Menikah Muda untuk Menghindari Zina?

Dina Emiratunnisa
Mahasiswa Hukum Keluarga, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
11 Oktober 2022 12:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dina Emiratunnisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://cdn.pixabay.com/photo/2018/08/16/19/56/wedding-rings-3611277_1280.jpg
zoom-in-whitePerbesar
https://cdn.pixabay.com/photo/2018/08/16/19/56/wedding-rings-3611277_1280.jpg
ADVERTISEMENT
Menurut Prof. Dr. AG. KH. Muhammad Quraish Shihab, Lc., M.A. atau yang biasa kita sebut dengan Syekh Quraish Shihab, beliau mengatakan bahwa “Menikah muda demi menghindari zina sama saja dengan mengobati penyakit dengan penyakit”.
ADVERTISEMENT
Apa maksudnya mengobati penyakit dengan penyakit? Menikah di usia muda dengan alasan takut berzina itu mengakibatkan penyakit yang lebih parah dari perzinaan. Lalu, apa akibat dari menikah di usia muda yang disamakan dengan penyakit oleh Syekh Quraish Shihab?
Pertama, akan lahir anak-anak yang tidak terdidik, ini akan sangat berbahaya. Kedua, akan lahir perceraian yang akan mempengaruhi masa depan masing-masing dan anak akan terlantar. Kalau begitu, bagaimana cara kita mengobati penyakit yang disebutkan di atas?
1. Didik, persiapkan banyak hal;
Jika para orang tua takut anaknya nanti akan berzina, itu merupakan kekhawatiran yang baik. Karena anak adalah tanggung jawab orang tua yang akan diminta pertanggungjawabannya oleh Allah di akhirat kelak. Tetapi, bukan berarti meminta mereka menikah di usia dini menjadi sebuah solusi. Jangan biarkan mereka menikah cepat sebelum mereka mampu untuk bertanggung jawab atas pernikahan mereka nanti.
ADVERTISEMENT
2. Laksanakan fungsi-fungsi keluarga terhadap anak.
Apa saja aspek fungsi keluarga terhadap anak? Yakni, meliputi pendidikan, pemeliharaan, dan agama. Ketiga fungsi itulah yang akan membentengi anak-anak dari perzinaan walaupun mereka belum menikah.
Jika memang demikian, lantas bagaimana dengan riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah menikahi Aisyah r.a pada usianya yang baru menginjak 9 tahun yang mana kini banyak dijadikan contoh atau teladan bagi orang-orang zaman sekarang?. Riwayat itu dibantah oleh Syekh Quraish Shihab. Beliau mengatakan bahwa riwayat itu tidak benar dan masih banyak diperselisihkan oleh para ulama. Bahkan riwayat tersebut dibantah oleh riwayat lain yang menyatakan bahwa Nabi dan Aisyah r.a itu bercampur sebagai suami istri saat Aisyah r.a berusia 19 tahun.
ADVERTISEMENT
Anggaplah riwayat yang mengatakan bahwa Aisyah r.a itu menikah pada usia 9 tahun itu benar, ada seorang ulama yang mengatakan, “ Orang yang ingin menikah atau menikahkan seseorang dalam usia muda, dia adalah orang yang bodoh yang sombong”.
Mengapa orang tersebut dikatakan sombong? Karena orang itu mengganggap dirinya sama dengan Nabi. Padahal dia bukan Nabi, dan jelas berbeda. Nabi mempunyai keistimewaan dan tugas-tugas khusus, sedangkan dia tidak. Lalu, kenapa bisa orang tersebut dianggap bodoh? Orang itu dianggap bodoh sebab dia tidak tahu apa latar belakang perkawinan itu.
“Jangan jadikan pernikahan nabi sebagai alasan untuk melakukan hal yang sama dengan Nabi” - Prof. Dr. AG. KH. Muhammad Quraish Shihab, Lc., M.A.
ADVERTISEMENT
Jika kita berbicara tentang perkawinan, di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa perkawinan itu adalah suatu tanda ke-Esaan dan kekuasaan Tuhan. Mengapa disebutkan begitu? Karena bagaimana bisa 2 orang yang belum saling mengenal bisa kemudian terjalin hubungan yang begitu intim dan mereka masing-masing bersedia menampakkan apa yang dirahasiakannya bahkan orang tua mereka pun tidak tahu. Hal tersebut merupakan kekuasaan Tuhan sehingga terjalin cinta kasih yang begitu mendalam antara suami istri.
"Al-Qur’an menamai perkawinan sebagai perjanjian yang kukuh".
Lantas mengapa Al-Qur’an menamainya perjanjian yang kukuh? Karena perkawinan diikat oleh cinta, amanah, dan kasih sayang yang sangat kuat. Dari beberapa penjelasan di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa dalam hal ini jangan mudah bagi kita berkata ingin mengikuti atau mencontoh Nabi karena Nabi tidak sama dengan kita. Tidak semua yang dilakukan Nabi bisa kita contoh dengan persis, ada sebagian hal yang hanya Nabi yang bisa melakukannya sebab Nabi memilikii keistimewaan dan tugas- tugas yang dikhususkan hanya kepadanya. Apalagi di dalam masalah perkawinan yang sungguh berat pertanggungjawabannya bagi pria dan wanita di dunia maupun di akhirat kelak.
ADVERTISEMENT