Lekas Sembuh Mama

Devi Puspitasari
Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta, Jurusan Teknik Grafika dan Penerbitan , Program Studi Jurnalistik
Konten dari Pengguna
16 Mei 2020 13:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Devi Puspitasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dokumentasi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Dokumentasi Pribadi
ADVERTISEMENT
Anugerah terindah yang Tuhan berikan, namun seringkali terlupakan. Bertemu setiap hari dan tidur di bawah atap yang sama. Setiap pagi pergi menjalankan aktivitas yang berbeda-beda. Begitulah keadaan keluargaku yang terus aku syukuri.
ADVERTISEMENT
Hingga tidak pernah terbayangkan keadaan berubah semenjak salah satu anggota keluargaku sakit. Manusia baik hati yang Tuhan berikan untuk menciptakan sejarah hidupku. Bertanggung jawab penuh atas hidupku bahkan saat masih berada di dalam kandungannya.
Ya, itulah Mama..
Mendapatinya terkulai lemas sembari memegangi kepalanya dan mulai berbicara aneh. Gemetar tanganku dan panik hingga tidak bisa berkata-kata saat aku menyetir mengantarkannya ke rumah sakit. Mama adalah orang paling kuat yang kukenal. Aku bertanya-tanya dalam hati dan seketika tidak bisa bernafas dalam waktu yang sangat lama.
“Penyakit apa ini? Mengapa dokter mengharuskan Mama dipindahkan ke rumah sakit besar penanganan otak,” tanyaku dalam hati.
Sebuah mimpi buruk untuk melihat salah satu keluarga yang terbaring sakit. Pemandangan ruang tunggu ini hanya orang yang berlalu lalang untuk bergantian masuk ke dalam ruangan menyedihkan. ICU adalah ruangan mimpi buruk yang dihujani beribu doa.
ADVERTISEMENT
Aku sungguh membenci ruang tunggu ICU ini. Membuatku lemas dan pasrah tetapi tidak hentinya aku lantunkan doa berharap mama baik-baik saja. Melihat orang-orang bergantian masuk ruang itu dengan tangis kehilangan. Membuatku selalu membayangkan skenario terburuk bila harus kehilangan Mama.
Mama harus menjalani operasi pendarahan otak, kemungkinan akan hidup normal sangat sedikit. Aku mengeluskan kepalanya sembari mengompresnya dengan kain basah dan membacakan ayat-ayat Al-quran untuknya “Panas nak kepala mama,” ucap mama.
Ya Tuhan, mungkin aku sanggup menghadapi ujian lain dari-Mu, namun aku tidak tahu apakah ujian seperti ini bisa aku lewati atau tidak. Sesak nafasku melihatnya kesakitan dan mendengar suaranya merintih.
Harapku memeluknya dengan hangat dan meminta maaf sebesar-besarnya atas semua kesalahanku. Aku tidak sanggup bila harus kehilangannya ketika aku belum bisa membahagiakannya.
ADVERTISEMENT
Betapa omelan yang sering aku jengkelkan keluar dari mulutnya justru hal yang paling aku rindukan. Bagaimana bila hariku berubah nantinya hanya karena lamunan di depan ruangan ini. Mengapa kejadian ini begitu mengagetkan dan menyakitkanku setiap menginjakkan kaki di rumah sakit ini.
Penyesalanku teramat dalam, mengapa aku sia-siakan waktu terbaikku bersama Mama sebelum kejadian ini. Aku begitu malu memeluknya meski aku sangat menginginkannya.
Aku hanya ingin melihatnya sehat dan membiarkannya mengomeliku. Aku tidak akan melawan dan aku hanya ingin tersenyum untuknya. Aku tidak ingin melewati lagi hari-hariku bersamanya.
Lekas sembuh, Mama...
Kembalilah menjalankan aktivitas seperti biasanya. Aku merindukanmu...
Penulis: Devi Puspitasari
Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta
ADVERTISEMENT