#JusticeForAU dan Hak sebagai Korban Tindak Pidana Anak

DNT LAWYERS
DNT is an Indonesian commercial litigation law firm, presenting a varied worldwide legal service to all business level all around the country.
Konten dari Pengguna
12 April 2019 11:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari DNT LAWYERS tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak jadi korban bully. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak jadi korban bully. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Kasus kekerasan yang baru saja terjadi terhadap seorang anak di bawah umur berinisial AU di Pontianak telah menarik perhatian banyak pihak, termasuk Presiden. Lantas, jika AU menjadi korban tindak pidana berdasarkan penyidikan polisi, maka apa saja hak-hak AU sebagai anak yang menjadi korban tindak pidana menurut hukum?
ADVERTISEMENT
Sebagai pembatasan, menurut hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana adalah anak yang belum berumur 18 tahun dan mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana (Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak/UU SPPA).
Pada prinsipnya, anak yang menjadi korban tindak pidana berhak atas semua perlindungan dan hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 89 UU SPPA), artinya anak tidak hanya berhak atas hak-hak yang dijamin dalam UU SPPA tapi juga hak-hak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lain di luar SPPA.
Adapun hak-hak anak sebagai korban yang dimaksud di antaranya sebagai berikut:
1. Berhak atas bantuan hukum (Pasal 23 ayat (1) dan (2) SPPA), yaitu:
ADVERTISEMENT
a. Dalam setiap tingkat pemeriksaan, anak wajib diberikan bantuan hukum dan didampingi oleh pembimbing kemasyarakatan atau pendamping lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Dalam setiap tingkat pemeriksaan, anak yang menjadi korban atau anak yang menjadi saksi wajib didampingi oleh orang tua dan/atau orang yang dipercaya oleh anak korban dan/atau anak saksi, atau pekerja sosial.
2. Berhak mendapatkan rehabilitasi dan jaminan keselamatan lainnya (Pasal 90 ayat (1) huruf a, b, dan c UU SPPA), yaitu:
a. Rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga;
b. Jaminan keselamatan, baik fisik, mental, maupun sosial; dan
c. Kemudahan dalam mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.
3. Berhak atas dirujuk ke instansi-instansi terkait guna penanganan lebih khusus dalam rangka pemulihan bila dianggap perlu (Pasal 91 UU SPPA), yaitu:
ADVERTISEMENT
a. Berdasarkan pertimbangan atau saran pembimbing kemasyarakatan, pekerja sosial profesional atau tenaga kesejahteraan sosial atau penyidik dapat merujuk anak korban, ke instansi atau lembaga yang menangani perlindungan anak atau lembaga kesejahteraan sosial anak.
b. Dalam hal anak korban memerlukan tindakan pertolongan segera, penyidik, tanpa laporan sosial dari pekerja sosial profesional, dapat langsung merujuk anak korban ke rumah sakit atau lembaga yang menangani perlindungan anak sesuai dengan kondisi anak korban.
c. Berdasarkan hasil penelitian kemasyarakatan dari pembimbing kemasyarakatan dan laporan sosial dari pekerja sosial profesional atau tenaga kesejahteraan sosial, anak korban berhak memperoleh rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, dan reintegrasi sosial dari lembaga atau instansi yang menangani perlindungan anak.
d. Anak korban dan/atau anak saksi yang memerlukan perlindungan dapat memperoleh perlindungan dari lembaga yang menangani perlindungan saksi dan korban atau rumah perlindungan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
ADVERTISEMENT
4. Berhak mendapat perlindungan khusus (Pasal 59 ayat (2) huruf b dan i jo Pasal 59A Undang-Undang Perlindungan Anak):
Selain itu, di dalam UU Perlindungan Anak juga diatur bahwa anak yang menjadi korban tindak pidana berhak mendapat perlindungan khusus melalui upaya:
a. Penanganan yang cepat, termasuk pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya;
b. Pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan;
c. Pemberian bantuan sosial bagi anak yang berasal dari keluarga tidak mampu; dan
d. Pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan.
5. Berhak mengajukan restitusi (Pasal 71D UU Perlindungan Anak), yaitu:
Setiap anak yang menjadi korban kekerasan berhak mengajukan ke pengadilan berupa hak atas restitusi yang menjadi tanggung jawab pelaku kejahatan. Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan/atau imateriil yang diderita korban atau ahli warisnya. Khusus untuk anak yang berhadapan dengan hukum yang berhak mendapatkan restitusi adalah anak korban.
ADVERTISEMENT
Adapun restitusi tersebut berupa:
a. Ganti kerugian atas kehilangan kekayaan;
b. Ganti kerugian atas penderitaan sebagai akibat tindak pidana; dan/atau
c. Penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis.
Bila masih ada yang ingin ditanyakan atau dikonsultasikan terkait masalah ini, atau anda perlu pendampingan atau bantuan hukum, segera hubungi kami di (021) 6329 683 atau e-mail [email protected] atau datang ke kantor kami di Dalimunthe & Tampubolon Lawyers (www.dntlawyers.com).
Penulis: Melodia Melodia Puji inggarwati, Intern Student di DNT Lawyers.
Terima kasih, semoga bermanfaat.