Tantangan Komunikasi Kelas Online

Desi Yoanita
Dosen Prodi Ilmu Komunikasi UK Petra. Mengajar kajian komunikasi interpersonal, komunikasi keluarga, dan literasi media.
Konten dari Pengguna
24 September 2020 9:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Desi Yoanita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di awal 2020 kami sekeluarga sangat excited membayangkan di pertengahan tahun anak balita kami akan masuk PAUD. Kami sudah menyusun berbagai rencana, sembari deg-degan juga mengatur waktu untuk mengantisipasi kebutuhan antar jemput sekolah. Karena sejak umur beberapa bulan anak kami sudah menunjukkan ciri-ciri people-person, kami sudah membayangkan betapa sukacitanya ia bisa sekolah dan berteman dengan anak-anak sebayanya.
ADVERTISEMENT
Lalu datanglah hari itu, ketika Presiden Jokowi mengumumkan kasus pertama Covid-19 di Indonesia. Selanjutnya segalanya berlangsung begitu cepat, perubahan demi perubahan terjadi. Pemerintah mengeluarkan kebijakan physical distancing, kewajiban pakai masker, pembatasan jumlah massa di area publik maupun privat. Diikuti dengan kebijakan kerja dari rumah, dan belajar pun dari rumah.
Minggu demi minggu, bahkan bulan demi bulan berlalu, belum ada tanda berlalunya pandemi. Malah dari hari ke hari jumlah kasus meningkat tajam. Buyar sudah bayangan kami tentang rencana sekolah anak. Proses belajar mengajar daring tidak hanya berjalan sementara, tapi akan berlangsung lama. Sampai kapan, hanya Tuhan yang tahu.
Saya sendiri yang berprofesi sebagai dosen jadi morat-marit menyesuaikan diri dengan perubahan yang sangat drastis. Interaksi antar siswa menjadi langka dan mustahil. Koneksi antara guru dan siswa juga jadi sangat terbatas. Meski demikian, pendidikan tetaplah satu proses kehidupan yang tidak bisa berhenti. Semua siswa tetap berhak mendapatkan ilmu yang kelak menjadi bekal kehidupannya.
ADVERTISEMENT
Sekolah dan para guru harus beradaptasi untuk menciptakan proses yang kondusif bagi para siswanya untuk belajar. Selain menyesuaikan materi, kemampuan menggunakan teknologi, guru dan siswa juga harus menyesuaikan pola komunikasi dengan interaksi yang dimediasi oleh teknologi.
Dalam kajian komunikasi, proses belajar mengajar masuk konteks classroom communication. “Pendidikan adalah komunikasi, dalam proses tersebut terlibat dua komponen yang terdiri atas manusia, yakni pengajar sebagai komunikator dan pelajar sebagai komunikan,” (Effendy, 2005). Inilah beberapa tips dasar dari perspektif komunikasi yang bisa coba diterapkan:

Tak kenal tak sayang

Ketika proses belajar daring melewati tahun ajaran baru, salah satu kekhawatiran saya adalah bagaimana bisa engage dengan siswa-siswa baru. Biasanya di minggu awal tahun ajaran ada sesi perkenalan siswa dengan guru atau dosen. Yah, sekarang pun ada, tapi yang tampak hanya tampilan setengah badan, itupun kadang hanya foto, bukan video.
ADVERTISEMENT
Dalam teori komunikasi, berkenalan termasuk dalam upaya uncertainty reduction (pengurangan ketidakpastian). Semakin rendah level ketidakpastian, semakin tinggi kedekatan antar individu. Karenanya, di pertemuan pertama kelas dengan mahasiswa baru, saya mengalokasikan waktu untuk berkenalan dengan mereka satu per satu. Saya minta mereka memperkenalkan nama, asal kota dan sekolah, hobi, dan media apa yang mereka konsumsi.
Bagi sebagian orang mungkin terdengar buang waktu. Bukankah ada materi yang harus dikejar sesuai RPS? Bagi saya, membangun konektivitas khususnya dengan mahasiswa baru sangatlah penting. Apalagi kalau proses termediasi seperti ini akan berlangsung lama. Dengan sedikit demi sedikit mengenal mereka, akan ada jalur terbuka menuju keakraban, guyonan, ide untuk contoh yang relevan. Menemukan persamaan dan perbedaan frame of reference dan field of experience adalah bekal berharga dalam relasi.
ADVERTISEMENT

