Beda Indonesia, Malaysia, dan Turki Soal Penyebutan "Rohingya"

26 September 2017 15:58 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo dan Presiden Erdogan (Foto: Laily Rachev - Biro Pers Setpres)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo dan Presiden Erdogan (Foto: Laily Rachev - Biro Pers Setpres)
ADVERTISEMENT
Pemerintah Malaysia menolak pernyataan Filipina sebagai Ketua ASEAN soal konflik di Rakhine. Menurut Malaysia pernyataan itu tidak mencerminkan keprihatinan Malaysia. Terutama yang diprotes oleh Malaysia adalah dihilangkannya kata "Rohingya" dalam Chairman Statement tersebut.
ADVERTISEMENT
"Malaysia telah menyuarakan keprihatinannya, tapi hal ini tidak direfleksikan dalam Pernyataan Ketua ASEAN. Oleh sebab itu, Pernyataan Ketua ini tidak berdasarkan konsensus. Pernyataan itu juga menghilangkan Rohingya sebagai salah satu komunitas yang jadi korban," kata Menteri Luar Negeri Malaysia Anifah Aman dalam pernyataan tertulisnya Senin (24/9).
Anifah memuat enam kali kata "Rohingya" dalam pernyataan tersebut. Kata ini memang singkat, namun ternyata tidak semua negara dengan mudah menyebutkannya. Pasalnya, ini adalah kata terlarang yang haram diucapkan di Myanmar berdasarkan perintah dari Aung San Suu Kyi.
Suu Kyi meminta kata itu diganti dengan "Muslim" atau "Orang Islam".
Pengungsi Rohingya. (Foto: REUTERS/Cathal McNaughton)
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsi Rohingya. (Foto: REUTERS/Cathal McNaughton)
Itulah sebabnya juga, laporan Komisi Penasihat untuk Rakhine State pimpinan mantan Sekjen PBB Kofi Annan tidak menyebut kata "Rohingya". Namun komisi itu dalam laporannya menjelaskan bahwa kata Rohingya dihilangkan atas permintaan Aung San Suu Kyi yang juga menjabat Penasihat Negara.
ADVERTISEMENT
Malaysia memang dengan ringan menyebut kata "Rohingya", namun tidak demikian dengan pemerintah Indonesia. Dari berbagai pernyataan pemerintah untuk etnis Muslim Rohingya, baik disampaikan oleh Presiden Joko Widodo atau Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, kata "Rohingya" tidak pernah disebut. (Baca: Mengapa Pemerintah Tidak Sebut Kata "Rohingya"?)
Jokowi menyebut kasus Rohingya dengan kata "kekerasan di Rakhine State", demikian juga Menlu Retno.
Berbeda dengan Jokowi, Perdana Menteri Malaysia Najib Razak berkali-kali menyebut kata Rohingya dalam pernyataannya.
"Malapetaka yang sedang menimpa orang-orang Rohingya sudah sampai ke tahap yang begitu dahsyat sekali, yang tidak boleh dipandang ringan," kata Najib ketika melepas bantuan kemanusiaan untuk Rohingya awal bulan ini.
Bahkan Najib telah banyak menyuarakan protes terhadap Myanmar atas genosida terhadap Rohingya sejak tahun lalu. Desember 2016, Najib Razak menghadiri aksi mengecam penindasan Rohingya di Myanmar yang dihadiri ribuan orang.
ADVERTISEMENT
Atas keikutsertaannya itu, Najib menuai protes dari Myanmar yang menganggap Malaysia melanggar prinsip ASEAN yaitu tidak mencampuri urusan dalam negeri negara anggota.
Menanggapi protes itu, Najib ketika itu menjawab ringan. "Saya tidak peduli. Apakah saya, pemimpin lebih dari 30 juta rakyat, diharapkan untuk menutup mata? Berdiam diri? Saya tidak akan melakukan itu," kata Najib saat itu.
Sikap yang sama ditunjukkan oleh pemimpin negara mayoritas Islam lainnya, yaitu Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Erdogan beberapa kali mengucapkan kata "Rohingya" dan "Arakan" untuk menanggapi penderitaan Rohingya di Myanmar, termasuk di mimbar Sidang Umum PBB.
"Rumah-rumah warga desa Muslim Rohingya yang hidup dalam kemiskinan dan berusaha mendapatkan kewarganegaraan dibakar, ratusan ribu mereka mengungsi," kata Erdogan.
ADVERTISEMENT
Pada Idul Adha lalu, dalam pidatonya Erdogan mengatakan bahwa Rohingya menghadapi genosida di Myanmar. "Mereka yang menutup mata atas genosida ini dengan dalih demokrasi ikut bertanggung jawab," kata Erdogan seperti dikutip The Guardian.
Bahkan Erdogan secara langsung menelepon Aung San Suu Kyi awal September lalu agar dibuka akses kemanusiaan untuk Rohingya. "Saya berbicara dengan dia [Suu Kyi] kemarin. Mereka membuka pintu setelah saya menelepon," kata dia.
Tidak hanya Erdogan, istrinya, Emine Erdogan, juga nyaring menyebut kata Rohingya. Bahkan Ibu Negara Turki ini sempat mengunjungi pengungsian Rohingya di Cox's Bazar, Bangladesh.
Erdogan berkomitmen mengirimkan 10 ribu ton bantuan untuk Muslim Rohingya di Myanmar dan Bangladesh. Sementara Malaysia juga telah mengirimkan ton bantuannya kepada Rohingya.
Pengungsi Rohingya. (Foto:  REUTERS/Danish Siddiqui)
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsi Rohingya. (Foto: REUTERS/Danish Siddiqui)
Indonesia juga telah mengirimkan 34 ton bantuannya ke Bangladesh, dilepas langsung oleh Presiden Jokowi 13 September lalu. Seperti yang sudah-sudah, Jokowi pada kesempatan ini juga tidak menyebut kata Rohingya, tapi "para pengungsi dari Rakhine State".
ADVERTISEMENT
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir tidak secara langsung menjawab pertanyaan mengapa kata "Rohingya" tidak pernah disebut.
Kepada kumparan, Senin (11/9), Arrmanatha mengatakan: "Fokus kita adalah memberikan bantuan kemanusiaan secara inklusif, yang jadi korban di Rakhine State dari berbagai etnis dan agama."