Sebagai Wagub, Sandiaga Uno Justru Berkampanye #2019GantiPresiden

Konten dari Pengguna
22 April 2018 16:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ibu Indonesia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sebagai Wagub, Sandiaga Uno Justru Berkampanye #2019GantiPresiden
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Suara miring mengenai Presiden Joko Widodo tak hanya datang dari luar pemerintahannya saja, namun juga hadir dari dalam. Seorang pejabat yang dipilih rakyat dan dilantik oleh Presiden, kini tak tahu diri mengkritik dengan serampangan atasannya.
ADVERTISEMENT
Adalah Sandiaga Uno yang menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta pelakunya. Beberapa waktu lalu, dengan lantang dia menyampaikan pandangan yang oposisional kepada Presiden Jokowi.
Sandi (sapaan akrab Sandiaga Uno) menilai kondisi Republik Indonesia saat ini memburuk sejak dipimpin oleh Presiden Jokowi. Ia menganggap bahwa masyarakat kini hidupnya semakin berat, daya beli semakin turun, harga meningkat, dan lapangan kerja susah didapat.
Untuk itu, Sandi mengajak masyarakat untuk mengalihkan kepemimpinan nasional dengan tidak memilih Jokowi dalam Pilpres mendatang.
Pernyataan tersebut disampaikan Sandi di Balaikota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (20/4/2018).
Mendengar pernyataan Sandi tersebut sungguh sangat menggelikan. Pandangannya itu sepertinya membutakan matanya sendiri mengenai jabatan yang sedang diembannya saat ini.
ADVERTISEMENT
Padahal, sebagai pejabat negara, pernyataan Sandi di atas sungguh tidak tepat. Ia sepertinya lupa bahwa dirinya juga merupakan bagian dari pemerintahan yang sedang dikritiknya itu.
Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014, gubernur dan wakil gubernur berposisi sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Artinya, meski telah dipilih oleh rakyat, pasangan pemimpin provinsi itu pada dasarnya adalah wakil dari pemerintahan pusat untuk daerah.
Dengan begitu, bila Sandi mengkritik pemerintahan Indonesia, maka dia sama saja dengan mengkritik dirinya sendiri. Hal itu seperti pepatah menepuk air, kena muka sendiri.
Kemudian, alasan tidak etisnya 'suara miring' Sandi tersebut dapat dilihat dari persoalan netralitasnya sebagai penyelenggara pemerintahan. Sebagai Wagub, harusnya Sandi tidak boleh turut campur dalam hiruk pikuk politik praktis mengenai Pilpres.
ADVERTISEMENT
Ia adalah penyelenggara pemerintahan, yang harusnya taat sesuai dengan peran, fungsi dan kewenangannya berdasarkan aturan yang berlaku.
Dengan pernyataannya di atas sangat gamblang bila Sandi sudah bersikap tidak netral dan justru secara terang-terangan menggiring opini masyarakat untuk tidak memihak kepada Presiden Jokowi.
Dengan kata lain, melalui pernyataan tersebut, Sandi sedang memanfaatkan jabatannya untuk berkampanye, sebelum masa kampanye itu tiba. Hal itu sungguh memalukan dan tidak etis dari sikap seorang wagub yang dilantik oleh Presiden.
Selama menjabat sebagai Wagub, Sandi pada dasarnya adalah bagian dari pemerintahan Presiden Jokowi. Sesuai dengan UU di atas, dia adalah perpanjangan tangan sekaligus wakil pemerintah pusat di wilayah provinsi.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, seharusnya Sandi melepaskan atribut pertainya dan mengabdi kepada rakyat secara total. Dia juga harus menyelenggarakan fungsi administrasi pemerintahan dengan baik agar sinergitas pusat dan daerah terwujud.
Bukan justru memanfaatkan jabatan tersebut untuk berpolitik praktis dan merongrong pemerintahan yang sah dengan opininya yang ngawur seperti itu.
Selain itu, bila memang benar pemerintahan Jokowi disebutnya membuat buruk kondisi Indonesia, bukankah kondisi Jakarta saat ini malah lebih buruk dari masa dipimpin oleh Gubernur Jokowi?
Bila kita mau jujur, Ia dan Anies Baswedan hingga saat ini juga belum mampu memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat Jakarta. Apalagi meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup warganya.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, pasangan pemimpin provinsi yang menang dengan politik SARA itu justru kerap mengambil kebijakan yang justru merugikan dan menyengsarakan rakyatnya. Misalnya, soal penutupan Jalan Jatibaru, kebijakan sampah, ruwetnya trotoar dan jalan, banjir serta macet.
Mereka juga kerap tidak mampu menganalisa permasalahan di lapangan, gagal menempatkan diri sebagai pemimpin, dan tidak menguasai aturan serta wilayahnya sendiri. Akibatnya, banyak kebijakan yang menimbulkan polemik dan kontroversi di masyarakat.
Berbagai hal di atas, menjadi indikator kapasitasnya sebagai gubernur dan wakil gubernur yang juga pas-pasan. Tidak inspiratif dan visioner, namun berlagak seperti pemimpin terbaik di dunia.
Untuk itu, kita sebagai warga yang cerdas harus mulai kritis atas segala pernyataan dan opini para elit politik saat ini. Jangan sampai kita hanya digiring opininya oleh wacana yang sengaja disebarkan untjk mengakomodasi kepentingan sempit mereka saja. Hati-hati, kawan.
ADVERTISEMENT