Ego yang Tinggi sebagai Refleksi Karakter Manusia pada Kisah Mahabharata

Dilla Jukhru Pianisa
Mahasiswi Sastra Indonesia di Universitas Pamulang, Tangerang Selatan
Konten dari Pengguna
18 September 2022 9:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dilla Jukhru Pianisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Image from Unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
Image from Unsplash.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Saat ini, penggalan kisah Mahabharata dapat kita jumpai dengan mudah. Sisi paling menarik dari kisah Mahabharata yaitu penjelasan karakter yang tentu saja sebagai refleksi atau cerminan dan sangat dekat dengan kehidupan nyata manusia. Kejujuran, kesetiaan, iri, dengki, dendam, kesabaran, dan keikhlasan menjadi nilai-nilai yang diangkat sepanjang kisah ini. Seperti yang dimuat dalam liputan6.com, bahwa karakter adalah ciri kepribadian seseorang yang diyakini sebagai cara pandang, berpikir dan bersikap dalam kehidupan sehari-hari. Tentu saja setiap orang memiliki karakter yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya.
ADVERTISEMENT
Setelah membaca bab empat pada kisah Mahabharata dengan judul “Amba, Ambika, dan Ambalika”. Salah satu hal yang paling menarik dan relevan dengan kehidupan manusia yakni mengenai para tokoh dengan karakter istimewanya masing-masing. Terdapat sebuah fakta bahwa ego yang tinggi melahirkan kebencian yang justru akan berujung pada malapetaka. Melalui penggambaran karakter itu, saya menyimpulkan bahwa sebagai manusia kita harus mengenali karakter diri sendiri bahkan menjadi sebuah keharusan untuk mengevaluasinya.
Pada bab empat kisah Mahabharata tersebut mengisahkan Amba, putri sulung dari raja kerajaan Kasi bersama dua saudara kandungnya yaitu Ambika dan Ambalika yang berhasil diboyong oleh Bhisma untuk dinikahkan dengan saudara tirinya yaitu Whicitrawirya, raja Hastinapura. Berbeda halnya dengan Ambika dan Ambalika, ternyata Amba sudah menjalin kasih dengan Raja Salwa. Namun Raja Salwa menolak atas kembalinya Amba, ia merasa terhina ketika dikalahkan oleh Bhisma. Sama halnya dengan Raja Salwa, Whicitrawirya pun menolak untuk menikahi perempuan yang telah memberikan cintanya untuk orang lain. Bhisma merasa dilema yang amat mendalam karena ia sendiri telah bersumpah untuk tidak akan pernah menikah. Pada saat itu pula, hati Amba penuh dengan kesedihan, kebencian, dan dendam yang mendalam terhadap Bhisma karena dianggap telah menghancurkan kehidupannya.
ADVERTISEMENT
Dalam kisah tersebut Amba bertapa dengan sangat tekun kepada Dewa Subrahmanya, kemudian dewa sakti berwajah enam itu menghadiahkan kalung bunga teratai segar yang mampu memberikan kekuatan kepada pemakainya dalam misi membunuh Bhisma. Namun tak seorang pun yang mampu mengalahkan kesaktian Bhisma. Dengan hati yang penuh dendam, Amba kembali bertapa meminta pertolongan kepada Batara Shiwa.
Atas pertolongan Batara Shiwa, Amba berinkarnasi menjadi seorang putri dari Raja Drupada. Pada saat ia mengalungkan kalung bunga teratai itu ke lehernya, ia seketika berubah menjadi seorang laki-laki yang kemudian termahsyur dengan nama Srikandi (pahlawan perang). Kelak Srikandi akan bertempur melawan Bhisma. Namun Bhisma tahu benar Srikandi tetap seorang perempuan, dan ia bertekad untuk tidak akan bertempur melawan Srikandi.
ADVERTISEMENT
Karakter tokoh Amba yang memiliki ego yang tinggi pada bab empat kisah Mahabharata ini mungkin tanpa disadari akan kita temui pada karakter pribadi kita bukan? Penggambaran karakter yang relevan dengan kehidupan nyata manusia merupakan salah satu keistimewaan kisah bab empat ini. Sebagai seorang manusia, kita mungkin pernah enggan untuk menerima keadaan atau takdir yang telah ditentukan. Karena adanya karakter ego yang tinggi ini, seringkali kita melimpahkan seluruh kekesalan dan kesalahan kepada orang lain. Tentu sudah jelas akan berdampak buruk nantinya.
Penggambaran karakter Amba pada kisah Mahabharata yang memiliki ego tinggi perihal jodoh, takdir, dendam hati terhadap sikap dan perilaku orang lain. Ada beberapa cara untuk menghindari karakter negatif itu. Yaitu dengan mensyukuri apapun yang telah diberikan oleh Tuhan, belajar untuk menjadi seseorang yang lapang dada dan pemaaf, menerima kekurangan diri sendiri sebagai bahan evaluasi untuk lebih baik lagi, berusaha menjadi seseorang yang berpikir logis dan menjaga tindakan serta ucapannya.
ADVERTISEMENT
Inilah mengapa satu hal yang pasti dan sangat penting yaitu untuk tidak berhenti mengenali karakter diri sendiri. Bukan hal yang tidak mungkin jika nanti akan tiba saatnya karakter diri kita ada yang berubah. Pada kisah Mahabharata ini banyak sekali nilai yang bisa kita ambil dari cerminan karakter pada kehidupan manusia secara nyata pada kehidupan sehari-hari. Bahkan ketaatan Bhisma akan sumpah yang ia ucapkan bisa kita implementasikan dalam kehidupan nyata yaitu ketika berjanji.