Kemerdekaan dan Optimisme

Dhany Wahab
Lembaga Kajian Komunikasi Sosial dan Demokrasi (LKKSD)
Konten dari Pengguna
17 Agustus 2021 16:45 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dhany Wahab tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kemerdekaan dan Optimisme
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Masih dalam suasana pandemi, kita memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia Ke-76 pada tahun ini. Pandemi Covid-19 yang melanda negeri kita sejak Maret tahun lalu mengakibatkan krisis kesehatan dan ekonomi yang berdampak dalam kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraan di Gedung Parlemen, Senin (16/8/2021) menyebut krisis, resesi, dan pandemi seperti api dan kawah Candradimuka. Kawah yang menempa, mengajarkan, dan sekaligus mengasah untuk lebih siap ke depan.
Pandemi Covid-19 yang melanda tanah air setidaknya mengingatkan kepada kita perjuangan para pahlawan bangsa untuk memerdekaan Indonesia dari penjajahan. Pengorbanan dan kesengsaraan yang dialami oleh para pejuang tak dihiraukan karena semangat dan harapan untuk meraih kemerdekaan.
Kesulitan hidup yang kita rasakan pada saat ini tentu masih belum sebanding dengan perjuangan dan pengorbanan para pendahulu negeri ini. Para patriot bangsa merelakan jiwa raga tanpa berhitung untung rugi. “Tidak seorang pun yang menghitung-hitung: berapa untung yang kudapat nanti dari Republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untuk mempertahankannya”, demikian pidato Presiden Soekarno pada HUT Proklamasi pada tahun 1956.
ADVERTISEMENT
Cobaan pandemi yang sudah berlangsung selama satu setengah tahun ini hendaknya menguatkan semangat nasionalisme kita untuk saling peduli dan membantu antar sesama anak bangsa. Tantangan yang dihadapi oleh Indonesia sejatinya masih sama dari fase awal kemerdekaan, zaman orde lama, masa orde baru hingga era reformasi, yaitu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kekinian kita mendapati problematika utama bangsa ini selain menghadapi pandemi adalah meningkatkan taraf kesejahteran warga negara. Hasil survei Charta Politika (Juli 2021) menyebut persoalan yang paling pokok yang dihadapi masyarakat Indonesia saat ini adalah; penanganan pandemi Covid-19, harga-harga kebutuhan pokok yang mahal, susah mencari lapangan kerja, infrastruktur jalan raya yang tidak memadai, biaya kesehatan yang mahal, tingginya angka korupsi di instansi pemerintah, biaya pendidikan yang mahal dan masih banyak lainnya.
ADVERTISEMENT
Permasalahan tersebut yang disuarakan oleh masyarakat hampir setiap tahun. Bahkan, saat negeri ini telah berusia 76 tahun, problem mendasar yang dikeluhkan oleh mayoritas warga negara itu belum sepenuhnya teratasi. Padahal jika kita merujuk pada tujuan negara Indonesia yang terdapat pada UUD 1945 alinea ke-4, yaitu; melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang dilaksanakan setiap tanggal 17 Agustus menjadi momentum untuk melakukan refleksi dan evaluasi arah kehidupan berbangsa dan bernegara. Adakah makin dekat atau justeru terus menjauh dari cita-cita dan tujuan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia?
ADVERTISEMENT
Kita menyakini Indonesia adalah negara hukum seperti tertuang dalam konstitusi. Pernyataan Indonesia adalah negara hukum tercantum di Undang-undang Dasar 1945 pasal 1 ayat 3 yang berbunyi: “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Hal ini semakin mempertegas kepada seluruh masyarakat bahwa Indonesia adalah negara hukum, sehingga pemerintah dan rakyat wajib untuk mentaati aturan yang berlaku.
Menurut Plato, negara hukum adalah negara yang memiliki cita-cita untuk mengejar kebenaran, kesusilaan, keindahan dan keadilan. Sedangkan menurut Aristoteles, negara hukum ialah negara yang berdiri atas hukum yang menjamin keadilan bagi seluruh warga negaranya. Hukum sebagai panglima (the rule of law) dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Seharusnya kita mengedepankan supremasi hukum sebagai patokan atau aturan dalam segala bidang. Negara hukum (rechtsstaat) tercermin dari komitmen dan konsistensi menjadikan hukum sebagai panglima tertinggi untuk melindungi rakyat. Tidak ada ruang intervensi dan penyalahgunaan hukum termasuk oleh para petinggi negara.
