Sri Mulyani Beberkan Alasan Investor Lebih Tertarik RI daripada Turki

11 September 2017 18:34 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sri Mulyani di Rapat Paripurna DPR (Foto: Dok. Kemenkeu)
zoom-in-whitePerbesar
Sri Mulyani di Rapat Paripurna DPR (Foto: Dok. Kemenkeu)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Surat Berharga Negera (SBN) Indonesia dengan tenor sepuluh tahun masih diminati investor. Meskipun imbal hasilnya atau yield lebih rendah dibandingkan negara lain.
ADVERTISEMENT
Sebagai informasi, yield surat utang Indonesia untuk tenor 10 tahun saat ini sebesar 6,5%, lebih rendah dibandingkan Brasil yang mencapai 9,79%, Afrika Selatan sebesar 8,37%, Turki sebesar 10,35%. Namun lebih besar dibandingkan Filipina yang hanya 4,57%, Malaysia 3,85%, dan Thailand 2,25%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, yield Indonesia masih kompetitif dengan negara berkembang lainnya. Hal tersebut menandakan kepercayaan investor kepada Indonesia.
"Kalau mata uangnya (rupiah) selalu dianggap depresiasi ditambah inflasi, maka bond holder kalau masuk ke Indonesai dia harus composite kalau dia kembali ke mata uang asli, dia tidak rugi. Maka nilai tukar dan inflasi suka tidak pengaruhi yield surat utang," ujar Sri Mulyani di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (11/9).
ADVERTISEMENT
Sementara jika dibandingkan dengan Turki, meskipun yield-nya tinggi, namun pertumbuhan ekonomi negara tersebut masih lebih rendah dibandingkan Indonesia. Sri Mulyani mengatakan, lokasi Turki yang bersebelahan dengan Jerman dan Timur Tengah membuat investor berpikir dua kali untuk membeli surat utangnya.
"Turki betul-betul bersebelahan dengan Jerman, lokasi yang bisa menimbulkan manfaat, tapi juga bisa banyak komplikasi karena Turki dekat dengan Middle East," katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan, yang menjadi masalah bagi Turki adalah stabilitas mata uangnya, yakni lira, neraca pembayaran, dan kebijakan fiskal.
"Sesudah mereka masa di bawah program IMF cukup lama, maka dia konsolidasi fiskal dan pembiayaan, artinya mereka issued capital market dan bond market cukup dalam waktu 15 tahun lalu, maka pembiayaan dia tergantung luar negeri, terutama Eropa, neraca pembayaran dia butuh FDI (Foreign Direct Investment)," jelas dia.
ADVERTISEMENT
Sementara untuk Indonesia, pemerintah melakukan efisiensi belanja untuk hal produktif. Selain itu, pemerintah juga efisiensi belanja barang.
"Kalau untuk Indonesia, bagaimana kami awasi seperti bagaimana utang betul-betul untuk belanja produktif, ini berkaitan erat dengan strategi belanja pemerintah," kata Sri Mulyani.