Budaya Hidup Orang Jawa mengenai Konflik

Dimas Sigit Cahyokusumo
Alumni Program Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik (MPRK) UGM
Konten dari Pengguna
12 Agustus 2022 21:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dimas Sigit Cahyokusumo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto Dokumentasi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Foto Dokumentasi Pribadi
ADVERTISEMENT
Konflik merupakan salah satu karakteristik manusia dari zaman purba hingga saat ini. Konflik terjadi di semua zaman, di semua negara, di semua bidang kehidupan manusia. Konflik menurut Ibnu Khaldun bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri dan terpisah dari yang lain, tetapi konflik muncul dan berkembang dari interaksi antar individu dan antar kelompok dalam berbagai aktivitas sosial, politik, dan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Menurut Ibnu Khaldun terdapat tiga perspektif konflik berkaitan langsung dengan kondisi sosial, ekonomi, dan politik, yaitu: (Muryanti, 2013)
• Pertama, perspektif psikologis yang merupakan dasar sentimen dan ide yang membangun hubungan sosial di antara berbagai kelompok manusia, seperti keluarga dan suku.
• Kedua, fenomena politik yang berhubungan dengan perjuangan memperebutkan kekuasaan dan kedaulatan yang melahirkan imperium, seperti dinasti dan negara.
• Ketiga, fenomena ekonomi yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi baik pada tingkat individu, keluarga, masyarakat maupun negara.
Perspektif konflik ini berkaitan dengan kecenderungan subjektif manusia, di satu sisi manusia memiliki rasa cinta dan kasih sayang terhadap keturunan, keluarga, kelompok, suku, dan negara. Perasaan cinta dan kasih sayang ini diwujudkan dalam berbagai aktivitas, seperti solidaritas, kesetiaan, kerjasama, dan saling menghormati. Tetapi di sisi lain dalam diri manusia tersimpan potensi yang mengarahkan kepada aktivitas yang bersifat agresif, implikasi dari sikap ini melahirkan konflik, permusuhan dan pertikaian.
ADVERTISEMENT
Konflik sendiri bisa bersifat positif ataupun negatif tergantung bagaimana cara mengelolanya. Meskipun konflik bisa mengakibatkan penderitaan, konflik tetap dibutuhkan dalam kehidupan umat manusia. Konflik yang dikelola secara baik bisa memberikan perubahan bagi pihak-pihak yang berkonflik, namun jika dikelola dengan tidak baik konflik dapat memberikan dampak yang buruk bagi masyarakat.
Secara umum sebenarnya masyarakat Indonesia memiliki karakter menghindari terjadinya konflik sosial, yang digambarkan sebagai masyarakat yang berusaha hidup dengan guyub rukun. Karakter masyarakat tersebut mengutamakan keselarasan hubungan orang per orang dalam masyarakat yang dilandasi prinsip rukun dan hormat. Secara tradisi, masyarakat Indonesia pada umumnya memandang bahwa kekerasan bukan merupakan watak yang terpuji.
Bagi orang Jawa, hidup itu harus harmonis, selaras, serasi, dan seimbang. Sebab kebahagiaan dunia dan akhirat akan tercapai jika terjadi keharmonisan, keselarasan, dan keserasian hidup. Oleh karena itu, apa pun yang mengganggu keserasian, keharmonisan, dan keseimbangan harus dihindari. Menurut penelitian Geertz, ada dua prinsip dasar dari kehidupan masyarakat Jawa supaya hidupnya harmonis, yaitu prinsip rukun dan hormat. Rukun dalam budaya Jawa artinya hidup selaras, serasi, dan tenteram (Wirawan, 2016).
ADVERTISEMENT
Pepatah Jawa banyak mengajarkan pentingnya menjaga keharmonisan, keseimbangan, dan keselarasan di masyarakat salah satunya seperti ungkapan yang berbunyi, “crah agawe bubrah, rukun agawe sentosa”, arti dari ungkapan ini adalah permusuhan apalagi konflik sosial hendaknya dihindari karena hanya akan menimbulkan kerugian, yakni kerusakan bahkan kehancuran. Sebaliknya, kerukunan sebaiknya perlu dijaga dan dikembangkan karena dengan bermodal kerukunan masyarakat akan memiliki ketenteraman.
Niels Mulder seorang ahli antropologi menjelaskan bahwa keadaan rukun sebagai keadaan di mana semua anggota masyarakat hidup secara harmonis, tenang, damai, dan saling membantu. Hubungan sosial yang harmonis mengarah pada perilaku gotong-royong dan pencapaian tata tenteram karta raharja (Wirawan, 2016). Dalam ajaran Raden Mas Pandji Sosrokartono dikatakan bahwa “jika seseorang berbicara yang baik, berbuat yang baik, dan berperasaan yang baik, maka kemungkinan kecil seseorang akan menghadapi konflik”.
ADVERTISEMENT
Pada saat ini di beberapa daerah kenyataannya masing sering terjadi konflik, sehingga mengancam kerukunan masyarakat. Oleh karena itu, nilai budaya yang sarat etika dan moral ini perlu dilestarikan.
Daftar Pustaka
Muryanti. (2013). Teori Konflik & Konflik Agraria di Pedesaan. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Wirawan. (2016). Konflik dan Manajemen Konflik (Teori, Aplikasi, dan Penelitian). Jakarta: Salemba Humanika.