Interaktivitas itu penting

Salah satu kelemahan komunikasi termediasi adalah kurangnya pertukaran tanda non-verbal. Kita hanya bisa membaca mimik dan bahasa tubuh yang terbatas dari siswa. Kadang malah sama sekali tidak bisa karena mereka memilih untuk mematikan video dan audio. Kita juga tak bisa memaksa mereka menyalakan. Tidak semua siswa punya sinyal dan kuota internet yang memadai.
Lalu bagaimana kita memastikan mereka tetap menyimak? Satu-satunya cara adalah menyiapkan berbagai alternatif metode. Mengajar tidak bisa lagi satu arah saja. Kalau sama-sama berada di kelas, meskipun metodenya ceramah, kita bisa mengamati gerak-gerik mereka. Sekarang, sulit sekali memprediksi. Padahal, bisa dipastikan kebosanan pasti melanda mereka. Di kelas saja mereka bisa mati gaya, apalagi di depan layar berjam-jam.
ADVERTISEMENT
Penelitian yang dilakukan Microsoft tahun 2015 menemukan, atensi seseorang di depan layar hanya bisa bertahan delapan detik! Mustahil mereka bisa bertahan dengan mendengar saja. Biasanya selain ceramah, saya ajak mereka mengisi polling, bertanya jawab, memisahkan mereka dalam kelompok kecil untuk diskusi, nonton video. Bahkan sekarang tersedia berbagai situs gim untuk edukasi yang bisa jadi selingan proses pembelajaran.
Sekarang semua pengajar mau tidak mau dituntut kreatif membangun interaktivitas. Komunikasi kelas yang efektif berlangsung dua arah. Selain mengatasi kebosanan, interaktivitas juga bisa jadi metode mengecek umpan balik. Apakah mereka menangkap materi yang kita berikan? Jawabannya mereka akan terpancar dari respon mereka dalam berbagai aktivitas kelas.

Pahami keunikan, kurangi tuntutan

Satu lagi yang sulit diaplikasikan dalam proses belajar daring adalah memperlakukan tiap siswa sesuai keunikan masing-masing. Apalagi dalam kelas besar, ini memang mustahil dilakukan. Tapi setidaknya kita bisa menghargai keunikan mereka dengan tidak menyamaratakan tuntutan.
ADVERTISEMENT
Setiap siswa punya gaya belajar yang berbeda. Ada yang tahan mengikuti kelas daring karena gaya belajarnya auditory. Tapi siswa visual dan kinestetik akan setengah mati menghadapi kelas yang seperti ini. Sekali lagi kita dituntut kreatif. Menyediakan berbagai variasi untuk mengakomodir kebutuhan belajar para siswa. Kita bisa menerapkan metode mengajar dan evaluasi bergantian. Harapannya, setiap siswa bisa eksplorasi sesuai dengan keunggulan masing-masing.
Repot ya jadi guru atau dosen. Di masa pandemi begini persiapannya makin ribet dan seabrek. Iya sih. Saya sendiri pun sampai sekarang masih terus belajar dan tertatih-tatih beradaptasi. Kadang tergoda untuk mengeluh, untuk seadanya saja. Lalu teringat buat sebagian besar anak, pendidikan adalah salah satu modal besar untuk bertahan hidup. Jadi peran kita ini krusial banget buat banyak anak. Iya, gaji guru di Indonesia ini masih jauh dari ideal. Tapi saya percaya, kalau bagi Anda guru adalah panggilan hidup, pasti ada motivasi yang lebih kuat daripada uang. Kita adalah agen-agen kehidupan untuk mempersiapkan generasi masa depan. Semangat!
ADVERTISEMENT
Desi Yoanita
Dosen Komunikasi Interpersonal dan Komunikasi Keluarga
Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Kristen Petra Surabaya
Note:
Sebagian materi ini juga dibawakan penulis dalam Sesi Webinar "Mengajar tapi tidak Berkomunikasi" pada Pembinaan Guru Sekolah Minggu GRII Ngagel Surabaya.