Haji Denny, Cagub Bermahar Rp 50+25 Miliar

Denny Indrayana
Wamenkumham (2011–2014) dan Senior Partner di INTEGRITY (Indrayana Centre for Government, Constitution and Society)
Konten dari Pengguna
21 Agustus 2021 7:05 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Denny Indrayana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Haji Denny, Cagub Bermahar Rp 50+25 Miliar
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Kisah perburuan rekomendasi parpol untuk pencalonan gubernur saya sebenarnya bisa menjadi serial drama thriller yang viral dan laku jika difilmkan. Prosesnya tidak hanya menguras tenaga, dan pikiran, tetapi juga membutuhkan kesabaran ekstra revolusioner. Komitmen antimahar yang ditegaskan para petinggi parpol masih menemukan tantangan utamanya di dalam implementasi. Di ujungnya, saya mendapatkan rekomendasi dari Partai Gerindra, Demokrat, dan PPP, tetapi prosesnya adalah perjalanan panjang-berliku. Pertolongan para sahabat yang menjadi kader di masing-masing parpol itu, membuat mission impossible menjadi possible, rekomendasi parpol tanpa mahar, dari yang awalnya tidak mungkin, akhirnya menjadi mungkin.
ADVERTISEMENT
Saya sudah bercerita, bagaimana proses mendapatkan rekomendasi Gerindra, alhamdulillah tanpa mahar kepada parpol. Semuanya berkat bantuan banyak pihak, di Kalsel tentu ada Abah Haji Abidin dan dangsanak Ilham Nor. Tanpa bantuan tulus mereka berdua, rekomendasi dari Gerindra tidak mungkin saya dapatkan. Abah Abidin dan Bang Ilham—termasuk Kanda Fahmi—bahkan terus mendampingi perjuangan kami hingga titik terminal akhir putusan Mahkamah Konstitusi, yang tidak menerima gugatan kami, meskipun tanpa memeriksa alat-alat bukti kecurangan politik uang yang jumlahnya lebih dari enam ratusan. Tidak sebagaimana suara di luaran yang meragukan dukungan Gerindra, senyatanya partai tersebut tidak pernah surut selangkahpun mengusung kami, Haji Denny Difri. Tentu, dalam detail realisasinya di lapangan, selalu ada saja dinamika. Itulah politik, kadang pasang tidak jarang surut.
Perburuan rekomendasi dimulai dengan berbagai pertemuan. Tidak terhitung beberapa kali saya bertemu dengan Haji Abidin di kantor DPD Gerindra Kalsel. Setiap kali pertemuan itu selalu kebanyakan diselingi acara makan-makan. Restoran di Banjarmasin dan Jakarta menjadi saksi bagaimana kami di saat makan menghindari duduk di dekat Haji Abidin. Karena risikonya, Beliau akan dengan penuh semangat memberikan nasi tambahan ke piring kita, berkali-kali. Maka, selama proses pencalonan gubernur, berat badan saya naik berkilo-kilo. Jadwal puasa Daud—sekaligus diet—yang coba saya niatkan pun bubar jalan. Ketika sampai di meja makan, dengan senyum khas dan santainya, Haji Abidin berucap:
ADVERTISEMENT
“Buka puasa. Harus makan. Rugi kalau kada (tidak). Iwaknya nyaman banar (ikannya enak sekali)."
Itulah kelebihan Abah Haji Abidin. Beliau selalu bermurah hati mengajak orang makan. Entah sudah berapa kilo kepiting rajungan, ikan asin, dan ayam goreng Restoran Garuda yang saya makan atau di antar ke rumah Purnama.
Pertemuan dengan Abah Haji Abidin karenanya tidak melulu bicara politik. Jika ada pertemuan satu jam maka politik cukup 5 menit, selebihnya 30 menit adalah waktu makan. Yang 25 menit? Itu waktu beliau membicarakan resep keperkasaan. Soal obat kuat ini saya tidak pernah mendapatkan bagian, hanya terus mendengar cerita. Setiap kali saya tagih, mana bagian saya, Abah sambil senyum simpul berucap:
“Haji Denny jangan memikirkan obat kuat, nanti saja. Sekarang konsentrasi ke pemilihan gubernur dulu. Soal obat gampang”.
ADVERTISEMENT
Abah Haji Abidin memang politisi tulen, yang sudah makan asam-garam kehidupan. Meskipun tampilannya terlihat sepuh, tetapi Beliaulah yang selalu datang tepat waktu di kantor Gerindra setiap pagi, mendahului banyak kader Gerindra yang lain. Padahal mobil Beliau kalau bergerak tidak pernah cepat, maksimal 40 km per jam.
