Menuju ke Uban

Dhimas Muhammad Yasin
Seorang sarjana sastra yang enggan disebut sebagai sastrawan.
Konten dari Pengguna
24 Mei 2018 13:11 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dhimas Muhammad Yasin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menuju ke Uban
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Kala rambut ibu menuju ke uban,
ari kulitnya turut keriputan
ADVERTISEMENT
Meski rona mukanya tampak sungkan,
cahaya porinya masih putih berkilauan
Kala rambut ibu menuju ke uban,
tulang giginya turut berguguran
Meski mulut selalu kesulitan makan,
nada bicaranya masih penuh kemerduan
Kala rambut ibu menuju ke uban,
tutur katanya turut mengalami gangguan
Meski ada yang sukar dalam setiap ucapan,
bibir kusamnya masih tekun membaca Alquran
Kala rambut ibu menuju ke uban,
sumsum tulangnya turut kedinginan
Meski otot tak setangguh binaragawan,
derap kakinya masih tegap di jalan
Kala rambut ibu menuju ke uban,
tubuh sintalnya turut kekurusan
Meski lekuk tubuh tak seindah biduan,
gerak-geriknya masih tampak perempuan
Kala rambut ibu menuju ke uban,
akal sehatnya turut mengalami penurunan
ADVERTISEMENT
Meski ada yang salah dengan jumlah ingatan,
arah pikirannya masih siap memikirkan masa depan
Kala rambut ibu menuju ke uban,
air matanya turut menjadi hujan
Meski raut permukaan tak menunjukkan beban,
hati kecilnya masih punya perasaan
Sukoharjo, November 2017
Puisi ini dimuat dalam Kumpulan Puisi "Perempuan yang Tak Layu Merindu Tunas Baru" (FAM Publishing, 2017).