RAN PE dan Ketahanan Bangsa

dimas firdausy hunafa
Bagian Hukum Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia
Konten dari Pengguna
8 Februari 2021 20:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari dimas firdausy hunafa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Teroris Foto: Flickr / malatyahaber44
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Teroris Foto: Flickr / malatyahaber44
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Belum lama ini Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perpres 7 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme 2020-2024 (RAN PE), substansinya mengatur mengenai koordinasi antar kementerian maupun lembaga lintas sektor, pemerintah daerah dan juga membuka peluang masyarakat untuk terlibat aktif (vide pasal 8).
ADVERTISEMENT
Terdapat tiga pilar penyusunan strategi dalam RAN PE, pertama, pencegahan. Berisi kesiapsiagaan, dan kontra redikalisasi dan deradikalisasi, pada prinsipnya menyediakan dan mengintegrasikan database terkait dengan hasil analisis tentang ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada Terorisme tersebut, dimaksudkan bagi yang berkepentingan dimudahkan dalam mengakses data termutakhir.
Kedua, penegakan hukum, perlindungan saksi dan korban, dan penguatan kerangka legislasi Nasional. Terdapat 5 (lima) fokus utama dalam pilar ini, yakni penguatan koordinasi dalam penegakkan hukum, peningkatan kapasitas institusi, perlindungan saksi dan korban, penyelarasan kerangka hukum nasional dan internasional, dan penyiapan regulasi.
Ketiga, kemitraan dan kerja sama internasional. Pada bagian ini, fokus utamanya terletak pada peningkatan kapasitas kemitraan dan peningkatan kerja sama internasional.
Asih-Asuh Indonesia dan Ancaman Ke depan
ADVERTISEMENT
Menjaga Indonesia untuk terus utuh, aman dan sejahtera merupakan kewajiban bersama. Hanya saja menafsirkan ekstremisme/ terorisme jangan sampai salah kaprah. Sampai hari ini kita masih terperangkap pola pikir yang amat sempit. Banyak anggapan bentuk ekstremisme merupakan gerakan reformis dalam perspektif ideologis (baca:agama/keyakinan), perbedaan rasial dianggap sebagai akar perpecahan, dan ragam budaya dianggap tidak sejalan dengan jati diri bangsa.
Dapat dimaklumi, mengingat Indonesia merupakan negara yang memiliki ragam suku, ragam budaya, ragam bahasa dan lima Agama. Untung saja, tiang ke-bhineka-an yang menopang Indonesia terus membuktikan rumah bangsa Indonesia masih berdiri kokoh hingga saat ini.
Justru harus kita sadari ancaman rumah bangsa hadir dari kegagalan kita dalam memaknai faktor luar yang berpotensi memicu tindakan ekstremisme/terorisme. Pertama, kegagalan rezim Pendidikan yang belum berhasil menyentuh aspek moral dan karakter bangsa. Kemerosotan moral dan karakter bangsa akan berpengaruh terhadap institusional solidaritas kebangsaan.
ADVERTISEMENT
Kedua, ancaman kesenjangan sosial. Hal ini berkaitan dengan sektor kesejahteraan sosial-ekonomi, kesenjangan yang terlalu signifikan dipastikan membangunkan ketidakadilan dalam rumah bangsa. Ketiga, faktor arah kebijakan yang belum memberikan pengaruh potensial terhadap kesejahteraan nasional. Di perjalanan bangsa-bangsa, salah satu faktor yang paling krusial ialah ragamnya kebijakan yang berwatak elitis.
Keempat, ancaman globalisasi dan perkembangan teknologi. Perjalanan dunia bangsa dalam mengarungi globalisasi dan pesatnya teknologi pasti memiliki kekhawatiran terhadap adanya potensi yang membawa perubahan signifikan terhadap eksistensi suatu negara, begitu juga Indonesia. Dengan kata lain, ancaman rumah bangsa saat ini memiliki dimensinya masing-masing yang harus dipecahkan oleh segenap elemen bangsa.
Kehadiran RAN PE ini sejatinya menjadi arahan yang cukup jelas dari Presiden untuk mengatasi permasalahan ekstremisme/terorisme berbasis pendekatan kolaboratif antara kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan juga masyarakat. Langkah selanjutnya, diharapkan bagi kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah untuk segera menjalin koordinasi yang jelas, memperkuat pengawasan lintas sektor, serta sadar diri dengan tupoksi yang harus dijalankan.
ADVERTISEMENT
Semoga pemangku kepentingan dapat membaca dan merealisasikan arah kebijakan yang dapat menjawab permasalahan ini. Jangan sampai terjadi saling sikut dan overlapping kewenangan serta menimbulkan maladministrasi yang berpotensi terhambatnya praktik dilapangan.
Dimas Firdausy Hunafa,
Bagian Hukum Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI