Peran Kebangkitan Nasional dan Pesan untuk Pemerintah

Dion Faisol Romadhon
Mahasiswa yang berkuliah di jurusan Antropologi Sosial, Universitas Airlangga
Konten dari Pengguna
19 Mei 2021 10:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dion Faisol Romadhon tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
unsplash.com
zoom-in-whitePerbesar
unsplash.com
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 20 Mei nanti bangsa ini kembali memperingati kebangkitan nasional. Mulanya kebangkitan nasional diartikan sebagai lahirnya semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme guna memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Namun jika dihubungkan dengan keadaan bangsa ini sekarang maka arti dari kemerdekaan hanyalah kiasan semata. Kita dapat melihat bagaimana korupsi bantuan sosial, penonaktifan pegawai KPK, serta pertikaian antara pemerintah dan kelompok bersenjata di Papua mendakadensi arti dari kemerdekaan. Jika dirunut dari kelahirannya maka peringatan kebangkitan nasional dapat menjadi sarana bagi pemerintah untuk muhasabah diri.
Sebelum melangkah lebih jauh ada baiknya untuk kembali membaca sejarah. Peringatan kebangkitan nasional selalu dikaitkan dengan berdirinya organisasi Budi Utomo. Namun seringkali peran Dr. Wahidin Sudirohusodo terlewatkan begitu saja.
Pada kunjungannya pada tahun 1907 di STOVIA ,beliau mencoba melakukan agitasi kepada mahasiswa agar segera mendirikan organisasi yang bertujuan untuk memajukan bangsa. Lewat aksinya tersebut peneliti mengambil kesimpulan bahwa kebangkitan nasional adalah upaya untuk mentransformasi pendidikan, teknik, dan industri, serta memajukan kebudayaan.
ADVERTISEMENT
Pada era kolonial kebangkitan nasional dipergunakan sebagai momentum untuk meraih kemerdekaan melawan penjajah. Namun sekarang ini kebangkitan nasional harus bertransformasi sebagai bentuk yang baru guna menuntut nilai-nilai praktis dari nasionalisme. Merujuk kepada jurnal Ketahanan Nasional berjudul Reformasi, Kebangkitan Nasional, dan Kewaspadaan Nasional yang ditulis Putu Sasta Wingarta dan terbit tahun 2008.
Dalam jurnal tersebut dijelaskan bagaimana nasionalisme haruslah mengacu kepada kepada nilai-nilai luhur Pancasila. Salah satunya adalah menjunjung tinggi kemanusiaan yang adil dan beradab.
Perihal kemanusiaan di Indonesia selalu diimplementasikan secara sepihak oleh sudut pandang penguasa. Hal ini dapat dilihat lewat penonaktifan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi karena tidak lolos tes kebangsaan. Selanjutnya terdapat penyelewengan dana bantuan sosial oleh Kepala Desa Sukowarno bernama Askari. Dana tersebut dipergunakan untuk bermain judi, main perempuan, dan membayar. Terakhir terdapat ditembaknya anggota KKB oleh TNI yang menewaskan dua korban nyawa.
ADVERTISEMENT
Kehancuran bangsa hanya tinggal menunggu waktu apabila moral telah dikesampingkan. Pemerintah harus melakukan kewajibannya untuk menyelenggarakan jejak pendapat dan transparansi kepada rakyat. Pandangan yang plural merupakan roh utama dari nasionalisme dan selanjutnya dapat dijadikan titik pihak bangsa ini. Hal tersebut dapat dibenahi oleh pemerintah dengan cara menampung dan mendengarkan kegelisahan dari masyarakat.
Indonesia sebagai negara yang mengaku menjunjung demokrasi haruslah mengupayakan sistem musyawarah. Lewat peringatan kebangkitan nasional pemerintah dapat mengadakan jajak pendapat dengan masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, dan akademisi. Merujuk kepada jurnal berjudul Partisipasi Masyarakat dalam Demokrasi Politik yang ditulis oleh Heri Kusmanto.
Dalam jurnal tersebut diterangkan bahwa persamaan hak sangatlah utama bagi setiap warga negara. Mereka yang dapat mengutarakan kegelisahannya bukan hanya dari lapisan atas saja namun juga dari lapisan bawah.
ADVERTISEMENT
Perkembangan dan partisipasi masyarakat dalam demokrasi politik dalam hal kebebasan berpendapat, mendapatkan penghidupan yang layak, serta memperoleh akses pendidikan yang baik sudah menjadi tanggung jawab pemerintah. Apabila kata “demokrasi” masih ingin dipercayai keberadaannya oleh masyarakat. Hal yang paling efektif untuk diterapkan adalah mengoptimalkan peran serta kualitas demokrasi dari tingkat terendah.
Sebagai penutup ada baiknya untuk pemerintah mengingat kembali pidato presiden Ir. Soekarno saat sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945. Pidato tersebut berbunyi Saya yakin bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah permusyawaratan, perwakilan.
Daftar Pustaka:
Wingarta, Putu Sastra. "Reformasi, Kebangkitan Nasional, Dan Kewaspadaan Nasional." Jurnal Ketahanan Nasional 13.1: 15-30.
Kusmanto, Heri. "Partisipasi Masyarakat dalam Demokasi Politik." JPPUMA: Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA (Journal of Governance and Political Social UMA) 2.1 (2014): 78-90.
ADVERTISEMENT