menetap di Myanmar dan tidak layak dianggap sebagai warga negara. Hal ini menjadikan etnis Rohingya hidup tanpa kewarganegaraan. Atas dasar ketidakadilan itu lah etnis Rohingya melancarkan serangan.
Identitas adalah sesuatu yang melekat dalam diri setiap individu dan menyangkut berbagai hal sehingga menjadikan seseorang atau sekelompok orang menjadi berbeda dengan yang lainnya, termasuk etnis dan agama. Sebuah gerakan yang berlandaskan identitas dapat disebut sebagai politik identitas. Secara lebih luas, politik identitas menemukan pengalaman ketidakadilan terhadap kelompok tertentu dalam situasi sosial tertentu. Menurut L. Morowitz (1998) dalam Haboddin (2012), politik identitas adalah memberikan garis yang tegas untuk menentukan siapa yang disertakan dan siapa yang ditolak. Jelas bahwa politik identitas berkaitan erat dengan perbedaan. Dapat dikatakan pula penindasan yang dilakukan Etnis Burma maupun Pemerintah Myanmar terhadap etnis Muslim Rohingya termasuk wujud ketidakterimaan perbedaan. Mereka bersikeras memiliki kekuasaan penuh atas seluruh wilayah Myanmar karena merasa identitasnya lah yang dominan.
ADVERTISEMENT
Apa yang terjadi pada etnis Rohingya di Myanmar adalah suatu hal yang mengacu pada politik identitas. Mayoritas masyarakat di Rakhine membenci keberadaan etnis Rohingya yang mereka pandang sebagai pemeluk agama Islam dari negara lain. Mereka yang merupakan penganut agama Buddha dan nasionalisme garis keras menganggap etnis Rohingya sebagai ancaman bagi nasionalisme negara. Selain itu, etnis Rohingya juga dianggap sebagai pesaing dalam memperoleh sumber daya alam.
Menurut hukum di Myanmar, etnis Rohingya pun tidak mendapatkan hak yang sama dengan warga negara lainnya. Sejalan dengan kebijakan tersebut, Pemerintah Myanmar memberlakukan berbagai pembatasan di bidang ekonomi, sosial, dan politik yang mana etnis Muslim Rohingya tidak berhak atas kepemilikan tanah, rumah, dilarang menikah, tidak mendapatkan akses pendidikan, bahkan pekerjaan yang layak. Singkatnya, mereka tidak memperoleh hak minoritas di Myanmar.
ADVERTISEMENT
Politik identitas tanpa landasan semangat pluralisme dapat membuat konflik antaretnis, suku, budaya, dan agama. Seperti konflik etnis yang terjadi di Myanmar. Hal ini timbul karena kepentingan kelompok dan individu didefinisikan menurut kategori seperti suku, ras, etnis, agama, gender. Gelombang ketegangan antara keduanya kadang-kala berkurang, kadang kala meluap. Hingga pada saat ini, kondisi di Myanmar masih tidak kondusif sehingga etnis Rohingya masih menetap di pengungsian negara-negara tetangga seperti Bangladesh, Thailand, dan Indonesia. Tidak sedikit dari mereka yang tewas di perjalanan menuju pengungsian.
Dengan demikian, Pemerintah Myanmar perlu memahami pluralisme seperti hal nya negara-negara yang juga terdiri dari berbagai etnis.