Mengumpar dari Tanah Suci

Denny Armandhanu
Pernah jadi editor @Kumparan.
Konten dari Pengguna
4 Juli 2019 10:17 WIB
comment
10
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Denny Armandhanu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pelepasan petugas haji di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta. Foto: Denny Armandhanu/Media Center Haji/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pelepasan petugas haji di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta. Foto: Denny Armandhanu/Media Center Haji/kumparan
ADVERTISEMENT
Allah telah menutup buku takdir yang Dia tulis 50 ribu tahun sebelum manusia diciptakan. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering. Kiranya begitulah kata junjungan kita, Nabi Muhammad shallalahu alaihi wassalam, dalam menggambarkan takdir.
ADVERTISEMENT
Takdir manusia siapa yang tahu. Bisa jadi sekarang menangis, besok tertawa. Sekarang sehat, besok sakit. Sekarang bernapas, besok tinggal nama. Takdir adalah sebuah rahasia Ilahi yang Maha Tinggi.
Seperti saya yang tidak pernah mengira hari ini akan datang. Hari di mana saya berada di Asrama Haji Pondok Gede, bersiap berangkat ke Tanah Suci, Makkah dan Madinah, untuk bekerja sembari menjalankan ibadah haji. Alhamdulillah, syukur tiada terkira atas karunia dari Allah ini, saya menjadi satu dari sekitar 30 jurnalis di tim Media Center Haji (MCH) 2019.
Kisah saya ini sudah pasti telah tertulis terang benderang di Lauh Mahfudz. Sebuah jalan cerita yang tidak akan pernah saya ketahui. Jangan berharap ada spoiler untuk masa depan manusia.
ADVERTISEMENT
Sujud syukur saya panjatkan ketika melihat nama saya dan kumparan tertera di jajaran anggota terpilih MCH pada Mei lalu. Tidak lupa, saya memeluk istri saya tercinta, yang dalam setiap salat malamnya mendoakan saya. Memeluk kedua putri saya, Kinanti dan Unaisah, yang saat itu kebingungan kenapa ayahnya girang betul. Setelah itu, saya menelepon ibu saya, berterima kasih atas doanya di Tanah Suci ketika umrah sepekan sebelumnya. Air mata ini tidak terbendung, betapa pun saya berusaha menahannya.
Ini adalah kali ketiga saya mengikuti seleksi MCH dari Kementerian Agama RI yang diikuti berbagai media massa dari seluruh Indonesia. Kali pertama adalah pada 2017. Ketika itu, kumparan adalah media online yang baru saja berdiri. Walau jeroannya adalah orang-orang lawas dan telah 'ngelotok' soal media--saya sendiri telah tujuh tahun jadi wartawan ketika itu--, namun tetap saja kumparan adalah barang baru.
ADVERTISEMENT
Percobaan pertama tiga tahun lalu, saya langsung gagal di seleksi tahap pertama; administrasi. Barangkali kami tidak dikenal. Maklum saja, banyak yang awam.
"kumparan? Perusahaan listrik?" itu pertanyaan yang kerap kami terima.
Pada tahun kedua pun demikian, padahal menginjakkan kaki di Tanah Suci telah terbayang di depan mata. Tapi saya meyakini bahwa takdir Allah itu semua baik. Yang saya anggap kegagalan, sejatinya ada hikmah di balik itu. Ini benar, ada beberapa hal yang membuat saya bersyukur gagal MCH di 2017 dan 2018.
Seperti pada 2018, saat musim haji, saya harus mencari kontrakan baru karena kontrakan saya yang lama akan digunakan pemiliknya. Bisa dibayangkan, jika saya terpilih MCH dan harus bertugas di Saudi, kasihan sekali istri saya pasti kerepotan mencari kontrakan baru dan mengurus pindahan seorang diri.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2019, saya mencoba lagi. Kali ini, kami lebih percaya diri untuk maju berkompetisi dengan media-media lain dari seluruh Indonesia. Apa sebab?
Tahun ini, kami telah mengantungi verifikasi Dewan Pers. Artinya, kami bukan media abal-abal. Verifikasi Dewan Pers menunjukkan bahwa kami kredibel dalam pemberitaan, patuh pada kode etik jurnalistik. Ditambah lagi, hampir seluruh anggota redaksi kumparan telah dapat sertifikasi wartawan. Mantap dan bonafide betul.
