Impian yang Terwujud

Diana Yemima
Mahasiswa Ilmu Komunikasi - Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Konten dari Pengguna
20 Desember 2021 17:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Diana Yemima tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dream Catcher (unsplash/nilik)
zoom-in-whitePerbesar
Dream Catcher (unsplash/nilik)
ADVERTISEMENT
"Hey bangun!."
"Kamu bisa dengar aku tidak?."
"Ayo bangun!."
Tubuh Heny tersentak seketika. Seraya membuka kedua mata, dilihatnya seorang gadis usia sebayanya sedang berdiri dengan wajah berseri-seri disertai senyum yang hangat. Biasanya, setiap pagi ia dibangunkan oleh Mbak Surti karena harus bersiap-siap berangkat ke sekolah. Namun, kini suara yang didengarnya sangat jauh berbeda. Sosok yang membangunkannya tak lagi sama.
ADVERTISEMENT
"Kamu siapa?." tanya Heny dengan bingung.
"Kenalin, aku Gaby. Kamu baru datang kesini, kan? Aku lihat kamu tertidur setelah keputusan itu." jawab gadis kecil itu.
"Entahlah, aku terkadang masih bingung dan belum terbiasa. Kenapa kamu datang menemuiku Gaby?" tanya Heny.
"Kebetulan aku sedang menunggu orangtuaku, dan kulihat kamu sendirian. Jadi, kupikir kamu pasti butuh teman untuk jalan-jalan disini." jelas Gaby.
"Wah, kamu benar! Sejak kemarin aku hanya duduk dan menjawab pertanyaan saja. Aku bahkan belum sempat berkeliling. Kalau gitu, kamu temani aku ya, Gab!" ucap Heny dengan penuh semangat.
"Oke, ayo kita jalan ke taman di dekat sungai itu. Disana banyak buah yang bisa kamu petik sepuasnya!" ajak Gaby.
"Let's go!" jawab Heny dengan sumringah.
ADVERTISEMENT
Mereka berdua berjalan melewati deretan rumah megah. Hingga akhirnya sampai di sebuah taman. Tempatnya indah dan berseberangan langsung dengan sungai yang sangat jernih. Heny dan Gaby memetik beberapa buah untuk dibawa ke bangku taman. Sembari duduk, mereka pun mulai mengobrol.
"Oh iya, ngomong-ngomong dimana orangtuamu Hen?" tanya Gaby.
"Ah, jelas mereka sedang bekerja. Biasanya aku bertemu mama atau papaku saat hari Minggu saja. Kalau hari lain hampir tidak pernah bertemu." jawab Heny dengan sedikit sedih.
"Kenapa bisa gitu? Apa kalian tinggal berjauhan?" tanya Gaby penasaran.
"Kita serumah kok. Cuma, kata mbak Surti aku selalu selisipan dengan mama dan papa." jelas Heny.
"Apa itu selisipan?" tanya Gaby dengan bingung.
"Jadi ketika pagi aku bangun, mereka sudah berangkat kerja. Dan malam hari ketika mereka pulang, aku sudah tidur." ujar gadis berusia tujuh tahun itu.
ADVERTISEMENT
"Jadi, kamu cuma bertemu hari Minggu aja?"
"Iya, kalau hari Minggu, aku diajak jalan-jalan ke mall. Tapi biasanya cuma salah satu aja yang nemenin. Kalau nggak papa ya mama, ganti-gantian gitu. Jadi kita nggak pernah kumpul bertiga."
"Kalau gitu, selain hari Minggu kamu ditemani siapa dong?" tanya Gaby dengan penasaran.
"Aku dirumah cuma sama Mbak Surti, itupun Mbak Surti selalu sibuk terus di dapur. Jadi biasanya aku bersepeda keliling komplek. Terus kalau ketemu anak di jalan, pasti aku ajak mereka ke rumahku. Aku kumpulin semua anak, lalu aku ajarin mereka bahasa inggris."
"Wah kamu keren ya, kamu suka mengajar ya?"
"Iya Gaby, cita-citaku pengen jadi ibu guru, aku nggak mau kerja di kantor seperti mamaku yang sibuk terus. Kalau kamu?"
ADVERTISEMENT
"Dulu sih cita-citaku ingin jadi perawat"
"Kalau sekarang?"
"Nggak tau sih, tapi yang penting aku bahagia sekarang." jawab Gaby.
"Iya, sekarang aku juga merasa bahagia. Sejak dulu, aku ingin sekali bisa berkumpul bertiga bareng mama dan papa. Dan akhirnya bisa terwujud. Oh iya, sejak kapan kamu tinggal disini Gaby?" ujar Heny.
