Bersembunyi dalam Terang (Tamat)

Dukun Millenial
INGAT!! Di dunia ini kita tidak pernah sendirian....
Konten dari Pengguna
4 Juni 2021 19:29 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dukun Millenial tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi bersembunyi, dok: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bersembunyi, dok: pixabay
ADVERTISEMENT
“Bismillahirohmanirohim,” ucapku sambil mengusap bagian kepala sampai dagu wajah bapak Rendi.
ADVERTISEMENT
Matanya kembali tertutup, terdengar sedikit isak tangis dari ibunya Rendi yang perlahan.
“Mana Ren sini airnya,” ucapku sambil melihat Rendi yang mematung dengan tatapan kosong.
Segera aku bukakan mulut bapaknya Rendi, dan alhamdulillah tidak menolak air minum yang aku berikan padanya, tenggorokanya menerima, perlahan demi perlahan air itu diminum dan matanya kembali terbuka.
“Alhamdulillah, sebentar lagi bapak siuman Ibu, tolong gantikan bajunya yah,” ucapku dengan sangat lemas.
“Alhamdulillah terimaksih Andi,” ucap Ibu Rendi dengan air matanya mengikuti turun menuju kedua pipinya.
Segera aku keluar kamar, diikuti oleh Rendi yang masih tidak percaya dengan beberapa menit ke belakang yang terjadi di rumahnya sendiri.
“Udah jangan jadi melamun Ren, aku pinjam baju kamu, malu mau lanjut dagang masa penuh keringat seperti ini,” ucapku pada Rendi sambil tersenyum.
ADVERTISEMENT
Segera aku duduk di luar rumah Rendi, mencari angin sambil membakar satu batang rokok untuk menenangkan perasaanku dan menetralkan badanku ini. Tidak lama Rendi datang dengan menyodorkan anduk dan baju dia yang kebetulan badanya tidak jauh beda denganku, malah aku yang terkesan lebih kecil.
“A aku kira aa gak bisa nyembuhin kaya gitu, pantesan pas awal bapak sakit tiga minggu yang lalu ada perasaan pengen bilang ke aa tapi ragu-ragu dan malu,” ucap Rendi.
“Bisa apa? Kebetulan aja itu Ren,” jawabku sambil becanda.
Karena sudah merasa kasian kepada Yogi dagang sendirian segera aku pamit, dan kebetulan juga Ibu Rendi membawakan kopi.
“Bu Andi gak lama, kasian si Yogi udah ditinggal,” ucapku pada Ibunya Rendi.
ADVERTISEMENT
“Tidak apa-apa bawa saja kopinya, nanti suruh Rendi yang bawa lagi gelasnya, Andi ibu dan bapak juga Rendi keadaanya sedang begini, ini ada sedikit untuk ucapan terimakasih, bapak yang sudah tidak bisa jalan tiba-tiba bisa sembuh oleh Andi,” ucap Ibu Rendi kelihatan sangat malu.
“Ibu, itu bukan karena Andi, itu semua karena pencipta bu, alhamdulillahnya melalui Andi, sudahlah bu lagian kaya dengan siapa saja, Rendi teman saya Ibu juga yah Ibu saya juga begitu juga dengan Bapak, saya terima niatan baik ibu, kasihkan saja nanti di hari Jumat ke anak Yatim yah bu, niatanya untuk kesembuhan bapak,” ucapku perlahan, agar Ibunya Rendi tidak merasa malu.
“Gapapa bu udah, Andi harus ke dagangan dulu, nanti ada waktu Andi main kesini lagi atau ikut solat lagi yah Bu,” ucapku pamit pada Ibu Andi, sambil mencium tanganya, tatapanya masih seperti tidak percaya dengan apa yang aku katakan barusan.
ADVERTISEMENT
Sambil berjalan Rendi bertanya banyak tentangku, tentang apa yang dia lihat barusan ketika aku baru saja keluar dari kamarnya, aku tetap menjawab.
“Kebetulan, aku tidak bisa apa-apa,” tidak lupa sambil ketawa, agar bisa menjadi bahan becanda.
[Cerita ini diadaptasi dari Twitter/qwertyping]
Benar saja Yogi sedang sibuk sendiri, membuatkan pesanan yang sama sedang ditunggu oleh pembeli, segera aku membantu Yogi dan Rendi hanya duduk masih dengan tidak percaya, dengan semua kejadian 20 menit ke belakang hari ini.
“Lah malah salin Ndi? Emang bawa baju?” tanya Yogi yang baru sadar.
“Pinjem yang Rendi,” jawabku sambil mengedipkan mata.
“Iya Gi, bapak sembuh alhamdulillah sama aa,” ucap Rendi.
“Alhamdulillah dong Ren, kenapa gitu Ndi sakitnya apa?,” tanya Yogi penasaran.
ADVERTISEMENT
“Sakit apa? Yah sakit aja udah yang pentingkan sekarang sembuh,” jawabku sambil menepuk badan Yogi.