Alhamdulillah, kumparan lolos seleksi awal dan maju ke tahap berikutnya, yaitu pemaparan program. Dalam hal ini, kami juga percaya diri.
kumparan mengusung misi yang berbeda dengan media kebanyakan di Tanah Air. Bahkan kami berani mengatakan, kami satu-satunya dalam hal ini. Misi yang menjadi ruh kami adalah: "kolaborasi".
ADVERTISEMENT
Kami memiliki mitra media-media startup yang tersebar di seluruh Indonesia dan siap bekerja sama saling melengkapi dalam pemberitaan. Hal ini membuat kumparan memiliki akses yang lebih luas di seluruh nusantara.
Dalam hal haji, media-media yang tergabung dengan program "1001 Media Partner kumparan" ini mampu menjadi corong pemberitaan bagi para jemaah di berbagai provinsi. Karena kumparan adalah media nasional dan mainstream, laporan mereka akan bisa dibaca oleh seluruh rakyat Indonesia.
Saya tentunya tidak pandai menjelaskan panjang lebar soal kerja kumparan dan kolaborasinya. Biarlah wakil pemimpin redaksi kami, Rachmadin Ismail, yang memaparkannya. Akhirnya, saya bersama Rachmadin dan Ahmad Romadoni--redaktur kumparan yang juga lolos tahap administrasi--berhadapan dengan para penguji di Kemenag.
Alhamdulillah semua berjalan lancar. Kami kian optimistis karena para penguji kami, salah satunya Bapak Dodo Murtado, terlihat terkesan dengan pemaparan Rachmadin. Kami pulang dengan semringah, menyimpan harap yang besar di dada, bayangan kakbah semakin menjelma di depan mata. Sebagai bukti optimisme, saya membeli buku manasik haji untuk dipelajari menghadapi seleksi berikutnya: tes tertulis dan wawancara.
ADVERTISEMENT
Tidak karuan rasanya ketika melihat nama saya ada di daftar mereka yang lolos pemaparan. Sayangnya, di tahap ini kawan saya, Romadoni, harus tersingkir. Qadarullah. Waktunya hanya sepekan dari pengumuman hingga tes berikutnya. Mau tidak mau, saya harus belajar ekstra keras.
Hampir semua yang saya pelajari adalah hal asing. Saya memang berpikir untuk naik haji, ini wajib dalam agama Islam. Tapi tidak mengira panggilan Allah datang secepat ini. Saya tahu pekerjaan ini akan membawa saya ke berbagai negara, tapi tidak menyangka akan ke Arab Saudi. Itulah sebabnya, kajian fikih manasik haji bukan prioritas saya dalam menuntut ilmu agama. Namun, Allah ternyata memudahkan semuanya.
Sehari sebelum tes dilakukan, secara kebetulan saya mendapati ada kajian Manasik Haji di Masjid Al-Azhar dengan pemateri Ustad Firanda Andirja. Ustad Firanda ini adalah warga negara Indonesia yang menjadi pengajar tetap di Masjid Nabawi, Madinah. Tidak pikir panjang, saya langsung berangkat ke sana.
ADVERTISEMENT
Dalam kajian tersebut, pengetahuan saya tentang haji yang diperoleh dari buku-buku semakin kaya. Di tempat itu, Alhamdulillah saya dapat juga buku gratis karya ustad Firanda berjudul "Bekal Haji".
Apakah ini pertanda dari Allah bahwa "ini sudah waktunya"? Wallahualam.
Hari ujian. Ujian dilakukan dengan sistem Computer Assisted Test atau CAT dari aplikasi di ponsel. Ada ratusan peserta ujian, tidak hanya calon MCH tapi petugas haji lainnya dari berbagai instansi termasuk TNI dan pegawai Kementerian Kesehatan.
Insyaallah saya sudah menguasai perihal manasik haji dan sedikit soal undang-undang haji. Namun yang tidak masuk perhitungan adalah soal-soal terkait istilah-istilah transportasi haji, kereta Makkah-Madinah, hingga Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) setiap provinsi. Mana pula saya tahu berapa BPIH di Kabupaten Gowa??
