news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Politik Masa Depan dan Masa Depan Politik

Konten dari Pengguna
21 Desember 2018 16:56 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dendy Raditya Atmosuwito tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Politik Masa Depan dan Masa Depan Politik
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Politik dan perkembangan teknologi jelas terlalu lengket untuk bisa dipisahkan. Pada abad lalu, kita sama-sama menyaksikan bagaimana persaingan politik antara dua negara adikuasa, Amerika Serikat dan Uni Soviet, menghasilkan banyak penemuan di bidang teknologi luar angkasa.
ADVERTISEMENT
Pertarungan politik global pada dua perang dunia di abad ke-20 juga tidak dapat dimungkiri berpengaruh cukup besar terhadap perkembangan teknologi yang banyak di antaranya kita gunakan sampai sekarang.
Sebaliknya, perkembagan teknologi pun sangat dapat memengaruhi kehidupan politik. Tulisan ini mencoba sedikit menjelaskan tentang bagaimana perkembangan teknologi memengaruhi politik dan apa yang bisa dilakukan untuk menghadapi hal tersebut di masa depan.
Kapitalisme Cetak dan Nasionalisme
Warga memilih membaca media online. (Foto: aditia noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Warga memilih membaca media online. (Foto: aditia noviansyah/kumparan)
Salah satu contoh paling terkenal untuk menunjukan bagaimana perkembangan teknologi memengaruhi kehidupan politik adalah nasionalisme.
Benedict Anderson dalam magnum opus-nya yang berjudul Imagined Communities menerangkan bahwa nasionalisme adalah solidaritas gaya baru yang berbeda dari zaman pra-modern yang berbasis tatap muka, melainkan solidaritas yang sifatnya abstrak karena berlandaskan pada kesamaan kesadaran akan sebuah komunitas yang dibayangkan (imagined communities).
ADVERTISEMENT
Lalu apa penyebab munculnya nasionalisme? Tesis yang ditawarkan oleh Anderson adalah bahwa pemicu utama nasionalisme adalah kapitalisme cetak yang merombak budaya lama manusia soal identifikasi diri mereka sebagai suatu kesatuan.
Kapitalisme cetak sendiri merupakan suatu usaha kapitalis dalam bidang percetakan yang mendorong tersebarnya produk-produk percetakan (termasuk surat kabar) seluas mungkin untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Tentu saja, munculnya kapitalisme cetak tidak bisa dilepaskan dari ditemukannya mesin cetak.
Percetakan massal yang disponsori oleh kapitalisme cetak kemudian menjadi media pembentukan bahasa nasional yang bisa berasal dari bahasa administratif atau bahasa ibu yang memungkinkan para pembacanya untuk membayangkan bahwa orang lain yang membaca dan berbahasa sama dengan mereka adalah anggota komunitas nasional yang sama, meskipun mereka tidak pernah atau bahkan tidak akan pernah saling bertemu selama mereka hidup.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks Indonesia, contoh yang mendukung gagasan Anderson adalah bagaimana surat kabar berbahasa Melayu pasar yang dipelopori oleh kaum pribumi terpelajar pada masa kolonial Hindia Belanda berhasil membangkitkan kesadaran nasional Indonesia.
Media Sosial-Gerakan Sosial dan Big Data-Politik Elektoral
Ilustrasi main media sosial. (Foto: Geralt/Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi main media sosial. (Foto: Geralt/Pixabay)
Contoh lain yang saat ini banyak digunakan untuk menjelaskan bagaimana perkembangan teknologi memengaruhi kehidupan politik adalah pengaruh media sosial terhadap gerakan sosial. Secara teoritik, media sosial adalah salah satu bentuk new media (media baru).
Media baru tidak hanya berperan dalam penyebaran informasi, melainkan juga memungkinkan semua orang untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara dua arah. Terdapat tiga hal yang yang menyebabkan ia memiliki fungsi sosial, yaitu communication, convergence, dan content (3C).
ADVERTISEMENT
Arus informasi yang ada pada media lama dan new media juga berbeda. Pada new media atau media baru, arus informasi dikendalikan oleh pengguna, bukan lagi oleh penyedia media. Ini berbeda dengan media massa tradisional yang menyajikan informasi secara terbuka, namun terbatas.
Sebagai contoh, dapat dilihat bagaimana smartphone dan gadget lainnya digunakan untuk kepentingan-kepentingan pengguna dengan cepat dan langsung.
Model arus informasi new media inilah yang kemudian mendorong warga untuk bersikap kritis terhadap realitas hidup sehari-hari, khususnya yang tidak adil dan bersifat merugikan kepentingan umum.
Warga yang tersadarkan akhirnya bisa menuntut hak-haknya dengan maksimal. Bahkan, bisa mengorganisir diri ketika situasi dan kondisi yang dihadapi rumit. Pada konteks inilah, gerakan sosial berbasis internet muncul ke permukaan.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, kasus Prita Mulyasari adalah salah satu bukti bahwa gerakan sosial bisa dimulai lewat media-media sosial di internet. Tekanan yang dilakukan pihak Rumah Sakit Omni International kepada Prita selaku pasien telah membangkitkan simpati publik, yang kemudian terdinamisasi melalui media sosial.
Di Timur Tengah, pada 2010-2011, kita juga menyaksikan bagaimana keberhasilan aktivisme transnasional memanfaatkan berbagai media sosial untuk mendorong terciptanya gelombang demokratisasi yang terkenal dengan istilah Arab Spring.