"Kurang lebih satu tahun yang lalu, saat aku baru saja masuk ke sekolah dasar. Awalnya, aku takut kesepian tanpa mama dan papa. Tetapi, ternyata disini menyenangkan karena tidak ada yang mencegahku berlari. Aku juga nggak perlu memakai kursi roda lagi. Kata Dia, aku hanya tinggal menunggu mama dan papaku datang kesini." Jawab Gaby dengan penuh semangat.
Kedua gadis kecil itu terlihat nyaman dengan perbincangan mereka. Sambil mengunyah buah yang dipetiknya, tak sadar mereka hanyut dalam senda gurau dan dipenuhi oleh gelak tawa.
ADVERTISEMENT
*********
Di sebuah rumah yang berada di ujung komplek, terdengar perdebatan antara seorang wanita dan pria.
"Kamu ini, kerjanya belanja terus! Tagihan rumah sampai terbengkalai! Kewajiban nggak pernah ada yang beres!" ucap pria kepada wanita.
"Jadi semua salah aku? Aku tuh udah capek kerja! Lagian, aku belanja dengan uangku sendiri! Kamu nyalahin aku seolah-olah gajimu cukup buat menuhin kebutuhan rumah tau gak!" bantah wanita itu.
"Oh, sekarang maunya banding-bandingin gaji ya? Kenapa baru sekarang? Sejak nikah kan memang gajimu sudah lebih tinggi dari aku!" ujar pria itu dengan nada tinggi.
"Ah sudah lah! Aku capek sama kamu! Mungkin saat ini kesabaranku sudah habis! Aku mau cerai!" jawab wanita itu dengan tegas.
ADVERTISEMENT
"Oke kalau itu yang kamu mau, biar Heny ikut sama aku!"
"Apa? Mau jadi apa anakku kalau tinggal sama kamu? Kamu bisa jamin untuk nyukupin dia? Lagian, anak perempuan harus ikut dengan ibunya!"
"Terserah! Intinya Heny ikut denganku!. Malam ini aku akan tidur di apartemen dan besok pagi aku kembali untuk membawa Heny!" ucap pria itu dengan penuh ancaman.
Di dalam kamar, Heny mendengarkan peredebatan kedua orangtuanya. Dirinya takut dan gelisah. Gadis berusia tujuh tahun itu masih belum mengerti apa arti dari bercerai. Yang dia tahu, dia harus memilih untuk ikut mama atau papanya. Heny hanya bisa menangis memeluk boneka kesayangannya, hingga tanpa sadar dirinya tertidur.
Hingga akhirnya, tibalah esok pagi. Ketika matahari masih belum terbit, wanita itu bergegas membereskan semua pakaian dan menatanya ke dalam koper. Dengan langkah terburu-buru, ia masuk ke dalam kamar Mbak Surti.
ADVERTISEMENT
"Mbak, beresin semua barangnya Heny dan juga barangmu. Setelah ini, ikut dengan saya dan segera masuk ke mobil. Setengah jam lagi ya!." ujar wanita itu.
"B-baik, bu." jawab Mbak Surti dengan penuh keraguan.
Setelah itu, Mbak Surti berjalan memasuki kamar Heny. Terlihat Heny masih tertidur pulas dengan memeluk bonekanya. Matanya tertuju kepada koper Heny. Dengan segera, dirinya membereskan pakaian dan barang-barang Heny. Setelah selesai, dengan perlahan Mbak Surti membangunkan Heny agar segera bersiap-siap.
"Non, ayo bangun. Heny cantik, bangun yuk!" ucap Mbak Surti dengan lembut.
"Ahh, masih ngantuk Mbak. Nanti saja bangunnya." jawab Heny dengan mengulet kecil.
"Nggak bisa non, ini mama mau pergi, emangnya Heny nggak ingin ikut?." ujar Mbak Surti.
ADVERTISEMENT
"Kan setiap hari mama selalu pergi mbak." jawab gadis kecil itu.
"Tapi non, ini mama ngajak Mbak Surti juga. Ayo kita siap-siap ya."
"Ya sudah kalau gitu." jawab Heny dengan terpaksa.
Setelah semua beres, sang wanita terlihat duduk di bangku pengemudi. Mbak Surti dan Heny turut masuk ke dalam mobil dan mereka meninggalkan rumah itu. Tak lama berselang, kira-kira selisih satu jam, sang pria datang dan mendapati bahwa rumahnya telah kosong. Dirinya tampak mengepalkan tangan dan memukul tembok. Dia kemudian masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan tempat itu.
"Ma, emangnya kita mau kemana?" tanya Heny.
"Udah ya, Heny ikut aja. Kita akan jalan-jalan ke luar kota." jawab wanita itu.
"Kok papa nggak diajak, ma?"
ADVERTISEMENT
"Iya, papa akan menyusul. Sekarang papa masih sibuk kerja."
"Berarti nanti ketemu papa kan ma?." tanya Heny dengan penuh harap.
