Jonan Pangkas Target Program 35.000 MW Jadi 17.000 MW di 2019

28 September 2017 13:37 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri ESDM Ignasius Jonan (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri ESDM Ignasius Jonan (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri ESDM, Ignasius Jonan, pesimistis program 35.000 MW bisa terselesaikan seluruhnya pada 2019. Menurut perhitungannya, kemungkinan cuma 17.000 MW saja yang selesai sampai 2019.
ADVERTISEMENT
Tetapi hal itu tidak perlu dikhawatirkan, tak akan terjadi krisis listrik pada 2019. Sebab, program 35.000 MW dibuat dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 7% per tahun, sedangkan pertumbuhan ekonomi dalam 2 tahun terakhir masih di kisaran 5%.
Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah, maka tambahan pasokan listrik yang dibutuhkan untuk mendukung industri juga jadi lebih sedikit. Kata Jonan, 17.000 MW saja sudah cukup.
"Program 35.000 MW tetap dijalankan, sampai 2019 diharapkan ada tambahan 17.000 MW dihitung dari 2014. Jadi separuh dari pembangkit di program 35.000 MW sudah COD (Commercial Operation Date/beroperasi secara komersial) di 2019. Separuhnya lagi mudah-mudahan 2023-2025 selesai," kata Jonan dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (28/9).
ADVERTISEMENT
Target program 35.000 MW, dia melanjutkan, bukan harga mati. Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) yang menjadi dasar pembangunan infrastruktur kelistrikan, termasuk program 35.000 MW, dapat direvisi setiap tahun untuk disesuaikan dengan situasi terkini.
"RUPTL direvisi setiap tahun, disesuaikan terus-menerus. Ini disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan 7% tapi realisasinya 5%, juga pertumbuhan konsumsi listrik," ucapnya.
Saat ini, total pembangkit listrik di program 35.000 MW yang sudah selesai dibangun dan beroperasi secara komersial (COD) sebesar 773 MW atau 2,5%. Sebagian besar masih dalam proses pembangunan, akan selesai kira-kira 17.000 MW hingga 3 tahun lagi.
Target 35.000 MW sampai 2019 dinilai terlalu besar, pasokan listrik sebesar itu tak akan terserap seluruhnya pada 2019. Kalau 35.000 MW selesai tepat waktu malah berisiko merugikan PLN. Sebab dalam kontrak jual beli (Power Purchase Agreement/PPA) antara Independent Power Producer (IPP) sebagai pemilik pembangkit listrik dengan PLN sebagai pembeli listrik ada mekanisme Take Or Pay.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan mekanisme itu, PLN harus membayar setidaknya sekitar 80% dari kapasitas maksimal pembangkit listrik meski pasokan yang dipakai di bawah itu. Jadi misalkan pembangkit milik IPP berkapasitas 100 MW, tapi hanya 50 MW yang mengalir karena tak banyak industri yang menyerapnya, PLN tetap harus membayar untuk 80 MW meski pemakaian hanya 50 MW.