Allah sangat sayang dengan Haji Abidin. Meskipun karier birokrasi Beliau terakhir adalah Pembakal (Kepala Desa), tetapi di tangan Beliau, Capres Prabowo dua kali menang di Provinsi Kalsel dalam Pilpres 2014 dan 2019. Tangan dingin Beliau pula yang menentukan siapa calon gubernur Kalsel. Tanpa dukungan Haji Abidin kepada Haji Denny, cagub Kalsel mungkin hanya ada satu pasangan saja, tanpa lawan tanding. Maka pertarungan Pilgub Kalsel kemarin salah satu sutradara utamanya adalah Abah Haji Abidin.
ADVERTISEMENT
Kesuksesan saya mendapatkan rekomendasi Gerindra tidak lepas dari dukungan penuh Haji Abidin. Namun perjalanan sebenarnya tidak juga mulus ibarat jalan hotmix menuju Kiram. Sempat diselingi oleh merapatnya beberapa calon lain. Sebutlah di antaranya Zairullah, yang akhirnya menjadi Bupati Tanah Bumbu. Gusti Iskandar Sukma Alamsyah kader Golkar yang akhirnya menjadi Calon Walikota Banjarbaru. Hingga Edy Suryadi, yang mendeklarasikan diri sebagai calon gubernur dengan dukungan banyak partai, tapi akhirnya tidak kunjung muncul lagi kisah pencalonannya.
Dengan ditemani Abah Haji Abidin, saya beberapa kali bertemu dengan Pak Prabowo. Haji Abidin pula yang meyakinkan Prabowo untuk memilih saya sebagai calon gubernur.
“Permisi Pak Prabowo. Saya hadir dengan calon gubernur Kalimantan Selatan,” itu kalimat Haji Abidin, dalam pertemuan pertama kali kami bertiga.
ADVERTISEMENT
“Kalau Pak Denny, saya setuju. Harus menang ya. Tidak boleh kalah. Saya akan dukung penuh,” balas Prabowo.
Dalam beberapa pertemuan saya dengan Pak Prabowo ikut hadir Ketua DPP Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, yang saat ini menjabat Wakil Ketua DPR RI. Tentang keandalan Haji Abidin, Pak Dasco berucap:
“Siapa yang membawa Pak Denny, ke Bapak (Prabowo)?” Ketika dijawab saya hadir bersama Haji Abidin, maka Dasco dengan tegas menyatakan, “Kalau di antar Pak Haji, sudah pasti muluslah jalan Pak Denny. Rekomendasi Gerindra sudah pasti di tangan itu."
Memang demikianlah kenyataannya. Saya sengaja tidak langsung memproses rekomendasi Gerindra ke Pak Prabowo. Saya sengaja mendekat dan meminta restu Haji Abidin dulu. Meskipun saya sudah kenal dan bisa mengontak Prabowo langsung, saya tidak melakukan itu. Selain sebagai bentuk etika dan penghormatan politik kepada Haji Abidin yang menjabat ketua DPD Gerindra Kalsel, saya menyadari pengaruh Haji Abidin kepada Pak Prabowo jauh lebih kuat, dibandingkan saya sendiri. Hubungan Prabowo dengan Haji Abidin adalah sejarah panjang, yang tidak bisa dibandingkan dengan masa perkenalan saya dengan sang jenderal capres yang baru seumur jagung.
ADVERTISEMENT
Karena itu, saya pernah melakukan blunder, kesalahan mendasar. Yaitu bertemu Pak Prabowo tanpa didampingi Abah Haji. Meskipun sudah diizinkan dan mendapatkan restu Haji Abidin, pertemuan dengan Prabowo tanpa kehadiran Abah, tidak akan pernah efektif. Itulah yang terjadi ketika saya mendapatkan Surat Tugas Partai Gerindra.
Sebelum mendapatkan rekomendasi, sudah menjadi kebiasaan, seorang calon gubernur akan diberikan surat tugas. Tujuannya untuk melakukan penjajakan koalisi, dan ini yang tidak kalah penting, menjadi semacam surat rekomendasi untuk mendapatkan logistik guna membiayai pilkada. Itulah yang coba saya dapatkan dari partai-partai pendukung. Dalam perjalanannya, saya mendapatkan surat tugas dari Demokrat dan Gerindra.
