DPR ke Sri Mulyani: Kenapa Pemerintah Coba Mengerem Utang?

11 September 2017 17:48 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sri Mulyani Indrawati di Gedung DPR (Foto: Ela Nurlaela/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sri Mulyani Indrawati di Gedung DPR (Foto: Ela Nurlaela/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 akan melakukan pembiayaan lewat utang sebesar Rp 399,2 triliun. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan utang dalam APBN-P 2017 sebesar Rp 427 triliun.
ADVERTISEMENT
Dengan target penerimaan negara pada tahun depan sebesar Rp 1.878,4 triliun dan belanja negara sebesar Rp 2.204,3, maka defisit anggaran pada tahun 2018 sebesar Rp 325,9 triliun atau 2,19% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Anggota Komisi XI Fraksi Golkar, Sarmuji mempertanyakan, defisit sebesar 2,19% tersebut menandakan pemerintah mulai mengerem utang. Di satu sisi negara tengah membutuhkan pembiayaan yang cukup besar.
"Sepertinya pemerintah khusus defisit ini tidak lagi ekspansi, ditahan 2,2%, ini artinya pemerintah mencoba untuk mengerem utang, saya tidak tahu motif mengerem apa? Angka 2,19% tentu baik sekali, tapi kalau menjaga momentum pertumbuhan memang lagi memerlukan pembiayaan," ujar Sarmuji di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (11/9).
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, defisit anggaran 2,19% tersebut untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang sudah tumbuh di atas 5%. Indonesia juga tidak memerlukan defisit yang tinggi karena ekonominya tidak terkontraksi atau resesi.
"Kalau bicara momentum ya tidak perlu defisit financing terlalu besar, karena ekonomi sedang tidak terjadi kontraksi atau resesi seperti Brasil atau Nigeria yang alami shock minyak begitu besar, sehingga ekonominya kontraksi maka desain APBN mereka adalah ekspansi, di mana defisitnya besar untuk bangkitkan kembali ekonominya," jelas Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu juga mengatakan, defisit anggaran di atas 2% sudah cukup ekspansif bagi Indonesia, jika dibandingkan dengan 20 tahun terakhir. Namun angka defisit tersebut tidak terlalu tinggi jika dibandingkan negara lain.
ADVERTISEMENT
"Defisit itu tidak terlalu tinggi dibanding negara lain yang coba stimulated ekonominya lebih tinggi karena sedang kontraksi. Dan dari sisi itu dia cukup berarti untuk buat confident itu berjalan," katanya.