Diplomat Wanita Indonesia Kembali Jawab Kritikan soal Papua Barat

27 September 2017 13:43 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ainan Nuran (Foto: UNGA)
zoom-in-whitePerbesar
Ainan Nuran (Foto: UNGA)
ADVERTISEMENT
Indonesia kembali mendapat kritik tajam dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNGA) di New York. Pemimpin dua negara di Pasifik, Solomon Islands dan Vanuatu menuduh RI melakukan pelanggaran HAM di Papua.
ADVERTISEMENT
Pelanggaran yang mereka maksud termasuk di antaranya pembunuhan, penyiksaan, penculikan, dan kekerasan terhadap suku asli Papua.
Perdana Menteri Vanuatu, Charlot Salwai di depan delegasi negara UNGA mengatakan, PBB sengaja menutup telinga atas pelanggaran yang sudah terjadi setengah abad itu.
"Kami menyerukan seluruh rekan kami di dunia untuk mendukung hak hukum Papua Barat utuk menentukan nasibnya sendiri," ucap Salwai seperti dikutip dari Radio New Zealand, Rabu (27/9/2017).
"Indonesia harus segera mengakhiri segala bentuk kekerasan dan mencari kesamaan persepsi untuk memfasilitasi proses agar (Papua) bisa menentukan nasibnya sendiri," jelas dia lagi.
Sidang Umum PBB (Foto: Dok. United Nations)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang Umum PBB (Foto: Dok. United Nations)
Pernyataan Salwai dipertegas oleh PM Solomon Islands, Manasseh Sogavare. Ia meminta PBB segera bertindak untuk menangani masalah tersebut.
"Cuma dengan tindakan dan sistem internasional, terutama jika dilakukan oleh PBB, dapat membuka jalan agar masyarakat yang ingin menentukan nasibnya sendiri dan mendapat penolakan selama 50 tahun bisa dibukakan jalannya," kata Sogavare.
ADVERTISEMENT
"Jika ini gagal, sebagai sebuah bangsa kami akan terlibat dalam sebuah penderitaan abadi dan kebutaan terhadap ketidakadilan, serta kami akan kehilangan kesempatan emas untuk tetap setia pada ucapan kami: tidak akan pernah mengabaikan siapa pun," ucapnya.
Bantahan Indonesia
Untuk menjawab tuduhan negara-negara Pasifik ini, pemerintah Indonesia kembali menurunkan seorang diplomat wanita Indonesia, yaitu Sekretaris III Perwakilan Tetap RI untuk PBB, Ainan Nuran.
Dia menegaskan Papua adalah bagian tak terpisahkan dari Indonesia. Ainan bahkan menuding balik para pemimpin Pasifik mendukung gerakan separatis di negara berdaulat.
"Negara-negara ini sudah tertipu dengan bodohnya oleh individu pembawa agenda kelompok separatis yang mengeksploitasi isu hak asasi manusia," ujar Ainan.
"Mengapa kekhawatiran mereka tidak diangkat ke forum yang lebih tepat, yaitu siklus ke-3 tinjauan periodik Indonesia di Dewan HAM PBB," tambah dia.
ADVERTISEMENT
Ini bukan kali pertama Indonesia dikritik oleh negara-negara di Kepulauan Pasifik terkait kondisi HAM di Papua Barat. Tahun lalu ada enam negara yang melancarkan kritikan di PBB, yaitu Vanuatu, Solomon Islands, Tonga, Nauru, Marshall Island dan Tuvalu. Tahun ini pengkritik Indonesia berkurang menjadi dua, yaitu Tuvalu dan Solomond Island.
Pada Sidang Umum PBB 2016, perwakilan RI di PBB juga menurunkan diplomat wanita untuk menjawab tudingan tersebut, yaitu Nara Rakhmatia Masista. Seperti tahun lalu, kali ini juga Indonesia menegaskan bahwa tuduhan negara-negara itu tidak berdasar.
Kepada pemimpin negara Vanuatu dan Solomon Islands, Ainan mengatakan bahwa kondisi di Papua dan Papua Barat sudah mengalami kemajuan pesat dalam tiga tahun terakhir. Pembangunan jalan lebih dari 4.000 kilometer, pembangunan 30 pelabuhan dan tujuh bandara, adalah buktinya.
ADVERTISEMENT
Dia juga mengatakan bahwa 2,8 juta warga Papua sekarang mendapat pelayanan kesehatan dasar yang gratis. Begitu pula di sektor pendidikan yang cuma-cuma untuk 360 ribu pelajarnya.
Ainan menegaskan, Papua dan Papua Barat adalah bagian dari Indonesia dan akan tetap seperti itu.