Malaysia Tolak Pernyataan ASEAN yang Hilangkan Kata "Rohingya"

26 September 2017 10:09 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menlu Malaysia Anifah Aman (Foto: REUTERS/Eduardo Munoz)
zoom-in-whitePerbesar
Menlu Malaysia Anifah Aman (Foto: REUTERS/Eduardo Munoz)
ADVERTISEMENT
Kekerasan terhadap Rohingya di Rakhine, Myanmar, memicu perpecahan di kalangan negara-negara ASEAN. Pernyataan ASEAN soal konflik Myanmar ditolak Malaysia karena dianggap tidak menghadirkan realitas sebenarnya atas penderitaan Rohingya.
ADVERTISEMENT
Menurut Menteri Luar Negeri Malaysia Anifah Aman, negaranya berlepas diri dari pernyataan Ketua ASEAN yaitu Filipina yang dikeluarkan pada Selasa lalu itu. Menurut dia, pernyataan itu bukan konsensus negara-negara anggota ASEAN dan "misrepresentasi dari keadaan yang sebenarnya".
Di antara protes Malaysia adalah hilangnya kata "Rohingya" dalam pernyataan itu. Padahal Rohingya adalah masyarakat yang paling menderita dalam konflik ini.
"Malaysia telah menyuarakan keprihatinannya, tapi hal ini tidak direfleksikan dalam Pernyataan Ketua ASEAN. Oleh sebab itu, Pernyataan Ketua ini tidak berdasarkan konsensus. Pernyataan itu juga menghilangkan Rohingya sebagai salah satu komunitas yang jadi korban," kata Aman dalam pernyataannya.
Kata "Rohingya" memang coba dihindari oleh berbagai negara di ASEAN ketika menanggapi krisis di Rakhine, salah satunya bahkan oleh Indonesia. Pasalnya, kata itu diharamkan karena dianggap sensitif oleh pemerintah Myanmar yang menganggap Rohingya adalah pendatang ilegal asal Bangladesh. (Baca: Mengapa Pemerintah Tidak Sebut Kata "Rohingya"?)
Rohingya Menuju Bangladesh (Foto: Reuters/Mohammad Ponir Hossain)
zoom-in-whitePerbesar
Rohingya Menuju Bangladesh (Foto: Reuters/Mohammad Ponir Hossain)
Tapi tidak demikian dengan Malaysia. Dalam pernyataan singkatnya, Anifah Aman menyebut kata "Rohingya" sebanyak enam kali. Kata itu juga beberapa kali lantang disebutkan oleh Perdana Menteri Malaysia Najib Razak.
ADVERTISEMENT
Konflik di Rakhine dimulai pada 25 Agustus lalu saat militer Myanmar menggelar operasi pembersihan desa-desa Rohingya setelah militan ARSA menyerang pos-pos militer dan polisi. Ratusan hingga ribuan warga Rohingya tewas, rumah-rumah mereka dibakar.
Kini ada sekitar 400 ribu pengungsi Rohingya yang mencari selamat berjalan kaki berhari-hari ke Bangladesh. Kecaman internasional telah berdatangan, namun pemerintah Aung San Suu Kyi tidak mengambil tindakan berarti untuk menghentikan penderitaan Rohingya.
Dalam pernyataannya, ASEAN mengatakan bahwa situasi di Rakhine adalah isu antar-masyarakat yang kompleks dan berakar pada sejarah. ASEAN lebih lanjut mengimbau semua pihak menahan diri sembari menjadi solusi dari akar permasalahan konflik ini, termasuk dengan cara dialog.
Pernyataan tersebut juga dikritik Anifah Aman karena tidak cukup keras menghujat militer Myanmar yang membantai Rohingya.
Pengungsi Rohingya meminta bantuan. (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsi Rohingya meminta bantuan. (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
"Malaysia mengutuk serangan terhadap aparat Myanmar pada 25 Agustus 2017 oleh Tentara Pembela Rohingya Arakan (ARSA), namun 'operasi pembersihan' yang tidak proporsional oleh pemerintah Myanmar telah menyebabkan jatuh banyak korban sipil yang tidak berdosa," kata Aman.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Filipina sebagai ketua ASEAN menghormati sikap Malaysia tersebut. Mereka mengatakan, pernyataan itu dikeluarkan setelah rapat para menteri luar negeri 10 negara ASEAN di sela Sidang Umum PBB di New York. Memang tidak diperoleh konsensus dalam rapat itu, dan dua pejabat Malaysia disebut telah mengetahuinya.
"Filipina sebagai ketua toleran terhadap suara-suara ketidaksetujuan," kata pernyataan Kemlu Filipina seperti dikutip Reuters.
Menurut pengamat, sikap Malaysia ini menunjukkan adanya ketegangan di ASEAN terutama terkait isu Rohingya.
"Yang patut dicermati bukan sikap Malaysia yang berlepas diri dari pernyataan tersebut. Tapi ini soal kegagalan Filipina untuk menyampaikan pandangan seluruh negara anggota ASEAN," kata Shahriman Lockman, pengamat di Institute of Strategic and International Studies, Kuala Lumpur.
ADVERTISEMENT