Aturan Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilu Anggota DPR RI dan DPRD

DNT LAWYERS
DNT is an Indonesian commercial litigation law firm, presenting a varied worldwide legal service to all business level all around the country.
Konten dari Pengguna
16 April 2019 10:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari DNT LAWYERS tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Surat Suara Pemilu 2019. Foto: ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Surat Suara Pemilu 2019. Foto: ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
ADVERTISEMENT
Pada Rabu, 17 April 2019, Indonesia akan merayakan pesta demokrasi. Masyarakat Indonesia akan melangsungkan emilu Eksekutif (presiden dan wakil presiden) dan Pemilu Legislatif (DPR RI, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta DPD RI).
ADVERTISEMENT
Untuk Pemilu Anggota DPR RI dan DPRD, total sebanyak 7.968 caleg dari 15 partai politik peserta Pemilu ditambah 4 partai politik lokal untuk Provinsi Aceh terdaftar dalam Daftar Calon Tetap (DCT).
Banyaknya partai politik dan calon perseorangan berpotensi menciptakan suasana kompetitif untuk memperebutkan kuota yang disediakan, dan tentunya membuka kemungkinan akan terjadinya sengketa hasil pemilihan umum.
Menurut Nurul Huda, dalam bukunya yang berjudul Hukum Partai Politik dan Pemilu di Indonesia (Hal. 27), Undang-Undang Pemilu membedakan 4 (empat) jenis masalah hukum Pemilu:
Sementara yang dimaksud dengan Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 Pasal 473 ayat (1) adalah perselisihan antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional.
ADVERTISEMENT
Kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Mengadili Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU)
Pasal 24 C ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI 1945) memberikan mandat kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengadili perselisihan tentang hasil Pemilu pada tingkat pertama dan terakhir.
Lebih lanjut, Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 (UU MK) sebagaimana telah diatur oleh Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 (UU 8/2011), dan kemudian diubah kedua kalinya oleh Undang-Undang No. 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2003 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi mengatur mengenai kewenangan MK, yakni berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk :
ADVERTISEMENT
a. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. Memutus pembubaran partai politik; dan
d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Pedoman Beracara Perselisihan Hasil Pemilu Anggota DPR dan DPRD Secara Garis Besar
Pada Pemilu 2019, MK telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 2 Tahun 2018 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR dan DPRD (PMK No. 2 Tahun 2018).
Pada Pasal 3 Peraturan MK tersebut, disebutkan Pemohon dalam Perselisihan Hasil Pemilu adalah:
a. Partai politik peserta Pemilu untuk pengisian keanggotaan DPR dan DPRD;
ADVERTISEMENT
b. Perseorangan calon anggota DPR dan DPRD dalam satu partai politik sama yang telah memperoleh persetujuan secara tertulis dari ketua umum dan sekretaris jenderal atau sebutan lainnya dari partai politik yang bersangkutan;
c. Partai politik lokal peserta Pemilu untuk pengisian keanggotaan DPRA dan DPRK;
d. Perseorangan calon anggota DPRA dan DPRK dalam satu partai politik lokal yang sama yang telah memperoleh persetujuan secara tertulis dari ketua umum dan sekretaris jenderal atau sebutan lainnya dari partai politik lokal yang bersangkutan.
Pada pasal yang sama PMK tersebut, yang menjadi Termohon dalam Perselisihan Hasil Pemilu adalah KPU. Sementara pihak terkait dalam Peraturan MK ini adalah:
a. Partai Politik Peserta Pemilu yang berkepentingan terhadap Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a;
ADVERTISEMENT
b. Perseorangan calon anggota DPR dan DPRD dalam satu partai politik yang sama yang telah memperoleh persetujuan secara tertulis dari ketua umum dan sekretaris jenderal atau sebutan lainnya dari partai politik yang bersangkutan yang berkepentingan terhadap Permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b;
c. Partai politik lokal Peserta Pemilu yang berkepentingan terhadap Permohonan yang diajukan oleh Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c;
d. Perseorangan calon anggota DPRA dan DPRK dalam satu partai politik lokal yang sama yang telah memperoleh persetujuan secara tertulis dari ketua umum dan sekretaris jenderal atau sebutan lainnya dari partai politik lokal yang bersangkutan yang berkepentingan terhadap Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d.
ADVERTISEMENT
Objek dari Perselisihan Hasil Pemilu DPR dan DPRD diatur dalam Pasal 5, yaitu Keputusan Termohon (KPU) tentang Penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR dan DPRD secara nasional yang mempengaruhi perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR dan DPRD secara nasional yang mempengaruhi perolehan kursi Pemohon dan/atau terpilihnya calon anggota DPR dan/atau DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) di suatu daerah pemilihan.
Pasal Pasal 6 menyatakan bahwa Pemohon harus mengajukan Permohonan kepada Mahkamah Konstitusi dalam jangka waktu 3 x 24 jam sejak pengumuman oleh KPU tentang penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR dan DPRD secara nasional.
Permohonan harus diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia oleh Pemohon maupun Kuasa Hukumnya kepada Mahkamah Konstitusi sebanyak empat rangkap yang salah satu rangkapnya asli.
ADVERTISEMENT
Padal Pasal 8, Pengajuan Permohonan dapat dilakukan melalui online paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR dan DPRD oleh KPU, Pemohon maupun Kuasa Hukumnya dapat menyerahkan Permohonan asli dalam jangka waktu paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sampai berakhirnya tenggang waktu pengajuan perbaikan Permohonan.
Dalam Pasal 13, Permohonan yang sudah lengkap dan memenuhi persyaratan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) oleh Panitera, sedangkan Permohonan yang belum lengkap dan tidak memenuhi persyaratan Panitera akan menerbitkan Akta Permohonan Belum Lengkap (APBL) dan diserahkan kepada Pemohon atau Kuasanya.
Pemohon atau Kuasanya diberikan kesempatan menyerahkan perbaikan Permohonan dalam jangka waktu 3 x 24 Jam (tiga kali dua puluh empat jam) sejak APBL diterima.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, secepatnya dalam 7 (tujuh) hari sejak Permohonan dicatatkan MK akan menggelar Sidang Pemeriksaan Pendahuluan. Setelah itu, MK akan menggelar Pemeriksaan Persidangan setelah Pemeriksaan Pendahuluan diterima oleh Mahkamah.
Dalam Pemeriksaan Persidangan, hal-hal yang diperiksa oleh Mahkamah adalah sebagai berikut:
a. Memeriksa Pemohonan Termohon;
b. Memeriksa Jawaban Termohon dan Keterangan Pihak Terkait, dan/atau Keterangan Bawaslu;
c. Mengesahkan alat bukti;
d. Memeriksa alat bukti tertulis;
e. Mendengarkan keterangan saksi
f. Mendengarkan keterangan ahli;
g. Memeriksa alat bukti lain;
h. Memeriksa rangkaian data, keterangan, perbuatan, keadaan, dan/atau peristiwa yang sesuai dengan alat bukti yang dapat dijadikan petunjuk.
Penjelasan di atas merupakan garis besar acara penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Calon Anggota DPR RI dan DPRD di Mahkamah Konstitusi. Bila masih ada yang ingin ditanyakan atau dikonsultasikan sehubungan dengan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Calon Anggota DPR dan DPRD, segera hubungi kami di (021) 6329-683 atau email : [email protected] atau datang langsung ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (www.dntlawyers.com).
ADVERTISEMENT
Penulis : Mishal Abdullah, S.H., Junior Lawyer di DNT Lawyers.