Selain pengaruh media sosial terhadap gerakan sosial, contoh lain yang menunjukan bagaimana perkembangan teknologi mempengaruhi politik saat ini adalah penggunaan big data atau data raksasa untuk pemenangan politik elektoral seperti pemilihan presiden, anggota legislatif, maupun kepala daerah.
Kita sekarang memasuki era di mana ketersediaan data sosial yang terekam secara digital semakin berlimpah yang sering disebut sebagai era big data.
ADVERTISEMENT
Media daring Tirto menulis bahwa dengan menggunakan big data, para politisi mampu memetakan demografi, sejarah kontribusi pemilih dalam politik, pandangan politik pemilih hingga urusan remeh seperti konsumsi media, aktivitas di media sosial hingga status kepemilikan rumah, mobil, atau kapal.
Dalam pemilu AS 2016, informasi semacam ini dimanfaatkan Donald Trump dengan menggandeng Cambridge Analytica untuk menganalisis data penduduk. Di Indonesia, lembaga Indonesia Indikator secara rutin mempublikasikan analisis politik yang berdasarkan analisis big data.
Kesimpulan: Politik Masa Depan dan Masa Depan Politik
Semua karena politik (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Semua karena politik (Foto: Istimewa)
Pada bagian sebelumnya, penulis telah mencoba menjelaskan secara singkat dengan tiga contoh (kapitalisme cetak-nasionalisme, media sosial-gerakan sosial, big data-politik elektoral) bagaimana perkembangan teknologi sangat dapat memengaruhi kehidupan politik.
ADVERTISEMENT
Pada bagian ini, penulis ingin mengajak pembaca memikirkan tentang bagaimana politik saat ini berbicara tentang masa depan dan bagaimana masa depan politik itu sendiri.
Pertama, mari kita lihat bagaimana politik sekarang berbicara tentang masa depan kita. Berbagai permasalahan yang saat ini dan di masa depan kita hadapi seperti ketimpangan ekonomi global, perubahan iklim, dan disrupsi teknologi yang menimbulkan masalah etis dan sosial tentu saja membutuhkan penyelesaian secara politik.
Permasalahan-permasalahan tersebut meskipun berbeda tapi punya satu kesamaan, yaitu tidak bisa diselesaikan jika hanya dilakukan oleh satu atau beberapa negara saja karena masalah-masalah yang akan kita hadapi di masa depan dapat dipastikan bersifat global.
Contohnya, kita tidak bisa menghentikan perubahan iklim yang secara ekstrem dapat mengancam ekosistem di Bumi jika hanya Indonesia yang bergerak, sedangkan negara-negara lain tetap berkontribusi pada perubahan iklim karena perubahan iklim tidak mengenal batas-batas negara.
ADVERTISEMENT
Kita juga tidak bisa mengatasi masalah ketimpangan ekonomi global yang dirasakan oleh penduduk di negara kita jika tidak ada satu visi global yang disepakati dan dilakukan oleh negara-negara lain, karena tatanan ekonomi yang ada sekarang adalah tatanan ekonomi global yang interdependen antarnegara.
Begitupun dengan disrupsi teknologi, kita tidak bisa dengan mudah mengendalikan kapitalis-kapitalis multinasional yang memegang data yang diunggah oleh penduduk Indonesia di internet, yang oleh para kapitalis itu dimanfaatkan dan diperjualbelikan begitu saja demi keuntungan mereka, serta punya dana besar untuk mengendalikan arah disrupsi teknologi.
Sekarang adakah di antara para politisi kita yang punya gagasan atau menyelesaikan berbagai permasalahan yang sifatnya global karena perkembangan teknologi tersebut? Kebanyakan politisi kita masih berpikir dalam kerangka satu negara saja, belum banyak (atau mungkin tidak ada) yang mempunyai visi global. Tentu saja jenis yang paling banyak dari politisi kita adalah yang berpikir hanya soal bagaimana memenangkan pemilu.
ADVERTISEMENT
Kedua, bagaimana masa depan politik itu sendiri? Tentu saja ini sulit dijawab tapi satu hal yang tidak bisa dilepaskan dari politik adalah ideologi.
Bahkan, Orde Baru yang sering menganggap dirinya bersih dari “politik yang kotor”, memercayai ekonomi sebagai panglima, dan melakukan proyek deideologisasi dan depolitisasi secara besar-besaran itu pun sebenarnya melakukan hal tersebut karena didorong oleh ideologi developmentalisme mereka.
Pertanyaannya sekarang adalah, ideologi-ideologi yang sekarang ada adalah ideologi yang lahir ketika belum ada media sosial, big data, neurosains, kecerdasan buatan, machine learning, dan rekayasa biologis.
Beberapa contoh misalkan, liberalisme yang muncul setelah era pencerahan di Eropa, sosialisme yang muncul setelah Revolusi Industri gelombang pertama dan kedua, developmentalisme yang muncul setelah Perang Dunia ke-II, dan nasionalisme muncul setelah adanya kapitalisme cetak tidak ada satupun yang mengenal dan akrab dengan perkembangan teknologi mutakhir saat ini.
ADVERTISEMENT
Ini menimbulkan satu pertanyaan baru, kira-kira ideologi macam apa yang akan memandu cara kita memandang politik dan tujuan kita berpolitik di era media sosial, big data, neurosains, kecerdasan buatan, mesin pembelajar, dan rekayasa biologis.
Satu pertanyaan yang harusnya coba dijawab oleh civitas akademika yang ada di FISIP/FISIPOL seluruh Indonesia, karena politik mempengaruhi masa depan kita maka masa depan politik (yang akan sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi) juga harus ada dalam pikiran kita.