Empat Panduan Utama Literasi Media

Desi Yoanita
Dosen Prodi Ilmu Komunikasi UK Petra. Mengajar kajian komunikasi interpersonal, komunikasi keluarga, dan literasi media.
Konten dari Pengguna
7 November 2020 5:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Desi Yoanita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Teknologi informasi dan komunikasi di Indonesia berkembang begitu pesat. Menurut riset dari Hootsuite dan We Are Social yang dirilis awal 2020, pengguna internet di Indonesia mencapai 64% total populasi. Menariknya, jumlah pengguna ponsel tercatat 124% dari total penduduk Indonesia. Ini berarti sebagian penduduk yang memiliki lebih dari satu ponsel. Penelitian ini juga menunjukkan 59% penduduk Indonesia aktif menggunakan media sosial.
ADVERTISEMENT
Angka-angka di atas menjadikan Indonesia sebagai salah satu raksasa pengguna teknologi komunikasi di Asia. Penetrasi teknologi informasi menjadi salah satu indikator kemajuan sebuah negara. Jadi berdasarkan data tersebut, Indonesia boleh berbangga. Namun, kemajuan teknologi di Indonesia tak sepenuhnya diikuti tingkat literasi masyarakatnya. Kita lihat saja yang marak terjadi sejak 2017 hingga kini. Hampir tiada hari tanpa kegaduhan hoaks dan ujaran kebencian, yang menyebar dengan cepat, terutama lewat media sosial. Mulai dari hoaks soal kesehatan, bencana alam, politik, sampai isu sensitif tentang gender, etnis, dan agama.
Penyebaran hoaks dan ujaran kebencian yang tak terkendali berpotensi membunuh karakter orang, bahkan memecah belah bangsa. Karena itu sangat penting bagi akademisi maupun tokoh masyarakat melakukan penyuluhan dan pelatihan literasi media di era digital (literasi digital). Dengan makin tingginya tingkat literasi, diharapkan pengguna media sosial menjadi semakin bijaksana. Meski perjalanannya masih panjang, semoga nantinya bangsa ini bisa maju dan tenang.
ADVERTISEMENT
Hal-hal yang perlu diperhatikan di era digital ini:

Media sosial bukan tempat sambat, curhat, dan debat

Sekali anda membuat satu akun media sosial, berarti anda bersiap untuk go-public. Banyak yang tidak siap dengan kenyataan ini. Setiap pengguna media sosial merasa akunnya adalah akun pribadi sehingga bebas digunakan untuk apapun. Masalahnya, meskipun dimiliki perseorangan, namun seperti namanya, media ini ada di ranah sosial. Setiap status, foto, video, dsb bisa dinikmati khalayak luas.
Ketika seseorang merasa bebas mengunggah sesuatu, orang yang lain merasa bebas menyematkan komentar. Paham kebebasan tanpa batas inilah yang makin membuat riuh dunia maya. Maka, marilah kita lebih bijak sebelum mengunggah apapun di akun media sosial kita. Mari filter kembali, apakah yang akan kita unggah masuk dalam ranah privat atau publik? Apakah hal ini membatasi kebebasan kita berekspresi? Saya rasa tidak. Tetaplah berekspresi, asal sudah menimbang segala konsekuensinya. Termasuk jika dikomen negatif oleh netijen lain. Jika belum siap, lebih baik urungkan saja unggahan tersebut.
ADVERTISEMENT

Setiap orang dan akun merepresentasikan sesuatu

Setiap individu adalah bagian dari masyarakat yang lebih luas. Kita merepresentasikan keluarga, komunitas, sekolah, tempat kerja, dan bangsa ini. Sebebas-bebasnya kita, suka atau tidak suka, unggahan kita mencitrakan diri dan lingkungan sekitar kita. Jadi, sekali lagi hati-hati dengan apa yang kita unggah. Kalaupun tidak mewakili siapa-siapa, saat ini HRD perusahaan pun menyaring para pelamar pekerjaan dengan mengecek akun media sosial mereka.

Selalu skeptis dan kritis

Jangan langsung percaya dengan semua informasi yang bersliweran di media sosial. Gunakan Mbah Google untuk melakukan cek silang informasi yang kita dapat dengan berbagai sumber terpercaya (media massa, buku, artikel, dll). Jika anda tidak yakin apakah sumber tersebut bisa dipercaya atau tidak, bertanyalah pada Gen Z yang ada di sekitar anda. Percayalah, mereka adalah digital natives, ahli dalam dunia digital.
ADVERTISEMENT

Jaga privasi anda sendiri

Bagi pengguna yang masih naif, dunia digital bisa membahayakan kepentingan privasi. Sekali kita unggah sesuatu, seluruh dunia bisa mengaksesnya. Foto anak, foto rumah, ke mana kita pergi, nama ibu kandung, dan segala informasi sensitive lainnya kadang secara sengaja atau tidak kita unggah ke media sosial. Banyak di antara kita yang tidak sadar, hanya ingin mengunggah saja. Namun ada banyak orang jahat di luar sana yang siap menggunakan data-data tersebut untuk kepentingan berbahaya.
Semoga empat panduan di atas tidak membuat kita jadi anti media sosial, tapi menjadi lebih bijak menggunakannya.
Desi Yoanita
Dosen Komunikasi Interpersonal dan Komunikasi Keluarga
Fakultas Ilmu Komunikasi
ADVERTISEMENT
Universitas Kristen Petra Surabaya
Note:
Sebagian materi ini juga dibawakan penulis dalam Sesi Pelatihan "Literasi Digital" di SMA Kristen Dharma Mulya Surabaya.