Bumi dan Manusia dalam Filosofi Warna Hitam Wayang Semar

Dilla Jukhru Pianisa
Mahasiswi Sastra Indonesia di Universitas Pamulang, Tangerang Selatan
Konten dari Pengguna
23 September 2022 21:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dilla Jukhru Pianisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Image from Unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Image from Unsplash.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebagai warga negara Indonesia, tentu sudah tidak asing lagi bukan dengan wayang? Meskipun pertunjukan wayang sudah jarang ditemui, ternyata wayang merupakan warisan kebudayaan yang diakui oleh dunia loh! Seperti yang dimuat dalam cnnindonesia.com, bahwa pada tanggal 7 November 2003 UNESCO menetapkan pertunjukan wayang kulit sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity atau karya kebudayaan yang mengagumkan di bidang cerita narasi dan warisan budaya yang indah dan berharga. Kemudian pada tahun 2008, wayang kembali ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda dunia oleh UNESCO.
ADVERTISEMENT
Salah satunya yaitu wayang Semar yang asli berasal dari Jawa. Semar sebagai sosok tokoh Ponokawan, dengan ciri fisik dominan berwarna hitam. Setelah membaca dari berbagai sumber, setiap warna memiliki filosofinya tersendiri. Sebelum membahas bagaimana filosofi dari warna hitam pada Semar, kita perlu memahami apa sih filosofi itu? Jadi, filosofi adalah sebuah upaya untuk menjawab berbagai pertanyaan mengenai masalah yang mendasar pada kehidupan manusia. Salah satunya adalah filosofi tentang warna.
Filosofi warna hitam pada wayang Semar memiliki simbol “Bumi”. Semar adalah gambaran dari manusia yang sudah sampai pada kedudukan seorang hamba di hadapan Tuhannya layaknya seperti Bumi.
Untuk lebih jelasnya, mari kita pahami penjelasan berikut.
ADVERTISEMENT
Melalui simbol Bumi ini, Semar menggambarkan bahwa manusia sudah seharusnya seperti Bumi. Ketika kita dalam situasi yang sulit, penuh dengan rasa benci, dan ingin bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu, sudah seharusnya untuk menahan dan melawan emosi dengan sebuah kesabaran. Maka kita akan memilih untuk tetap diam. Karena dengan diam, kamu akan mendapatkan banyak hal yang positif. Sampai pada akhirnya ada istilah bahwa “diam itu emas”, ini menandakan bahwa diam adalah salah satu hal yang berharga.
Filosofi ini tentu saja berlaku untuk manusia. Berkaitan dengan melawan kesombongan dalam diri dengan kerendahan hati. Ketika kita memiliki nikmat yang lebih dari orang lain, baik itu kecerdasan atau kekayaan, hal yang semestinya kita lakukan adalah bersyukur dan berusaha agar suatu hal itu dapat bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Bukan sebagai ajang untuk menyombongkan diri. Karena sungguh akan menjadi manusia yang terpuji ketika kamu dapat menghilangkan sifat kesombongan diri.
ADVERTISEMENT
Simbiosis mutualisme yang sesungguhnya terjadi di Bumi. Inilah mengapa keseimbangan alam memiliki hubungan yang kuat dengan manusia. Bumi dan manusia sebagai bagian dari sekian banyaknya makhluk yang Tuhan ciptakan memiliki peran penting masing-masing. Manusia memegang kendali untuk menjaga keseimbangan berbagai sumber daya yang ada di dalam Bumi.
Segala sesuatu yang kamu tanam di dalamnya, maka itu yang akan kamu dapatkan pada akhirnya. Ini berlaku pada sifat manusia, Bumi sebagai refleksi manusia dalam menjalankan kehidupannya, sebagai tempat yang menopang isinya, sebagai perantara tumbuh rasa bersyukurnya manusia kepada Tuhan dengan melalui filosofi warna hitam pada wayang Semar.
ADVERTISEMENT