Yogi hanya menganggukan kepala, seolah mengerti dan memang Yogi sudah sedikit tau tentang perjalanan mistisku, yang sering membantu hal-hal yang berkaitan dengan alam lain seperti itu.
“Bapak,” ucap Rendi tiba-tiba.
Segera aku melihat ke arah pandangan Rendi begitu juga dengan Yogi, aku hanya tersenyum melihat bapaknya Rendi sedang berajalan ke arah gerobak, sampai di gerobak tidak henti-hentinya bapaknya Rendi mengucapkan terimakasih padaku, aku yang selalu tidak enak bahkan tidak suka di posisi ini hanya mengucapkan “sama-sama” sambil terus berusaha ingat dan merendah bahwa yang tinggi dan yang maha atas semua yang terjadi di kehidupan ini adalah milik pencipta.
Ilustrasi, dok: pixabay
Bapaknya Rendi tetap penasaran dengan yang berbuat seperti itu padanya, dan sudah dua kali bertanya hal yang sama dalam obrolan ini aku hanya bisa menjawab.
ADVERTISEMENT
“Pak mohon maaf jika untuk mengetahui siapa yang berbuat seperti itu kepada bapak hanya akan menimbulkan dendam untuk apa? Berarti kita sama tidak bisa mengalahkan nafsu yang yang ada dalam diri kita, lebih baik bapak melakukan saran Andi, bukan berarti Andi menggurui tapi itu saran yang paling baik,” ucapku dengan perlahan.
Akhirnya bapaknya Rendi mengerti dan paham, aku menyarankan untuk bersedekah untuk menjaga kesehatan, dan menjaga dari hal-hal lainya dan selalu meminta pertolongan yang maha kuasa, karena hal itu yang paling ampuh menurutku.
Tidak lebih dari 30 menit bapaknya Rendi sudah bisa berjalan setelah sakitnya selama 3 minggu, jelas kabar tersebut menjadi kabar yang ramai di kampung Andi, kecepatan informasi dari mulut ke mulut selalu menjadi yang tercepat, alhasil hari-hari selanjutnya kebaikan keluarga Rendi yang selalu memberi makan di waktu selesai Magrib terus berlanjut, dan tidak jarang jika ada hal-hal yang berkaitan dengan alam lain, pasti saja aku yang diminta untuk membantu.
ADVERTISEMENT
Walau tidak jarang juga, dengan penampilanku seperti ini membuat orang-orang tidak percaya langsung, tapi aku lebih tetap menyukai hal seperti ini, bersembunyi dalam terang adalah saran pertama dari guruku untuk hal-hal seperti ini, karena itu hal yang paling sulit dan aku masih terus belajar.
Tiga tahun berjualan Martabak dengan segala cerita di tempat ini adalah yang paling berharga, untung dari berjualan bisa menetupi kebutuhan keluarga, juga bapak dan ibu bahkan bisa aku sisihkan untuk menabung, selama tiga tahun itu juga silih berganti aku mengetahui banyak hal-hal baru dari segala hal, menanam kebaikan akan selalu memanen kebaikan, tinggal bagaimana caranya pencipta bekerja selalu luar biasa dan selalu membuat di luar nalar logika semata.
Ilustrasi, dok: pixabay
Tidak terasa, berjalanya waktu dan segala aktivitasku di sisi lainya adalah membantu orang, perlahan selama tiga tahun itu juga tabunganku aku rasa cukup, apalagi Yogi harus menggantikan bapaknya berjualan di dekat pasar rumahnya, yang sama dengan rumahku.
ADVERTISEMENT
Di tahun 2009 akhir, aku memutuskan untuk menyewa sebuah tempat yang tempatnya strategis dengan modal secukupnya, aku berganti profesi sebagai tukang cukur, membuka tempat pangkas sendiri, yang memang sebelumnya kemampuanku dan rasa suka merapihkan rambut orang yang menjadi latar belakang kepindahan profesiku.
“Ndi sudah lama sekali aku pengen tanya ini, sudah lama juga 3 tahun bareng-bareng jualan, aku tau segala yang kamu bisa apa ilmunya Ndi?” tanya Yogi pada suatu momen ketika sedang mengopi di depan rumah orang tuaku.
“Ini,” ucapku sambil sambi menujuk ke arah dada.
“Bersedekah Gi, memberikan apapun ketika kita benar-benar membutuhkan adalah hal yang paling sulit, melawan diri sendiri. Bertengkar dengan setan kita diwasiti nafsu, bertengkar dengan nafsu kita diwasiti setan,” jawbaku sambil tersenyum.
ADVERTISEMENT
“Yang lainya Ndi apa?” tanya Yogi.
“Bersenyembunyi dalam terang,” jawabku perlahan.
Yogi hanya mengangguk, seolah tidak kalimat dari mulutku untuk bisa dia tanya kembali. Bersembunyi Dalam Terang bagiku semua orang bisa melakukan dan bisa mengartikannya masing-masing. Dengan segala penampilan, orang tidak bisa menilai satu sisi orang lain.
Tamat