Perspektif Hukum: Haruskah Ahok Nikah Seagama?

DNT LAWYERS
DNT is an Indonesian commercial litigation law firm, presenting a varied worldwide legal service to all business level all around the country.
Konten dari Pengguna
25 Januari 2019 15:34 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari DNT LAWYERS tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (tengah) berfoto bersama dengan kerabatnya di Jakarta, Kamis (24/1).  (Foto: ANTARA FOTO/Tim BTP)
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (tengah) berfoto bersama dengan kerabatnya di Jakarta, Kamis (24/1). (Foto: ANTARA FOTO/Tim BTP)
ADVERTISEMENT
Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau lebih dikenal dengan Ahok telah bebas dari Mako Brimob pada Kamis, 24 Januari 2019. Sebelumnya Ahok divonis melakukan penistaan agama.
ADVERTISEMENT
Mantan suami Veronica Tan ini dikabarkan akan menikahi eks polisi wanita yang bernama Bripda Puput Nastiti Devi pada 15 Februari 2019. Pada awalnya keduanya berbeda agama, hingga akhirnya Puput dikabarkan memilih untuk pindah agama.
Apabila mengacu pada UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya Pasal 2 setidaknya ada dua poin penting yang perlu kita ketahui dalam melangsungkan perkawinan yakni:
1. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Dalam penjelasan dari pasal 2 ayat (1) dinyatakan bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum agamanya dan kepercayaannya itu.
2. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan untuk yang beragama Islam ke KUA dan untuk non-Islam pencatatan dilakukan di Kantor Catatan Sipil.
ADVERTISEMENT
Bagi yang beragama Islam salah satu hukum positif yang berlaku adalah Kompilasi Hukum Islam (KHI). Khususnya di dalam pasal 44 KHI menyatakan bahwa seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam. Oleh karenanya apabila secara hukum Islam maka pernikahan beda agama ini tidak dimungkinkan.
Akan tetapi ada celah untuk bisa melakukan pernikahan beda agama. Menurut Guru Besar Hukum Perdata Universitas Indonesia, Prof. Wahyono Darmabrata, setidaknya ada empat cara yang sering dilakukan untuk mendapat legalitas hukum menikah beda agama yaitu: meminta penetapan pengadilan; perkawinan dilakukan menurut agama masing-masing; penundukkan sementara pada salah satu hukum agama; atau menikah di luar negeri.
Dalam praktiknya, putusan Mahkamah Agung No. 1400 K/Pdt/1986 yang sudah menjadi yurisprudensi dimungkinkan melangsungkan pernikahan beda agama. Dalam putusan tersebut permohonan diajukan oleh Andi Vonny Gany P, seorang perempuan beragama Islam; dan Adrianus Petrus Hendrik Nelwan, seorang laki-laki beragama kristen, yang hendak melangsungkan perkawinan beda agama dan mencatatkan pernikahannya di Kantor Catatan Sipil. Mahkamah Agung dalam putusannya mengabulkan permohonan tersebut dan memerintahkan Kantor Catatan Sipil untuk mencatatkan perkawinan mereka.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini apabila Ahok dan Puput berkeinginan melakukan perkawinan dan mencatatkannya di Kantor Catatan Sipil, maka berdasarkan putusan di atas Puput dapat memilih untuk menundukkan diri dan melangsungkan perkawinan tidak secara Islam, melainkan secara Kristen mengikuti agama Ahok--seperti yang ditempuh Puput saat ini. Kemudian apabila permohonan pencatatan perkawinannya dikabulkan oleh pihak Kantor Catatan Sipil maka perkawinannya adalah sah menurut hukum.
Bila masih ada yang ingin ditanyakan/konsultasikan terkait masalah ini, atau anda perlu pendampingan/bantuan hukum segera hubungi kami di (021) 6329 683 atau e-mail [email protected] atau datang ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (www.dntlawyers.com).
Hidayatullah Nasution (Jentera Law School), Intern Student di DNT Lawyers
Terima kasih, semoga bermanfaat.
ADVERTISEMENT