"Iya sayang." jawab sang wanita dengan lembut.
Perjalanan pagi itu tampak lancar dan terkendali. Karena masih pagi, jalanan terlihat cukup sepi. Mbak Surti yang tidak mengerti apa-apa hanya diam dan memperhatikan jalan. Di bangku tengah, Heny terlihat sibuk menggambar menggunakan gadgetnya. Sedangkan sang wanita, larut dalam pikirannya. Hingga mengurangi konsentrasinya dalam mengemudi.
"Bu, awas bu, palangnya bu!" seru Mbak Surti.
"Astaga, saya nggak fokus. Gimana ini? Kita sudah di tengah rel kereta dan gak bisa mundur." ujar wanita itu dengan panik.
Tiba-tiba mesin mobil pun mati. Sudah menjadi kebiasaan, jika mobil terjebak di rel kereta, mesinnya akan mati. Hal tersebut karena dipengaruhi oleh medan magnet. Wanita itu dan Mbak Surti langsung membuka pintu dan berusaha keluar dari mobil. Semetara Heny yang berada di bangku tengah, tampak kebingungan.
ADVERTISEMENT
"Surti, Surti! Tolong itu Heny masih di dalam!" teriak wanita itu dengan panik.
"Bu saya nggak keburu, keretanya udah dekat bu!"
Dengan tidak berpikir panjang, wanita itu berusaha berlari mendekat ke arah mobil, namun langkahnya di cegah oleh orang-orang di sekitarnya.
"Anak saya di dalam Pak! Saya harus nyelametin. Pak, Bu tolong anak saya di dalam." teriak wanita itu sambil menangis.
Orang-orang disekitarnya tampak diam dan pasrah. Laju kereta api sudah terlihat semakin dekat. Tak lama, terdengar suara kencang "Duarr!." Mobil itu terlempar jauh, kira-kira 15 meter dari tempat asalnya. Kejadian tersebut berlangsung sangat cepat. Wanita itu pun merasa sedang berada dalam mimpi buruk. Tubuhnya lemas, hatinya seperti tersambar petir, kakinya pun tak sanggup untuk berdiri. Dalam pikirannya, Heny sudah hancur. Sementara di seberangnya, terlihat Mbak Surti sedang berlari ke arah mobil sambil menangis histeris. Orang-orang di sekitar sana juga terlihat membantu mengevakuasi mobil yang sudah setengah hancur itu. Saat tubuh Heny berhasil dikeluarkan, tampak matanya terpejam dan nafasnya teratur. Ajaibnya, tidak ditemukan luka sedikitpun disekujur tubuhnya. Hanya saja, gadis kecil itu sedang tak sadarkan diri. Tak lama kemudian, ambulans datang dan membawa Heny. Terlihat wanita itu beserta Mbak Surti juga turut masuk ke dalam ambulans.
ADVERTISEMENT
"Heny, bertahan ya nak, maafin mama nak. Ayo Heny bangun ya sayang." ujar wanita itu sambil menangis.
Mbak Surti hanya bisa menangis dan memegang tangan Heny. Walaupun seperti tertidur, Heny tampak sedikit pucat. Para medis yang berada di dalam ambulans pun rutin mengecek denyut nadi Heny.
"Bu, mohon maaf. Anaknya sudah nggak ada.!" ujar salah satu tenaga medis.
"Apa? Coba cek lagi. Tolong cek yang benar ya." mohon wanita itu.
"Sejak tadi, kondisinya terus menurun Bu. Tadi masih ada denyutnya, tapi barusan ini saya cek lagi sudah tidak terdeteksi denyut nadinya!." ujar sang tenaga medis.
Wanita itu menghela nafas panjang. Seketika dadanya sesak dan hatinya pilu. Di sela tangisnya, ia mencoba menelepon sang pria, yang mana adalah suaminya. Tampak raut wajahnya penuh dengan penyesalan. Tatapannya pun terlihat kosong.
ADVERTISEMENT
Setelah melalui proses yang cukup panjang, tiba waktu dimana jasad Heny hendak dimakamkan. Di hari itu, harapan Heny menjadi kenyataan. Papa dan Mama Heny datang untuk menemaninya ke peristirahatan terakhir. Tempat itulah yang menjadi titik pertemuan mereka bertiga. Sekarang, Heny bisa pergi dengan tenang dan bahagia. Impiannya untuk dapat berkumpul bertiga bersama orangtuanya, kini telah terwujud. Heny juga tak perlu lagi bingung untuk menentukan akan ikut mama atau papanya. Tuhan telah membuat keputusan yang adil. Tuhan memanggil kembali peri cantikNya agar tidak menjadi bahan rebutan. Pada akhirnya, tidak ada yang berhasil memiliki Heny, kecuali Sang Pencipta yang amat sangat menyayanginya.