Surat tugas dari Gerindra bertanggal 30 Juni 2020, ditulisnya “Rekomendasi Sementara”, saya dapatkan persetujuannya dari Pak Prabowo, dalam pertemuan tanpa kehadiran Haji Abidin. Alasan saya membutuhkan surat tugas itu untuk mendampingi surat tugas Demokrat yang sudah saya dapatkan lebih dulu. Di samping itu, saya butuh surat tugas Gerindra untuk meyakinkan potensial penyumbang dana untuk ikut membantu. Akhirnya, surat tugas itupun saya dapatkan, namun bantuan dana yang coba dikumpulkan tidak berhasil diperoleh.
ADVERTISEMENT
Cilakanya, tanpa ketersediaan dana yang mencukupi, surat tugas bisa jadi tidak merujung menjadi rekomendasi. Saya mendapatkan informasi,
“Surat rekomendasi sementara ini selain untuk mencari pasangan calon wakil gubernur, partai pendukung koalisi, juga sebagai jaminan untuk mendapatkan penyandang dana. Pak Denny diberi waktu hingga 10 Juli, kurang dari dua minggu untuk mendapatkan dana Rp 25 miliar. Semuanya nanti digunakan untuk operasional di lapangan pak Denny sendiri. Jika, dana tidak terkumpul, surat rekomendasi akhir mungkin tidak akan dikeluarkan”.
Maka, setelah mendapatkan Surat Tugas Gerindra, saya berupaya keras mencari sumber logistik itu, dan tentunya gagal. Tanpa pengalaman fundraising sebelumnya, memang mustahil mendapatkan dana Rp 25 miliar dalam waktu kurang dari dua minggu. Para pebisnis umumnya tidak berani bergabung karena, situasi ekonomi sedang sulit, kala itu COVID-19 sudah mulai merebak, dan takut ketahuan dan berhadapan dengan Haji itu. Maka, kurang dari dua minggu waktu yang saya punya, tidak menghasilkan modal pendanaan yang dibutuhkan.
ADVERTISEMENT
Hanya dengan pertolongan Haji Abidin, akhirnya syarat Rp 25 miliar itu tidak mengganggu terbitnya rekomendasi Gerindra. Saya laporkan kesulitan itu kepada Abah, dan meminta Beliau meyakinkan Pak Prabowo. Tidak ada hambatan berarti. Sedari awal Pak Prabowo tidak mensyaratkan mahar apapun.
Pernah mengucapkan mahar Rp 50 miliar, tapi Beliau hanya guyon, dan terbahak ketika melihat muka bingung dan terkejut saya. Demikian halnya dengan kebutuhan logistik Rp 25 miliar tersebut. Hal itu bahkan tidak pernah disinggung Prabowo sama sekali. Dalam pertemuan terakhir saya dengan Prabowo bersama Haji Abidin, Pak Haji hanya berucap singkat.
“Tolong dibantu surat rekomendasi untuk Pak Denny"
“Baik nanti saya minta disiapkan," ujar Prabowo.
“Izin, kalau bisa Bapak memberikan disposisi sekarang, agar nanti bisa kami bawa ke Pak Sekjen," ujar Pak Haji Abidin lagi.
ADVERTISEMENT
Maka, Pak Prabowo segera menuju meja kerja Menhan-nya, menuliskan disposisi bersejarah itu di berkas pencalonan saya, “Sekjen, mohon segera diproses – Prabowo."
Sebelum pertemuan berakhir, Prabowo berulang kali berkata:
“Kalau ada kesulitan apa-apa, kabari saya. Nanti saya bantu. Pokoknya kita harus menang."
Demikian saja, semudah itu. Simsalabim dengan mantra Haji Abidin, kebutuhan dana 25 miliar rupiah yang awalnya saya coba cari ke sana ke mari, akhirnya sirna tidak diperlukan. Beberapa jam kemudian, Surat Rekomendasi dari Partai Gerindra saya dapatkan, melengkapi surat rekomendasi Demokrat yang sudah saya dapatkan sebelumnya. Bagaimana kisah mendapatkan rekomendasi Demokrat? Tunggu pada tulisan berikutnya.
Yang pasti saya bersyukur. Allah memudahkan jalan saya mendapatkan rekomendasi-rekomendasi partai. Keraguan banyak kalangan bahwa saya akan gagal menjadi calon gubernur, karena partai-partai tidak ada yang mendukung, akhirnya terbukti sebaliknya.
ADVERTISEMENT
Meskipun, ujung cerita Pilgub Kalsel, tidak seindah yang diharapkan, karena tantangan politik uang masih nyata mewarnai pilkada, namun paling tidak, kita bisa menuliskan keberhasilan mendapatkan rekomendasi partai tanpa mahar. Tidak ada mahar 50 miliar, ataupun 25 miliar rupiah. Perjuangan menegakkan politik bersih, masih mempunyai harapan dan layak untuk terus diperjuangkan. (*)