ADVERTISEMENT
Namun, realita kehidupan bernegara di Indonesia menunjukkan hukum terus mengikuti arus politik. Politik menjadi faktor dominan dalam pembangunan hukum yang akan terus berkembang sesuai dengan ‘cetak-biru’nya. (sumber: https://suarakarya.co.id/catatan-akhir-tahun-politik-faktor-dominan-dalam-pembangunan-hukum/10367/). Kita merasakan politik menjadi platform utama dalam pengambilan kebijakan dan penyelesaian setiap permasalahan.
Sistem demokrasi yang berlaku di negara kita memang menjadikan politik dan partai politik sebagai sumber rekruitmen pemimpin negara. Masyarakat terus berharap tampilnya wajah politik yang bersih. Politik yang menjadi kendaraan rakyat untuk mencapai kesejahteraan, bukan dipakai oleh politisi sekedar untuk melanggengkan kekuasaan.
Publik bersedia berpartisipasi dalam kontestasi politik, baik pemilu maupun pilkada dengan harapan memberi manfaat positif dalam kehidupan. Kesejahteraan yang diharapkan dengan kemudahan memperoleh penghidupan. Pelayanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan yang mudah dan murah. Kesenjangan sosial yang bisa diminimalisir dengan memberikan akses perlindungan bagi kelompok masyarakat miskin dan lemah.
ADVERTISEMENT
Ketidakpercayaan terhadap politik akan paripurna jika pemimpin eksekutif dan anggota legislatif yang sudah dipilih tidak mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat dan hanya membela kepentingan pemodal. Politik bukan lagi ruang bagi rakyat memperjuangkan kedaulatannya.
Politik menjadi panggung tempat kapital beradu demi kekuasaan. Kita tidak lagi menyaksikan kesederhanaan dalam politik. Politik menjelma industri baru bernilai ratusan miliar rupiah. Politik tak lebih dari perayaan kaum berpunya, bukan lagi persembahan untuk mereka yang papa. (sumber: http://www.polmarkindonesia.com/index.php?option=com_content&task=view&id=5546)
Hasil survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) bersama Good News From Indonesia (GNFI) tentang optimisme generasi muda patut menjadi renungan saat memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-76. Kalangan muda yang terdiri dari generasi milenial dan Gen-Z sangat prihatin dengan kondisi politik dan hukum di tanah air.
ADVERTISEMENT
Laporan Survei Indeks Optimisme Generasi Muda Indonesia yang dirilis GNFI (15/8/2021) menyebut hanya 28,1 persen optimisme kaum muda terhadap politik dan hukum. Kondisi ini berbanding terbalik dengan optimisme yang tinggi generasi muda terhadap sektor pendidikan dan kebudayaan (83,9%), kebutuhan dasar (75,1%), ekonomi dan kesehatan (64,5%) dan kehidupan sosial (50,5%).
Kalangan generasi muda bahkan memiliki optimisme yang rendah terhadap tiga indikator di bidang politik dan hukum, yaitu; penegakan hukum semakin tidak diskriminatif di masa depan (31,5%), Indonesia mampu menerapkan pemerintahan yang bersih, baik dan transaparan di masa depan (31%) dan korupsi di Indonesia semakin rendah di masa depan (30,8%).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia pada September 2020 sebanyak 270,20 juta jiwa. Kaum milenial yang lahir pada kurun waktu 1981-1996 sebanyak 25,87 persen dan generasi z yang lahir antara 1997 dan 2012 sebanyak 27,94 persen. Generasi post gen z yang lahir tahun 2013 dan seterusnya sebanyak 10,88 persen.
ADVERTISEMENT
Lebih dari separuh penduduk Indonesia adalah generasi muda yang akan meneruskan estafet perjalanan bangsa di masa depan. Mereka membutuhkan keteladanan mulia para pemimpin dalam berpolitik dan penegakan hukum. Kaum muda harus mendapat pendidikan politik yang memadai sehingga menyadari pentingnya peran politik untuk melahirkan kebijakan publik yang pro rakyat.
Kesepakatan para pendiri bangsa menjadikan Indonesia sebagai negara hukum harus dibuktikan dengan perilaku elit politik yang santun dan beradab. Generasi muda memerlukan teladan politik kebajikan (phronesis) yang bersumber dari hati nurani dan kepatuhan menjalankan nilai-nilai dasar negara.
Kita berharap generasi baru dalam dunia politik mampu menempatkan hati nurani rakyat sebagi daulat yang sesungguhnya. Hanya dengan cara itu kita mengisi kemerdekaan agar mampu menghantarkan Indonesia tumbuh dan tangguh. Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia Ke-76. Semoga Allah SWT memberkahi kita semua. Aamiin.
ADVERTISEMENT