Kelakar Kebangkitan Komunisme

Dex Glenniza
Managing editor of Pandit Football, master of sport science, bachelor of science (architecture actually), licensed football coach. Who cares anyway.
Konten dari Pengguna
21 September 2017 14:41 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dex Glenniza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kelakar Kebangkitan Komunisme
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sudah berapa banyak opini miring yang beredar soal Presiden Joko Widodo sebagai antek Tiongkok (China) dan/atau antek Partai Komunis Indonesia (PKI) yang ingin membangkitkan komunisme di Indonesia? Ada kekhawatiran dalam diri kita jika Indonesia akan terlalu “ke-China-China-an” atau yang lebih parah, menjadi negara komunis.
Apapun, kapanpun, bagaimanapun, dan di manapun kamu menemukan hal ini, siapa pun yang menuliskannya (apa lagi dari sumber yang tidak jelas), itu semua omong kosong.
Pertama, soal China. Perekonomian Indonesia mungkin sedang benar-benar berkiblat ke China sekarang. Tapi, apakah itu salah?
Berdasarkan data dari IMF pada April 2017, China menempati peringkat kedua dalam daftar negara dengan ekonomi terbesar (menghitung nominal GDP) di bawah Amerika Serikat (AS). Tapi jika mempertimbangkan keseimbangan kemampuan berbelanja, mereka berada di posisi pertama di atas AS.
ADVERTISEMENT
Pertumbuhan ekonomi China juga tercatat mencapai peningkatan 6,9% pada kuartal kedua 2017. Ini artinya, kondisi ekonomi mereka sedang baik. Tidak heran jika Indonesia berkiblat kepada negara yang kondisi ekonominya terbaik.
Analoginya mungkin begini: jika kita sedang kesulitan mengerjakan soal fisika, kita cenderung meminta tolong kepada guru atau teman kita yang kita rasa paling pintar kemampuan fisikanya. Itu yang membuat China “dimintai tolong” oleh banyak negara untuk permasalahan ekonomi, termasuk Indonesia.
Masalahnya, kekuasaan di China dipegang oleh partai komunis. Maka dari itu, kekhawatiran kita soal China (apalagi sampai ada negara Indonesia-China) dan kebangkitan komunis (PKI) sejujurnya logis. Namun, itu tidak lantas membuatnya menjadi relevan.
Lagipula dari banyak yang cuap-cuap komunis, apa mereka tahu apa artinya komunisme?
ADVERTISEMENT
Analogi untuk memahami komunisme
Komunisme adalah paham atau ideologi (dalam bidang politik) yang menganut ajaran Karl Marx dan Fredrich Engels, yang hendak menghapuskan hak milik perseorangan dan menggantikannya dengan hak milik bersama yang dikontrol oleh negara.
Sebagai analogi lagi, kira-kira komunisme itu begini: kamu memiliki dua sapi betina, negara mengambil dua sapi betina tersebut dan memberikan kamu susu sebagai gantinya.
Sebagai perbandingan, ini kondisi yang akan terjadi dari pemahaman lainnya pada kondisi yang sama, yaitu kamu memiliki dua sapi betina:
• Fasisme: negara mengambil dua sapi betina milikmu dan menjual susu kepadamu dari situ.
• Sosialisme: kamu memberikan salah satu sapi betina kepada tetanggamu.
• Kapitalisme tradisional: kamu menjual satu sapi betina untuk dibelikan satu sapi jantan, kemudian kamu berternak, menghasilkan banyak sapi lainnya, banyak susu, banyak daging, dan ekonomi tumbuh.
ADVERTISEMENT
• Kemudian ini mungkin yang paling buruk, birokratisme: negara mengambil dua sapi betina milkmu, membunuh salah satunya, mengambil susu dari sapi satunya lagi, tapi kemudian membuang susu tersebut.
Sebenarnya masih ada beberapa lagi. Tapi lima contoh di atas, dari komunisme sampai birokratisme, sudah cukup mewakili.
Aksi tolak komunis di depan Gedung Komnas HAM (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Aksi tolak komunis di depan Gedung Komnas HAM (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Komunisme sudah tidak laku lagi di dunia
Jujur saja, dari analogi-analogi di atas, komunisme tidak seburuk itu, kan? Tapi ini kabar baiknya: pendeknya, paham komunisme sudah ditinggalkan di dunia ini karena sudah dianggap gagal, apalagi setelah keruntuhan Uni Soviet. Komunisme sudah tidak laku.
ADVERTISEMENT
Negara yang dipengaruhi komunis sekarang ada lima, yaitu China, Kuba, Laos, Vietnam, dan Korea Utara. Tapi dari kelima negara itu, hanya Korea Utara yang “paling komunis”, itupun juga sebenarnya mereka lebih tepat disebut dictatorship di bawah paham Juche, bukan komunis murni. Kebanyakan sisanya secara umum adalah lebih kepada sosialis.
