Regulasi Gen dalam Proses Pengklonaan dan Masa Depan Kehidupan Buatan

Dewi Yuliana
Mahasiswa Tadris Biologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
27 Maret 2022 18:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dewi Yuliana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pengklonaan untuk menghasilkan organisme yang identik secara genetis. Sumber: Flickr
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pengklonaan untuk menghasilkan organisme yang identik secara genetis. Sumber: Flickr
Ilustrasi masa depan kehidupan buatan. Sumber: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi masa depan kehidupan buatan. Sumber: Pixabay
ADVERTISEMENT
Semua sel tubuh mengandung komplemen lengkap gen-gen, meskipun tidak semuanya diekspresikan. (Campbell, 2016).
ADVERTISEMENT
Klona dalam istilah biologi merupakan proses mereproduksi organisme-organisme yang identik secara genetis yang umumnya terjadi pada bakteri, serangga atau tumbuhan.
Dalam agrikultur, pengklonaan tumbuhan kini digunakan secara ekstensif untuk menghasilkan ratusan atau ribuan tumbuhan yang identik secara genetis dari sel-sel satu tumbuhan saja. Dalam kasus lain, pengklonaan telah digunakan untuk menghasilkan tumbuhan dengan sifat-sifat yang diinginkan, seperti hasil panen yang tinggi atau tahan terhadap penyakit.
Apakah pengklonaan seperti ini mungkin dilakukan kepada hewan?
Pada tahun 1996 para peneliti telah melakukan pengklonaan terhadap sel dewasa yaitu seekor domba yang diberi nama Dolly. Sejak keberhasilan pertama pada tahun 1996, para saintis telah melakukan klona terhadap banyak spesies mamalia lain.
Pada tahun 2003, seekor banteng yang hampir punah diklona menggunakan sel-sel beku dari seekor banteng yang dirawat di Frozen Zoo, California dan telah mati 23 tahun silam menunjukkan keberhasilan pengklonaan dengan lahirnya seekor bayi banteng yang menyerupai hasil pembuahan.
ADVERTISEMENT
Meski regulasi gen dalam proses pengklonaan ini diklaim memiliki banyak manfaat, akhir-akhir ini pengklonaan menimbulkan masalah baru. Para ahli konservasi berpendapat bahwa pengklonaan bisa mengalihkan perhatian dari upaya-upaya melestarikan habitat alami. Selain itu, banyak bukti yang menunjukkan bahwa organisme hasil pengklonaan tidak lebih sehat daripada organisme yang dihasilkan melalui pembuahan.
Setelah keberhasilan-keberhasilan tersebut, para peneliti mulai berspekulasi bahwa manusia juga bisa diklona. Namun, secara praktis pengklonaan mamalia sangat sulit dan tidak efisien. Dalam hal ini para pengkritik mulai menunjukkan penentangan terhadap pengklonaan manusia karena dianggap tidak etis. Selama itu, penelitian, debat, dan diskusi masih berlanjut mengenai boleh-tidaknya manusia diklona.
Meskipun demikian, kekhawatiran para peneliti dan pengkritik terkait etika dan akibat buruk dari regulasi gen ini masih perlu ditinjau kembali. Menurut Peter Godfrey Smith, profesor Harvard University mengatakan bahwa, masyarakat telah terbiasa dengan kemajuan teknologi dan penemuan ilmiah yang memiliki peluang mengusik etika. Dalam kasus lain, Savulescu dikutip dari The Guardian berpendapat bahwa dengan adanya rekayasa genetika, para peneliti suatu hari nanti dapat menuju peran tuhan yakni menciptakan kehidupan buatan yang tidak pernah ada sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Bagaimanapun, masalah etika yang muncul dalam kemajuan teknologi dan penemuan ilmiah tidak terletak pada penemuan itu, melainkan terletak pada tangan manusia yang menggunakannya.