Konten dari Pengguna

Resolusi PBB tentang AI

Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
15 Juli 2024 8:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Donny Syofyan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Adil, terbuka, inklusif, dan tidak diskriminatif. Semua ini terdengar seperti jargon perusahaan atau pelajaran dasar SDM. Tapi sebenarnya ini adalah bagian dari resolusi PBB tentang kecerdasan buatan (AI). Majelis Umum PBB telah mengadopsi resolusi baru.
ADVERTISEMENT
Resolusi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan AI negara-negara berkembang dan mendorong kerja sama internasional dalam pembangunan kapasitas AI.
Sederhananya resolusi ini menginginkan pelbagai negara bekerja sama dalam hal AI. Resolusi ini hendak memastikan bahwa negara-negara miskin mendapatkan manfaat dari AI. Kedengarannya manis, tapi coba tebak siapa yang memimpin resolusi persatuan teknologi ini? Tak lain adalah China.
Gen Z mungkin saja menganggap hal ini mencurigakan. Pertama, karena China terlibat. China ingin mengirimkan pesan persatuan. Sungguh ironis. Kedua, ini adalah resolusi tidak mengikat, yang artinya sebagian besar hanya simbolis.
Ini seperti membuat rencana liburan di grup chat yang hanya berisi janji-janji kehadiran. Tapi ada alasan ketiga, dan mungkin yang terbesar: fakta bahwa China telah mendukung proposal ini, dan, di antara negara-negara lain, AS ikut mensponsori.
ADVERTISEMENT
Kedua negara sedang berperang. Tentu saja tidak secara harfiah. Kita sedang membicarakan tentang perang teknologi. AS dan China berlomba-lomba untuk meraih supremasi AI di panggung global.
Mereka berlomba untuk menulis aturan tata kelola AI, dan mereka melakukan segala cara mulai dari membajak raksasa teknologi secara langsung atau tidak langsung hingga menerapkan sanksi.
Baru-baru ini, AS mengeluarkan rancangan aturan untuk melarang investasi tertentu di sektor AI di China. Pada bulan Maret, AS mensponsori resolusi untuk memantau AI terhadap potensi risiko. Ini adalah resolusi pertama dari jenisnya, dan didukung oleh 123 negara, termasuk China, yang dengan enggan bergabung di akhir.
China telah mengeluarkan resolusinya sendiri dengan nada yang sama. Ini dipandang sebagai langkah yang jelas untuk merebut kekuasaan, dan China menggunakan kesempatan ini untuk mengulurkan tangan kepada AS sambil memberinya dorongan.
ADVERTISEMENT
"Jika Anda melihat Revolusi AS lebih umum dan Revolusi China lebih fokus pada pembangunan kapasitas, jadi itulah mengapa kami yakin bahwa ini adalah dua solusi yang saling melengkapi dan sehubungan dengan sanksi yang dijatuhkan oleh oleh pemerintah AS seperti yang Anda ketahui posisi kami, kami dengan tegas menentang sanksi ini, kami tidak percaya bahwa apa yang menjadi posisi atau keputusan pemerintah AS akan membantu pengembangan teknologi AI yang sehat" ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China.
AS dan China secara pasif-agresif bertarung dalam hal ini. AI jelas ada di pikiran masing-masing, tapi bagaimana dengan yang lain? Bagaimana negara lain menghadapi kecerdasan buatan? Apakah mereka siap untuk di masa yang akan datang?
ADVERTISEMENT
Menurut Dana Moneter Internasional, tidak terlalu siap. IMF merilis indeks kesiapan kecerdasan buatan minggu lalu. Indeks ini melacak 174 negara di seluruh dunia untuk kesiapan AI.
Ini terjadi pada empat parameter: infrastruktur digital, modal manusia, kebijakan pasar modal dan tenaga kerja, inovasi dan integrasi ekonomi, dan regulasi. Singapura, Denmark, dan AS mendapat peringkat tertinggi.
Menurut laporan tersebut, AI dapat meningkatkan produktivitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dapat menghapus jutaan pekerjaan, sekitar 40% pekerjaan secara global, dan dapat memperluas ketidaksetaraan karena banyak negara kekurangan infrastruktur yang diperlukan untuk memanfaatkan manfaat AI.
Mengingat hal ini, resolusi PBB datang pada waktu yang tepat. Jika diikuti, ini dapat mengurangi ketidaksetaraan, tetapi secara realistis, ini bisa menjadi plot Beijing untuk mengalahkan Washington sambil memberikan basa-basi yang terencana dengan baik kepada seluruh dunia.
ADVERTISEMENT