ADVERTISEMENT
Hasilnya, saya mendapatkan nilai 65 dari 100 soal dalam ujian tersebut. Buruk memang. Tapi lagi-lagi optimisme saya muncul. Pasalnya, bukan saya saja yang nilainya jeblok.
"Sedih!" kata seorang kawan ketika ditanya berapa nilainya. Saya tidak sendiri rupanya. Next: ujian wawancara.
Pewawancara saya adalah Kepala Biro Humas Kementerian Agama, Bapak Mastuki. Ini kali pertama bertemu beliau, yang ternyata pelit senyum dan sangat serius. Bawaannya tegang, dengan pertanyaan-pertanyaan yang menjebak.
Di antara pertanyaan yang diajukan adalah bagaimana menentukan antara menjalankan tugas jurnalistik atau tugas sebagai petugas haji. Jika ada orang tersesat, apa yang harus dilakukan, memberitakannya atau menolongnya?
Menolongnya tentu saja, karena saya berada di tempat itu sebagai petugas haji, pelayan jemaah. Sedangkan pekerjaan jurnalistik bisa dilakukan sembari lalu. Artinya, saya bisa mengumpulkan berita dan menyimpannya di kepala atau buku catatan, sembari mengerjakan kewajiban petugas haji.
ADVERTISEMENT
Menulis laporan bisa dilakukan di saat-saat yang tidak kritis. Berdasarkan pengalaman saya, selalu saja ada waktu untuk menulis. Yang kadang tidak terulang itu adalah: "lain kali" untuk menolong orang lain.
Pertanyaan Pak Mastuki yang cukup menjebak adalah contoh kasus "Botol zamzam dilabeli calon anggota legislatif", apa yang akan saya lakukan? Saya mencoba menerka isi kepala Pak Mastuki, apa jawaban yang dia harapkan?
Pak Mastuki adalah orang pemerintah, jawaban yang dia inginkan mesti yang menguntungkan pemerintah. Tapi dalam hal ini, saya adalah jurnalis yang bekerja untuk masyarakat. Masyarakat mesti tahu peristiwa itu.
"Akan saya beritakan, karena ada nilai berita dalam peristiwa itu. Tapi tentu saja akan saya konfirmasi ke banyak pihak, termasuk pelaku, jemaah haji Indonesia, Kementerian Agama, hingga pejabat terkait di Tanah Air," begitu kira-kira jawaban saya.
ADVERTISEMENT
Wawancara selesai. Ujian lainnya adalah: menunggu. Seminggu berselang, tidak juga ada pengumuman hasil ujian. Dag-dig-dug pastinya. Alhamdulillah, Allahu Akbar, hasil ujian keluar di hari Jumat yang baik dan ada nama saya di situ. Segala puji hanya bagi Allah, saya menjadi calon anggota MCH 2019.
Perkara saya lolos seleksi telah termaktub di Lauh Mahfudz yang Allah tulis 50 ribu tahun sebelum dunia tercipta. Semua tertulis rapi. Dari yang terbesar hingga yang terkecil.
Sekecil daun yang gugur ke Bumi atau air yang menetes dari keran di rumah. Dari dunia tercipta, hingga dunia digulung dalam peristiwa kiamat, semua tercantum dalam perencanaan-Nya.
Tapi kita tidak tahu apa yang tertulis di buku takdir tersebut. Tugas kita hanya berusaha melakukan yang terbaik, sesuai dengan koridor yang ditetapkan oleh agama Allah. Apa pun suratan takdir nantinya, percayalah itu yang terbaik untuk kita. Kita akan terkejut betapa takdir mengubah semuanya secepat kilat tanpa terduga.
ADVERTISEMENT
Saya berdoa kepada Allah agar bisa menjalankan amanah menjadi petugas haji dengan baik. Sekaligus bisa menjadi haji yang mabrur. Aamiin.
Bismillah. Tahun ini, kumparan akan mengumpar dari Tanah Suci. Doakan kami.
Labbaik Allahumma labbaik. Labbaik laa syarika laka labbaik. Innal hamda wan ni’mata laka wal mulk laa syarika lak.
Asrama Haji Pondok Gede, 3 Juli 2019
Anggota Media Center Haji 2019 daker Madinah. Foto: Rachman/Media Center Haji