Penolakan European Super League

Jangan Mau Dikibuli European Super League

Dex Glenniza
Managing editor of Pandit Football, master of sport science, bachelor of science (architecture actually), licensed football coach. Who cares anyway.
21 April 2021 18:19 WIB
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sepak bola jadi cermin kehidupan jika kita melihat kasus yang ramainya bukan main beberapa hari terakhir, yaitu soal European Super League (ESL). Bukan, ini bukan soal permainan bolanya yang selama 90 menit itu. Ini soal “permainan” dan drama yang justru ditunjukkan di luar lapangan.
ESL dianggap sebagai “kematian sepak bola Eropa”. Dengan keuntungan finansial sebagai motif utamanya, menjalankan liga dengan 15 klub pendiri yang tidak bisa terdegradasi sama saja dengan mematikan aspek kompetisi dari olahraga itu sendiri. Wajar kalau suporter langsung berubah jadi oposisi.
Keenam klub pendiri ESL terutama yang asal Inggris—Arsenal, Chelsea, Liverpool, Manchester City, Manchester United, dan Tottenham Hotspur—langsung diserbu fan mereka masing-masing. Intinya, fan tidak setuju dengan ESL.
Lanjut membaca konten eksklusif ini dengan berlangganan
Keuntungan berlangganan kumparanPLUS
check
Ribuan konten eksklusif dari kreator terbaik
check
Bebas iklan mengganggu
check
Berlangganan ke newsletters kumparanPLUS
check
Gratis akses ke event spesial kumparan
check
Bebas akses di web dan aplikasi
Kendala berlangganan hubungi [email protected] atau whatsapp +6281295655814
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten