Menyelamatkan Suara Rakyat di Pemilu 2019 dengan Solusi 'Three In One'

Denny Indrayana
Wamenkumham (2011–2014) dan Senior Partner di INTEGRITY (Indrayana Centre for Government, Constitution and Society)
Konten dari Pengguna
26 Februari 2019 8:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Denny Indrayana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menyelamatkan Suara Rakyat di Pemilu 2019 dengan Solusi 'Three In One'
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Menjelang Pemilu 2019, muncul beberapa isu hukum yang perlu segera dicarikan jalan keluarnya. Masalah hukum itu antara lain: kurangnya surat suara di TPS karena banyaknya pemilih pindahan, perhitungan suara yang tidak selesai pada hari yang sama dengan pemungutan suara, hingga rekapitulasi suara di tingkat kecamatan yang melebihi batas waktu Undang-Undang (UU).
ADVERTISEMENT
Secara teori Hukum Tata Negara (HTN) atas persoalan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu demikian ada empat alternatif solusi, yaitu: satu, menerbitkan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) untuk mengubah UU Pemilu; kedua, mengajukan uji materi atas norma terkait dalam UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi; ketiga, menerbitkan Peraturan KPU untuk memberi solusi teknis antara persoalan pemilu tersebut; empat, tidak melakukan perubahan atau menerbitkan peraturan baru, tetapi cukup dengan pelaksanaan yang solutif di lapangan.
1. Menerbitkan Perppu yang mengubah UU Pemilu.Karena, pemilu beririsan sangat tajam dengan politik, apalagi UU Pemilu sangat berhubungan erat dengan kontestasi pemilu 2019. Maka, menerbitkan Perppu—meskipun adalah tindakan konstitusional presiden yang dijamin konstitusi—tetap berpotensi menghadirkan komplikasi politik. Apalagi, Perppu membutuhkan persetujuan DPR untuk berubah menjadi Undang-Undang.
ADVERTISEMENT
Meskipun Perppu telah berlaku sejak diundangkan, namun karena pertimbangan politik, sangat mungkin ada penolakan di DPR, yang akan memicu krisis konstitusi atas penyelenggaraan pemilu.
Kalau diterima, Perppu mungkin menjadi solusi. Namun jika ditolak DPR, maka dapat timbul komplikasi politik karena UU Pencabutan Perppu dapat mengatur soal “segala akibat hukum dari pencabutan” Perppu tersebut yang mungkin berdampak pada keabsahan hasil pemilu (Pasal 52 ayat (7) UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan).
2. Alternatif lainnya secara paralel (bersamaan), dan karenanya menjadi solusi “three in one”. Maksudnya, KPU secara bersamaan perlu mendukung pengujian materi UU Pemilu ke MK, menyiapkan Peraturan KPU, dan persiapan teknis lapangan yang menjawab persoalan-persoalan dalam UU Pemilu. Contoh solusi teknis lapangan adalah, mempercepat perpindahan sisa kertas suara di antara TPS yang berdekatan, hal mana dapat diatur dalam Peraturan KPU—tentu dengan rumusan yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang.
ADVERTISEMENT
3. Tiga solusi “three in one” tersebut, yaitu uji materi UU Pemilu ke MK, membuat peraturan KPU, dan menyiapkan solusi teknis lapangan; perlu dilakukan bersamaan karena waktu pemungutan suara yang sudah amat dekat, dan karenanya perlu diantisipasi dengan berbagai kemungkinan. Akan ideal jika putusan MK menjadi solusi, sebagaimana ketika menjelang Pemilu 2009 MK memutuskan KTP menjadi dasar untuk memilih.
Namun, karena waktu yang pendek, bisa jadi putusan MK belum keluar sebelum tanggal pemungutan suara di 17 April 2019. Karena itu, sebagai langkah antisipasi, penerbitan Peraturan KPU dan solusi teknis lapangan, menjadi perlu untuk disiapkan.
Jakarta, 26 Februari 2019
Denny Indrayana
Guru Besar Tamu di Melbourne University Law School, Australia.