Tanamkan Toleransi, 5 Budaya Tuli Ini Wajib Kamu Pahami

Dian Saputra
Indonesian Studies Student at Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
27 Agustus 2022 23:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dian Saputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Salah satunya adalah bahasa isyarat

ilustrasi teman tuli (pexels.com/cottonbro)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi teman tuli (pexels.com/cottonbro)
Pada April 2022 lalu, seorang tuli mendapat perlakuan tak pantas dari pihak keamanan kantor sebuah aplikasi ojek online saat hendak menunjukan undangan wawancara yang ia dapatkan. Ia diminta membaca surat undangan tersebut dengan keras. Perlakuan tak pantas tersebut termasuk dalam audisme. Audisme adalah paham yang menganggap orang dengar lebih superior dibandingkan orang tuli. Audisme masih menjadi isu yang harus dihadapi oleh komunitas tuli.
ADVERTISEMENT
Masih mendarahdagingnya audisme menandakan bahwa sikap toleransi masyarakat terhadap teman penyandang disabilitas, termasuk tuli, masih sangat rendah. Maka, sudah saatnya kita menanamkan kembali sikap toleransi tersebut dengan memahami 5 budaya tuli di bawah ini.

1. Istilah-istilah dalam budaya tuli

ilustrasi mendengar (pexels.com/Andrea Piacquadio)
Tahukah kamu bahwa istilah tuli dan tunarungu tidak bisa menggantikan satu sama lain? Ya, kedua istilah tersebut memiliki makna yang berbeda.
Istilah tunarungu dipandang dari perspektif medis, yaitu keterbatasan fungsi pendengaran. Definisi diambil dari makna kata tuna yang berarti 'rusak; cacat' dan rungu yang berarti 'pendengaran'.
Sementara itu, istilah tuli dipandang dari perspektif budaya. Artinya, komunitas tuli memiliki kebudayaannya sendiri, salah satunya bahasa isyarat.
Dengan kata lain, tuli merupakan sebuah identitas, sedangkan tunarungu menggambarkan suatu kerusakan/disfungsi. Oleh karena itu, istilah tuli lebih disarankan penggunaannya untuk merepresentasikan teman-teman kita yang memiliki keterbatasan pendengaran dan hidup dengan budaya tuli tersebut.
ADVERTISEMENT

2. Sistem bahasa isyarat di Indonesia

ilustrasi bahasa isyarat (pexels.com/cottonbro)
Seperti yang sudah dipaparkan pada poin pertama tadi, teman tuli berkomunikasi dengan cara yang beragam, salah satunya adalah dengan bahasa isyarat. Apa itu bahasa isyarat?
Bahasa isyarat adalah sebuah bahasa yang mengombinasikan gerak tangan dan ekspresi wajah dalam berkomunikasi. Di Indonesia, ada dua sistem bahasa isyarat, loh. Ada Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) dan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO).
SIBI dibuat untuk merepresentasikan tata bahasa lisan Indonesia ke dalam gerakan isyarat tertentu. Sementara itu, BISINDO terbentuk secara alami di dalam komunitas tuli sehingga tata bahasanya berbeda dengan tata bahasa lisan Indonesia. SIBI umumnya lebih baku karena terikat dengan tata bahasa Indonesia, sedangkan BISINDO umumnya lebih fleksibel dan memiliki variasi atau dialek di masing-masing daerah di Indonesia.
ADVERTISEMENT

3. Selain bahasa isyarat, ini cara-cara yang bisa digunakan untuk berkomunikasi dengan teman tuli

ilustrasi melambaikan tangan (pexels.com/Zen Chung)
Apa yang harus kita lakukan untuk berkomunikasi dengan teman tuli jika tidak bisa berbahasa isyarat? Tenang, berkomunikasi dengan teman tuli tidak sesulit itu, kok.
Ada banyak cara untuk berkomunikasi dengan teman tuli. Cara termudah adalah dengan menggunakan tulisan dan gerak bibir. Penting untuk diketahui bahwa kamu harus mendapatkan atensi atau perhatian dari teman tuli sepenuhnya terlebih dahulu dengan menepuk bahu atau melambaikan tangan. Setelah itu, kamu bisa menanyakan kepada mereka cara berkomunikasi seperti apa yang paling nyaman mereka gunakan.

4. Nama isyarat dalam komunitas tuli

ilustrasi nama (pexels.com/RODNAE Productions)
Sebagaimana teman dengar, teman tuli juga memiliki nama panggilan, loh. Tentunya nama panggilan mereka juga dalam bahasa isyarat.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan nama panggilan yang diberikan oleh orang tua, seorang teman tuli biasanya mendapatkan nama isyarat dari orang-orang terdekat dalam komunitas tuli. Penentuan nama isyarat pun sifatnya lebih fleksibel daripada nama panggilan. Nama isyarat dapat tercipta dari:

5. Peran penting cahaya dan sentuhan bagi komunitas tuli

ilustrasi cahaya (pexels.com/Dziana Hasanbekava)
Bagi komunitas tuli, mata, sebagai organ penglihatan yang sensitif terhadap cahaya, menjadi indra yang sangat penting untuk berkomunikasi. Oleh karena itu, keberadaan cahaya bagi teman tuli adalah sebuah keharusan. Tanpa cahaya, komunitas tuli tidak dapat berkomunikasi dengan optimal. Salah satu contohnya adalah penggunaan bel lampu untuk menggantikan bel bunyi di rumah teman tuli.
Selain cahaya, sentuhan melalui indra peraba juga sangat penting. Seperti yang sudah disebutkan pada poin ketiga tadi, tepukan bahu menjadi salah satu cara untuk mendapatkan atensi dari teman tuli. Contoh lain dari peran sentuhan adalah alarm getar untuk menggantikan alarm bunyi sehingga teman tuli dapat bangun tidur tepat waktu.
ADVERTISEMENT
Tidak ada manusia yang sempurna. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita saling menghargai satu sama lain agar kehidupan dapat berjalan dengan lebih damai. Itulah 5 budaya tuli yang wajib kamu pahami agar rasa toleransi terhadap teman tuli dapat ditumbuhkan kembali!