Di Indonesia, komunis sudah diharamkan untuk tumbuh sejak pemerintah Orde Baru. Akan tetapi, pengagum paham ini masih ada. Itu tidak terhindarkan. Sama seperti paham-paham lainnya, seperti agama, terorisme. atau bahkan LGBT, mereka tidak bisa dipaksa begitu saja untuk berpindah ideologi.
Meski demikian, komunis dianggap tidak akan bisa berkembang karena sudah tidak memiliki kiblat. Salah satu kiblat komunisme dahulu adalah Uni Soviet. Tapi negara tersebut sudah tidak ada. Jika sudah tidak ada “kiblatnya”, siapa juga yang mau diajak?
ADVERTISEMENT
Lagipula satu ideologi tidak bisa diwujudkan tanpa adanya tokoh-tokoh yang memiliki pemikiran cerdas. Kita semua tahu jika paham komunisme sudah dinyatakan gagal di dunia. Orang cerdas mana yang mau mewujudkan sebuah ideologi yang sudah dinyatakan gagal?
Kekhawatiran akan bangkitnya komunisme (PKI) adalah hal yang tidak relevan di iklim demokrasi Indonesia saat ini. Jangankan nasional, secara konteks internasional saja paham ini sudah tidak ada.
Sedangkan bagi PKI, ia sudah dianggap hantu di Indonesia. Siapa yang takut dengan hantu PKI? Berdasarkan kebiasaan film-film Indonesia, jawabannya adalah yang menghilangkan nyawa si hantu semasa hantu tersebut masih hidup.
Tidak lebih daripada sekadar kendaraan penggiring opini
Mungkin ada yang tertarik ikut gerakan PKI, tapi pada akhirnya mayoritas (mayoritas di sini adalah sangat-sangat banyak) tidak akan tertarik mengikuti gerakan yang gagal, tidak laku, dan jelas-jelas sudah ditolak melalui Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966.
ADVERTISEMENT
Ketetapan MPRS itu berisi tentang pembubaran PKI, pernyataan PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, dan larangan menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran komunisme/marxisme-leninisme.
Secara hukum positif, Tap MPRS itu masih berlaku. Masalahnya, apa betul-betul serius ancaman komunisme di era terbuka seperti ini? Apa ini cuma untuk sekadar “gaya-gayaan” aparat? Gus Dur pernah mengusulkan pencabutan Tap MPRS itu, tapi ditolak oleh MPR/DPR.
Tap MPRS itu, dikombinasikan juga dengan jargon Jokowi soal “Gebuk PKI”, justru membuat ormas anti-demokrasi dan ormas pembuat onar (you know who) memiliki alat pamungkas terhadap aksi massa untuk menyerang apa-apa yang dicurigai sebagai PKI, seolah mereka bisa langsung digebuk begitu saja tanpa konfirmasi terlebih dahulu. Padahal semua kecurigaan kebanyakan bermula dari hoax.
ADVERTISEMENT
Ironisnya, Jokowi menyampaikannya tidak dimungkiri adalah untuk mencitrakan dirinya sebagai anti komunis, tapi malah ia tetap dituduh antek PKI. Dari sini, kita seharusnya bisa melihat polanya.
Semua isu tentang China dihubungkan dengan komunis, dan ujung-ujungnya, ya, ke Jokowi lagi. Sampai logo Bank Indonesia di uang rupiah desain baru juga dipermasalahkan. Selama kita masih bisa termakan isu anti-China, PKI, dan agama, kita tidak akan bisa bersatu.
***
ADVERTISEMENT
Bukannya membela Jokowi, tapi andaikan Prabowo Subianto yang jadi presiden sekarang (atau nanti), isunya pun tidak akan jauh beda: mulai dari pelanggaran HAM di Timor Timur, penculikan aktivis pada 1997-1998, pengusiran warga Tionghoa, keterlibatan kerusuhan Mei, bahkan sampai tuduhan jika salah satu anak Prabowo adalah LGBT (yang mana menyalahi agama).
Siapapun presiden dan pemimpinnya, pasti ada saja yang mau menjelek-jelekkan yang bersangkutan. Jika Indonesia terus-terusan seperti ini, terus-terusan mencari-cari bahkan mengarang kejelekan pemimpin yang bukan pilihannya, bagaimana Indonesia mau maju?
Jadi, sebaiknya jika kita tidak bisa atau tidak mau mendukung pemimpin saat ini, ya jangan juga kemudian menjelek-jelekkannya. Siapapun pemimpinnya, siapapun pilihannya, dia tidak akan berhasil jika tidak mendapat dukungan dari seluruh rakyat. Itu, kan, artinya demokrasi? Jangan-jangan mereka yang sering main tuduh pro-China dan pro-PKI itu yang justru mau mengubah ideologi bangsa ini?
ADVERTISEMENT